Chereads / I NEED YOU TO SHINE IN THE LIGHT / Chapter 15 - 15. ASLAN MEMBAWA JIHAN

Chapter 15 - 15. ASLAN MEMBAWA JIHAN

Perut Jihan rasanya perih sekali. Ia memegangi perutnya dengan memeras perut kecilnya. Ruangan yang pengap membuat dia merasa mual juga.

Jihan mencoba untuk memejamkan matanya. Ia berusaha tidur dan berharap besok akan ada makanan di depannya. Tubuh Jihan meringkuk di pojokan. Tak ada alas apapun. Jack sang ayah benar-benar membuat dirinya seperti binatang. Jihan di penjara di ruang bawah tanah tanpa ada apapun di dalamnya. Bahkan selimut pun tidak ada.

Mata indah itu tertutup rapat. Tiba-tiba ia bermimpi. Jihan masuk ke dalam sebuah awan putih yang di dalamnya terdapat cahaya yang begitu menyilaukan mata. Seorang perempuan berumur sekitar lima puluh tahun mendekat ke arah Jihan dengan berlari. Ia memeluk Jihan dengan sangat erat. Jihan hanya bisa terpaku saat itu juga. Ia sama sekali tidak tahu siapa perempuan itu. Lalu wanita itu berkata bahwa dia adalah ibunya. Jihan seketika membuka matanya dengan cepat. Keningnya berkeringat dengan kedua mata terbuka lebar.

"Ya Tuhan, kenapa aku bermimpi seperti ini? Apa karena aku memikirkan ibuku. Apa ibuku juga memikirkan aku? Ya Tuhan kenapa rasanya seperti ini. Aku sedih sekali Ya Tuhan. Rasanya ingin segera memeluk erat ibuku," ucap Jihan dalam hati lalu menangis dengan lirih tanpa suara.

Kini Jihan berdiri karena ia tidak bisa tidur kembali. Ia mendekat ke sebuah lubang kecil ia melihat dengan matanya. Di luar masih gelap. Malam masih terasa dingin. Ia baru sadar tidak pernah mengaktifkan ponselnya. Kini tangannya merogoh saku celananya dan ia menemukan ponsel. Ia membuka ponselnya itu.

"Sial! Aku lupa dengan tasku. Harusnya aku simpan dulu tasku di kamar. Tapi itu tidak mungkin. Ah, dimana ya tasku?" Jihan menggaruk kepalanya dengan kasar. Ia memikirkan dimana tasnya yang berisi uang yang ia ambil dari walikota itu.

"Huh, semoga saja tas itu ada di ruang tengah," ucap Jihan dengan penuh harap.

Ia lalu fokus dengan ponselnya. Banyak panggilan sang ayah di hari pada saat ia kabur. Lalu nomor baru. Siapa nomor itu. Jihan terus berfikir. Mungkinkah Aslan yang menelepon dirinya. Jihan langsung saja mencoba menelfon nomor itu. Ternyata nomornya tersambung.

"Hallo, Jihan?" suara itu mirip sekali dengan Aslan. Benar sekali ternyata itu adalah Aslan.

"Aslan?" Suara Jihan terdengar ragu-ragu.

"Iya ini aku Aslan. Kau dimana sekarang Jihan? Aku mencoba untuk mencarimu kemana-mana. Kau tidak ada," kata Aslan dengan panik.

"Aku ada di rumahku. Aku ada di ruang bawah tanah tepatnya ada di belakang rumahku. Kau lihat saja ada tumpukan rumput lalu kau buka dan ada besi kau bisa membuka besi itu. Aku ada di situ Aslan. Aku ada di ruang tanah..tolong aku Aslan. Aku seperti ingin mati. Aku kelaparan dan kedinginan Aslan," ucap Jihan dengan lirih sembari kedua matanya berkaca-kaca.

"Aku akan segera ke sana Jihan. Tunggu aku." Panggilan itu lalu terputus.

***

Aku sangat panik sekali mendengar apa yang di ucapkan Jihan..apa yang akan di lakukan Jack kepada anaknya sendiri. Kenapa Jihan di kurung di ruang bawah tanah. Apa jangan-jangan ia akan di berikan kepada seekor buaya. Jihan akan di jadikan makanan buaya? Ya Tuhan aku ingat sekali Jack pernah mengatakan kalau ia mengancam anak buahnya kalau tidak berhasil menemukan Jihan maka anak buahnya akan di jadikan makanan buaya. Apa itu benar?

Aku sangat berdebar dan cemas. Kini aku langsung saja membawa tas yang berisi perlengkapan perkakas. Seperti senter dan yang lainnya.

"Mau kemana kau Aslan?" tanya ibu yang sedang menonton tv malam itu.

"Aku ada urusan Bu. Ini penting sekali. Aku harus pergi sekarang juga," kataku lalu berjalan cepat.

Ibu berwajah emosi.

"Aslan tunggu!" panggil Ibu sembari berdiri dan mengejarku

"Kenapa,Bu?" Wajahku mengerut kan kening.

"Kau mau bertemu dengan perempuan kupu-kupu malam itu?" tanya Ibu dengan wajah mengintimidasi.

"Jangan mengatakan itu ibu. Namanya Jihan dan iya aku akan bertemu dengan dia. Karena dia sangat membutuhkanku sekarang juga," kataku dengan tegas.

"Aku tidak akan pernah senang jika kau membantu dia terus menerus ," kata Ibu dengan mata mendelik mendekat ke wajah Aslan.

"Bu, membantu orang itu sangat baik. Bagaimana mungkin kau tidak suka jika anakmu sendiri berbuat baik," sindirku dengan menatap wajah ibu.

Ibuku melirik kesal.

"Kau membantu seorang kupu-kupu malam. Apa-apaan itu, hm," ucap ibu tanpa berdosa.

"Ya Tuhan," seruku menggeleng gelengan kepala dengan tidak percaya.

"Aku tidak peduli, Bu." aku segera bergegas berbalik dan pergi keluar dari rumah.

Aku sama sekali tidak memikirkan dengan apa yang di katakan oleh ibuku. Bukannya aku mau menjadi anak yang durhaka namun aku benar-benar tidak tahu dengan fikiran ibuku. Aku tahu aku melakukan yang terbaik yang bisa aku lakukan untuk Jihan sekarang.

Aku masuk ke dalam mobil. Segera melaju di jalanan kota stuttgart. Kota yang tidak pernah sepi sekalipun sudah larut malam sekali. Lampu lampu yang menghiasi kota sangat terlihat jelas. Aku melewati hotel dan beberapa toko. Kini aku masuk ke dalam sebuah perumahan. Aku berusaha membuat mobilku tidak terlalu cepat berjalan. Aku tidak ingin ada seseorang yang mencurigai ku. Kini mobilku sudah berada di rumah. Namun aku tidak memarkirkan mobilku di rumah Jihan. Agar tidak ketahuan oleh Jack.

Aku keluar dari mobil. Suasana di perumahan sangat dingin dan juga sepi. Jalan aspal terlihat bersih sekali. Aku berjalan berusaha tidak mengeluarkan suara. Melewati rumput halaman milik rumah Jihan. Sebentar lagi aku akan sampai. Tenanglah semua pasti akan baik-baik saja. Aku sedikit gugup akan melakukan penyelamatan ini. Andai saja Jihan memperbolehkan aku untuk melaporkan ayahnya ke polisi.

Aku sudah berada di halaman belakang yang luas. Terasa gelap sekali. Aku mengeluarkan senter dari ranselku. Senter yang kecil namun begitu terang ke satu arah. Aku berusaha memfokuskan mataku untuk melihat ke bawah. Terdapat rumput yang begitu tebal. Aku rasa halaman belakang ini tidak pernah terurus.

Aku menemukan gundukan rumput. Itu yang di katakan oleh Jihan aku ingat sekali. Pasti di bawah rumput itu ada pintu masuk menuju ke ruang bawah tanah. Aku mencoba menyingkirkan rumput itu dengan alat seperti garpu makan raksasa. Aku membuka mataku lebar-lebar saat melihat ada sebuah segi empat berbahan besi.

Aku mencoba membukanya namun ternyata perlu tenaga yang lebih kuat lagi. Aku menghembuskan nafas dengan pelan lalu aku mengerahkan seluruh tenaga dengan sempurna. Kini terbukalah, segera aku turun ke bawah melalui anak tangga yang kecil ini. Aku sedikit kesusahan karena anak tangga begitu kecil. Setelah sampai mataku terbelalak melihat Jihan terbaring dengan wajah yang pucat.