Jihan memasuki lorong apartemen yang sepi bersama seorang laki-laki berbadan besar. Laki-laki dengan kulit hitam itu berwajah datar. Jihan sangat tidak nyaman. Karena laki-laki itu menggandeng dirinya dengan erat. Wangi dari badan pria di sebelahnya ini sangat menyengat. Jihan bahkan beberapa kali terbatuk-batuk.
"Kau cantik, tapi kenapa kau harus bekerja seperti ini?" tanya pria itu dengan wajah penasaran.
"Aku tidak menginginkan pekerjaan ini. Sebentar lagi aku akan pergi dari kota ini," ucap Jihan dengan datar. Ia menelan saliva berusaha kuat menahan sesak di dada.
"Hah, kau serius? Itu berarti walikota akan menjadi pelanggan terakhirmu?"
"Entahlah aku tidak tahu tapi aku sangat berharap itu," kata Jihan menatap dirinya di pantulan lift yang sedang berjalan.
Beruntung di dalam lift hanya ada mereka berdua. Itu memudahkan Boy berbincang dengan gadis itu. Di dalam lift terasa asing jika hanya diam. Karena kamar walikota di paling atas. Sehingga lift berjalan sangat lama.
"Jadi apa sebabnya kau melakukan pekerjaan ini?" tanya pria itu dengan sangat penasaran.
"Aku di paksa oleh ayahku dan hari ini aku akan kabur dari ayahku. Kau jangan bilang kepada siapapun ya?" kata Jihan dengan menodongkan jari telunjuknya seraya mata melotot.
"hah?" pria di sampingnya tampak tidak percaya.
"Aku serius. Siapa namamu?" tanya Jihan dengan cepat.
"Namaku Boy," jawabnya tegas.
"Kau harus berjanji tidak akan mengatakan kepada siapapun tentang ceritaku. Janji?" Jihan menyodorkan jari kelingkingnya.
Boy pun membalasnya dengan mengeratkan jari kelingking gadis di sampingnya itu.
"Kalau tidak salah namamu Jihan 'kan?"
"Ya kau benar sekali namaku Jihan. Dari mana kau tahu namaku?" tanya Jihan serius.
"Dari percakapan walikota dan ayahmu," jawab Boy.
Jihan mengangguk paham. Kini mereka berdua menatap pintu lift dengan seksama. Jihan sedikit lega karena setidaknya ia telah menceritakan kisahnya kepada Boy. Ia sama sekali tidak tertarik dengan Boy. Namun ia hanya ingin membuat beban di pikirannya sedikit berkurang. Entah kenapa ia kali ini mulai berani bercerita kepada siapa saja yang tidak di kenalnya. Mungkin kali ini Jihan memang harus lebih berani dengan semua kenyataan yang terjadi.
Jihan kini memasuki ruang kamar sendirian. Karena Boy sudah pergi dahulu. Ia memasuki ruangan dengan tembok berwarna coklat dengan beberapa lampu temaran di sudut-sudut tertentu. Ruangan yang cukup besar.
Kedua kakinya kini melewati tiga sofa yang saling melingkari meja kecil. Sementara di tembok ada televisi yang menempel dengan elegan. Perabotan yang ada di sekelilingnya tampak mengkilap sekali. Jendela besar di tutup oleh gorden berwarna lembut coklat.
Jari-jari panjang Jihan menyentuh bingkai foto dan melihat gambar yang terpampang. Foto keluarga sang walikota. Ia bahkan tidak tahu nama walikota di kotanya sendiri. Ia juga tidak ingin bertanya kepada siapapun.
"Gadisku rupanya sudah datang," seru pria berbadan tegap dan besar. Wajahnya terlihat bahwa ia adalah orang yang ramah. Rambut tipis menempel pada dagu dan kedua pipinya. Jihan melihat itu rasanya ingin mual sekali.
Jihan mencoba untuk memberikan senyuman manis palsunya. Ia lalu duduk setelah sebelumnya sang walikota itu yang menyuruhnya. Ia duduk di sofa yang empuk.
"Oh ya, kau tahu siapa aku 'kan?" tanya pria itu sambil duduk di samping Jihan.
Jihan kesal dengan tingkah pria di sampingnya itu.
"Ya tentu saja aku tahu. Kau seorang walikota 'kan? Tapi aku tidak tahu namamu," jawab Jihan selembut mungkin.
"Namaku Josh," ucap Josh dengan senyum manis.
Jihan menganggukan kepala.
"Jihan adalah namamu. Jihan nama yang bagus, kau juga sangat cantik Jihan," puji Josh dengan melihat lebih dekat wajah Jihan.
Jihan segera memundurkan diri karena tidak nyaman.
"Josh, apa kau mau minuman. Aku akan membuat minuman untukmu," ucap Jihan dengan cepat.
"Oke baiklah, kau memang sangat pengertian," kata Josh dengan senyum simpul.
Kini Jihan dengan segera berdiri dan berbalik menuju ke dapur. Ia langsung saja membuat minuman teh hangat dan ia menaburkan bubuk obat tidur lalu ia mengoreknya dengan sendok kecil. Hatinya sangat berharap Josh tidur dengan pulas sehingga dia mengambil uang Josh lalu kabur.
Kini Jihan berjalan pelan lalu sampailah di depan meja. Ia meletakkan minuman di depan Josh. Saat ia menawarkan minuman itu kepada Josh. Sang walikota malah tidak mau. Josh hanya mau meminum jika di bantu oleh Jihan.
Jihan dengan terpaksa mau mengikuti perintah Josh. Ia membantu minum Josh dengan pelan. Baru satu tegukan. Jihan memberikan minum lagi kepada Josh. Lalu saat Josh meminta Jihan untuk ke kamar. Jihan berpura-pura mandi terlebih dahulu. Josh tersenyum dan mengiyakan permintaan gadis yang di pujinya itu.
"Aku harus segera kabur dari tempat ini. Beberapa menit lagi pasti Josh akan tertidur sambil mendengkur," ucap Jihan dalam hati.
Kini setelah beberapa menit gadis berambut panjang itu memperhatikan gerak gerik sang walikota. Lalu tiba-tiba pria bernama Josh itu tertidur dengan sangat pulas. Jihan tersenyum licik. Ia sangat bahagia misinya kali ini berhasil dengan sempurna. Kini ia segera mencari dimana Josh menyimpan uang. Ia mencari di saku celana Josh ada beberapa lembar uang. Kini ia mencari dompet ke tas berwarna hitam yang di letakkan di atas meja. Jihan berhasil menemukan dompet itu. Ia membukanya lalu mengambil semua uang milik Josh. Uang yang ada di genggamannya cukup banyak.
"Maafkan aku pak walikota. Aku berjanji akan mengembalikan uang ini. Aku berusaha secepatnya akan mengembalikan uang ini. Aku pinjam uangmu dulu ya?" seru Juga sambil meringis melihat wajah Josh yang tua sudah tertidur sangat nyaman di sofa.
Kini dengan mengendap-endap Jihan berjalan menuju ke pintu. Tangannya membuka pintu itu dengan pelan. Lalu kepalanya menyembul menengok ke kanan dan ke kiri sebentar. Tidak ada orang. Ia langsung saja berjalan seperti biasanya. Ia memakai mantel tebal sehingga bajunya yang minim tidak terlihat.
Ia berjalan dengan anggun namun terlihat cepat. Tubuhnya sudah sampai di tengah-tengah pintu masuk yang besar. Ia berhenti sejenak melihat bahwa tidak akan ada Boy sang sekertaris walikota yang melihatnya.
"Rupanya kau sudah kabur?" tanya suara itu membuat Jihan kaget. Ia sangat kaget sekali karena ia sedang melihat ke arah lain dan tiba-tiba di sampingnya muncul wajah Boy yang garang.
Jihan sangat khawatir Boy akan menangkapnya dengan keras. Namun Boy tersenyum dan membiarkan Jihan pergi. Jihan sangat beruntung sekali mendapatkan itu dari Boy. Ia berjanji dalam dirinya. Akan membalas perbuatan Boy yang baik itu.
Kini ia berjalan bebas keluar dari gedung besar yang di sebut apartemen para orang kaya. Ia berjalan dengan cepat sambil mengotak-atik tangannya karena ia sedang memesan taksi online. Kini ia sudah mempunyai tujuan hidup yang sebenarnya.