"Dia hamil dan dia berkali-kali mengatakan kalau Rafli gak salah! Itu artinya dia yang memulai lebih dulu!" ucap Amira penuh emosi. "Itu artinya Kakak kamu yang menggoda lebih dulu dan yang ngasih secara gratis!"
"Astaghfirullahaladzim, Mama!" ucap Dennis menatap sang ibu dengan tatapan kaget tak percaya. "Enggak! Salah! Pemikiran kalian tuh terlalu pendek! Itu anak kalian loh, kok bisa sih mikir kayak begitu," ucap Dennis.
"Nyatanya kayak begitu Dennis! Kakak kamu—"
"Dennis belum selesai bicara jadi tolong dengerin dulu Dennis ngomong," sela Dennis memotong lagi ucapan ayahnya hingga membuat sang ayah diam. "Biarkan Dennis menjelaskan semua yang Dennis tau dari Kak Dian, baru setelah kalian tau semuanya, terserah kalian mau kayak gimana," ucap Dennis. "Boleh Dennis ngomong?" tanya Dennis.
Faisal ataupun Amira tidak menjawab ucapan Dennis, namun diamnya mereka Dennis anggap sebagai jawaban iya kalau dirinya boleh menjelaskannya.
"Dennis udah tau semuanya dari Kak Dian, mereka melakukan itu bukan atas dasar suka sama suka! Tapi dijebak!" ucap Dennis.
"Dijebak?" tanya Faisal menatap Dennis dengan tatapan tak mengerti begitu juga dengan Amira.
"Maksudnya dijebak gimana?" tanya Amira.
"Kak Dian selalu bilang kalau Kak Rafli gak salah, itu karena memang Kak Rafli gak salah, dia sama Kak Dian kayaknya dijebak sama seseorang, soalnya tadi Kak Dian sempet keceplosan bilang kalau kak Rafli gak salah, dia bilang kalau harusnya Kak Rafli gak harus bertanggung jawab atas semua yang udah terjadi karena bukan dia yang salah tapi orang lain! Harusnya orang lain yang menerima pukulan dari Papa karena udah ngerusak hidup Kakak dan masa depan Kakak."
Faisal dan Amira menatap Dennis dengan sangat serius mendengarkan.
"Terus tadi aku juga coba tebak, karena Kak Dian berkali-kali menyebut nama 'Dia' yang entah siapa sebagai penyebab atas kejadian itu, aku tebak Kak Dian dijebak sama orang ini untuk melakukan itu sama Kak Rafli. Kak Dian emang tidak mengiyakan ucapan aku, tapi pas aku tanya bener atau enggaknya tebakan aku, dia gak bilang enggak, dia gak bilang tebakan aku itu salah, jadi aku rasa dan yakin kalau kak Dian dijebak sama seseorang untuk ngelakuin itu sama Kak Rafli," jelas Dennis.
"Kalaupun iya, alasannya apa? Kenapa orang itu kayak begitu sama Diandra sama Rafli juga, mereka salah apa hah?" tanya Amira.
"Ya apalagi kalau bukan sakit hati, Maa ...," ucap Dennis. " Bisa jadi tuh orang suka sama Kakak Dian tapi ditolak, terus karena sakit hati, dia ngejebak Kak Dian biar masa depan Kak Dian hancur. Kak Rafli juga ngelakuin itu tanpa kesadaran dia dan ada kemungkinan orang itu mikir kalau kak Rafli gak mau tanggung jawab kan, orang itu pikir Kak Rafli bakalan ninggalin Kak Dian dan hidup Kak Dian bakalan hancur ... intinya dia ingin balas dendam!"
"Mama gak yakin dan Mama gak percaya! Masa ada orang kayak begitu," ucap Amira.
"Ya ada! Buktinya itu orang ada kan!" ucap Dennis pada ibunya penuh tekanan.
"Kalau ada ya udah, kita cari orangnya dan laporin aja dia ke polisi," ucap Amira.
"Masalahnya Kak Dian bilang itu orang kabur dan gak tau dimana! Orang itu gak ninggalin jejak sama sekali. Kalaupun mau lapor polisi, Mama yakin mau polisi yang selesaiin? Kalau Mama lapor, otomatis semua orang bakalan tau kalau Kak Dian sekarang lagi hamil anak yang gak ada dalam ikatan pernikahan. Mama mau jadi bahan omongan orang? Walau korban tapi tetep aja bakal jadi bahan gosip! Bukan cuma Kak Dian tapi kita semua! Yang disalahin juga pasti orangtuanya! Orang tuh pasti bakal berpikir 'Punya anak perempuan kok dibiarin sih main malem, perempuan tuh harusnya di rumah! Pulang kerja pulangnya ke rumah! Bukan kelayapan!' Padahal kita tau kalau selama ini Kak Dian gak pulang ke rumah itu nginepnya ya di rumah Kak Disya."
Amira dan Faisal diam tak lagi menjawab ucapan Dennis, mereka berpikir kalau yang Dennis pikirkan adalah benar.
"Aku gak mau nanggung malu juga ya, Ma! Masa nanti pas aku lewat mau pulang dibicarain tetangga. 'Liat tuh Dennis, Kakaknya jadi korban sampe hamil! Dia kan anak laki, kok gak dijagain sih Kakaknya' Aku gak mau ya Maa begitu, aku masih mau hidup nyaman dan tenang! Gak mau jadi bahan pembicaraan orang!" ucap Dennis.
"Terus sekarang kita harus gimana? Kakak kamu hamil Dennis!" ucap Faisal.
"Loh kok diambil pusing? Kan ada bapaknya, dia juga tadi datang mau tanggung jawab kan? Ya udah ... nikahin mereka!" ucap Dennis.
"Masalahnya Si Rafli itu gak punya orangtua! Dia hidup sendiri dan gak jelas juga dia dari mana, saudaranya siapa, terus bibit, bebet sama bobotnya juga gak jelas!" ucap Amira.
"Kok Mama sama Papa gitu sih pikirannya, selagi dia punya kerjaan dan hidupnya juga gak pernah bermasalah, gak pernah cacat juga di mata kalian ya terus kenapa? Toh ternyata sekarang dia mau bertanggung jawab atas kesalahan yang sama sekali gak sengaja dia lakuin, jadi ya udah ... Kak Dian tuh sempet mau gugurin anaknya loh saking stressnya, cuma karena keburu ketauan sama Kak Rafli dan dia mau tanggung jawab makanya mereka berani datang nemuin Papa sama Mama."
Faisal dan Amira diam tak menjawab ucapan Dennis, mereka bingung harus bagaimana.
"Udah deh, Maa ... Paa ... Kak Rafli juga keknya orang baik, mereka juga udah temenan dari SMA kan? Aku taunya dulu dia pacaran sama Kak Disya, ya walau gak terlalu tau orangnya kek gimana karena baru kali ini aku liat dia dari jarak deket kayak tadi karena biasanya aku liat dari jauh doang, tapi aku yakin dia tuh baik kok orangnya, udah deh ... pokoknya gak usah mikirin bibit, bebet, bobot yang tadi kata Mama, yang penting dia baik, bertanggung jawab dan punya kerjaan juga!"
"Tapi itu penting Dennis!" ucap Amira.
"Hidup Kak Dian juga ke depannya penting, Maa ... Mama mau Kak Dian melahirkan tanpa ada bapak dari bayinya? Mau anaknya lahir, tapi dia tidak dalam terikat pernikahan ibu dan ayahnya. Atau ... mau digugurin? Itu dosa, Ma! Biar bagaimanapun, walau dia ada bukan atas kemauan semua orang, tapi dia gak tau apa-apa, dia juga cucu kalian lho!"
"Ck! Mama mau tanya dulu sama anaknya langsung yang sebenernya kayak gimana! Yang kamu omongin bener atau enggak!" ucap Amira, dia lalu bangun dari duduknya dan keluar dari kamarnya.
Amira berjalan ke arah tangga, menaiki anak tangga dan berjalan ke arah kamar Diandra yang berada di lantai atas.
Tok tok tok.
"Dii? Diandra?" panggil Amira seraya mengetuk pintu.
Bersambung