Chereads / I NEED YOU TO SHINE IN THE LIGHT / Chapter 5 - 5. AYAH MENINGGALKAN AKU DI APARTEMEN

Chapter 5 - 5. AYAH MENINGGALKAN AKU DI APARTEMEN

Tak terasa dua jam sudah kami berdua menikmati danau yang luas dengan alas rumput hijau untuk tempat duduk. Aku bersyukur sekali Tuhan telah ngabulkan doaku. Ya, aku bisa berkenalan dan berbincang dengan gadis bernama Jihan.

"Sepertinya aku harus segera pulang sekarang," ucap Jihan sambil melihat layar ponselnya. Sepertinya dia membaca teks pesan dari seseorang.

"Kau sibuk ya?" tanyaku dengan hati-hati.

"Kita sudah dua jam di sini Aslan. Aku harus segera pergi. Aku akan bekerja," ucap Jihan dengan wajah serius.

"Oke baiklah kalau begitu aku akan segera pergi juga, sebenarnya sih aku sedang tidak banyak kerjaan akhir-akhir ini," jelasku sambil berdiri seraya membersihkan jelanaku Yang agak kotor.

Jihan tersenyum seperti mengejek melihat aku membersihkan sedikit kotoran.

"Dasar orang kaya," celetuk Jihan kalau tertawa kecil.

Aku melirik kesal.

"Kalau begitu aku pergi dulu ya, Aslan. Sampai jumpa kembali," seru Jihan sambil memundurkan diri pelan-pelan.

"Eh, tunggu!" kakiku mendekat kepadanya.

"Aku belum meminta nomormu. Bisa 'kan aku memintanya?" tanyaku dengan sopan sambil mengulurkan ponselku.

Dia meraih ponselku lalu mengetik nomor teleponnya. Aku segera menyimpan nomornya dengan nama gadis ajaib.

"Oke, aku sudah menyimpan nomormu. Terimakasih banyak atas waktumu. Aku sangat senang bisa berkenalan denganmu," ucapku dengan senyum manis.

Jihan hanya tersenyum lalu pergi melambaikan tangan kepadaku. Dia berbalik lalu segera berlari ccepat. Apa dia terlambat bekerja karena aku? Semoga saja tidak.

Aku berjalan menikmati pemandangan sekitar. Jalanan yang bersih dan pohon-pohon yang hijau serta langit biru sangat bersahabat. Mereka semua telah menjadi saksi pertemuan aku dan Jihan. Jihan Karbela adalah nama yang sangat indah. Wajahnya begitu manis walau hanya memakai make up tipis. Tidak seperti mantan kekasihku. Ya kebanyakan mantan kekasihku selalu memakai make up yang terlalu terlihat.

***

Jihan berlari kecil dengan cepat. Wajahnya terlihat panik. Ia terus bergerak cepat sambil sesekali melihat layar ponsel. Ia sangat berharap tidak terlambat dengan pekerjaannya. Karena ia sudah lelah di pukul oleh sang ayah.

Kini ia sudah sampai di depan rumahnya. Sebelum membuka pintu ia menarik nafas dengan panjang. Lalu berusaha meyakinkan diri ia harus berani menghadapi apa yang ada di depannya nanti.

Segera tangan putihnya membuka pintu dengan cepat. Pintu itu bersuara karena terbuat dari kayu. Kini wajah ayahnya ada di antara sofa berwarna abu-abu.

"Bagaimana mungkin kau bisa terlambat Jihan?" tanya ayah dengan wajah garang. Ia berdiri dari duduknya lalu mendekat ke arah Jihan yang ada di depan pintu.

"Maaf, Ayah. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi," ucap Jihan sambil menundukkan kepalanya.

"Kalau begitu cepat ke kamar dan ganti baju. Setelah itu ikut ayah naik mobil. Cepat!" perintah sang ayah dengan suara keras.

Jihan menahan tangisnya. Ia berlari dengan cepat ke kamarnya. Suara yang di keluarkan oleh kakinya membuat berisik rumah. Pintu terbuka lalu Jihan masuk ke dalam kamar dengan menatap cermin.

"Jangan menangis bodoh!" ucap Jihan dengan penuh penekanan. Ia membenci dirinya sendiri jika harus menangis seperti ini.

Tangannya yang halus segera mungkin menghapus jejak air mata di pipinya. Ia melakukan itu dengan kasar dan cepat. Segera ia membuka baju dan menggantinya dengan baju tanpa lengan dan bahu itu hanya sampai di atas kedua lututnya. Baju berwarna hitam yang berbahan tipis. Ia sedikit mengoleskan lipstik di bibir tipisnya lalu bedak di pipinya. Ia juga memakai eyeshadow tipis tipis berwarna coklat. Setelah dirasa dirinya cukup menarik. Kini ia menatap cermin kembali setelah memakai sepatu hak tinggi.

"Kau tidak boleh seperti ini terus Jihan. Kau harus bisa lari dari aturan yang di buat oleh ayahmu sendiri."

Jihan mengatakan itu dengan sangat tegas kepada dirinya sendiri. Ia berniat akan melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Mungkin beberapa hari sebelumnya ia telah gagal kabur. Karena tidak memikirkan strategi sama sekali. Kabur dengan bodoh. Ia tidak akan melakukan itu lagi.

Kini Jihan turun dari tangga dengan langkah cepat. Ia langsung menuju ke halaman depan rumahnya. Sang ayah sudah berada di dalam mobil dengan wajah mengerikan. Wajah yang tak pernah terlihat tersenyum.

Kini ia masuk ke dalam mobil dengan cepat lalu menutup pintu mobil rapat-rapat. Jantungnya sedikit berdekup lebih kencang dari biasanya. Ia berusaha melihat pemandangan jalanan yang lumayan ramai.

"Kau jangan sampai membuat masalah. Karena dia adalah pelanggan baru yang sangat di hormati di kota ini. Kau mengerti?" Wajah laki-laki bernama Jack ini melihat tajam sang anak.

"Iya aku mengerti, Ayah."

Jihan sama sekali tidak habis pikir dengan otak sang ayah. Bagaimana mungkin dirinya akan di pertemukan oleh seorang pria hidung belang. Sebenarnya rutinitas dan pekerjaan kotor ini sudah di lakukan oleh sang ayah bertahun-tahun. Saat usia Jihan menginjak usia sembilan belas tahun. Sang ayah langsung memperkerjakan Jihan dengan tidak waras.

Kini mobil berhenti di sebuah gedung tinggi dan megah. Mobil berada di samping gedung apartemen. Jack dengan wajah serius segera keluar mobil sambil menelpon seseorang. Sementara Jihan sedikit gugup. Karena ia sebentar lagi akan melakukan aksinya. Jihan memejamkan mata sejenak. Ia memikirkan bagaimana indahnya pergi dari sang ayah. Ia bisa menikmati apapun yang ia sukai.

"Aku harus kabur dari ayahku. Aku harus bisa melakukannya," ucap Jihan dalam hati dengan penuh keyakinan.

Kini setelah sang ayah selesai menelfon seseorang. Pria dengan wajah tegas itu masuk ke dalam mobil dengan cepat. Ia tampak bersiap-siap bertemu seseorang. Ia melihat ke kaca mobil dengan rambut klimis ya yang di rapikan.

"Sebentar lagi seseorang akan datang dan kau akan ikut bersama orang itu. Ingat apa kataku. Jangan pernah melarikan diri seperti hari-hari sebelumnya. Kau tidak akan pernah bisa lari dariku Jihan," ucap Jack dengan wajah ganas. Ayah yang seharusnya melindungi anak gadisnya justru mendorong gadis manisnya jatuh ke dalam lembah hitam. Sungguh ironis benar. Apa yang ada di dalam otak Jack hanyalah materi dan selebihnya ia sama sekali tidak menyayangi anaknya sendiri.

"Memangnya aku akan bertemu dengan siapa?" tanya Jihan penasaran.

"Dia adalah wali kota di kota ini dan kau harus selalu jaga sikap. Kau mengerti?"

"Iya, Ayah aku mengerti." Ucap Jihan lalu kembali menunggu sambil bersender di kursi.

Kini seseorang dengan setelan jas warna hitam dan kacamata yang bertengger di kepalanya menghampiri mobil Jack.

"Selamat siang Jack," ucap seorang yang ternyata adalah asisten dari wali kota.

"Siang, aku kira wali kota yang akan kemari," kata Jack di luar mobil sedang berdiri di hadapan sekertaris walikota.

Kini Jack menyerahkan anaknya kepada pria dengan kacamata hitam itu. Jack membisikkan sesuatu ke telinga Jihan. Intinya Jihan tidak boleh merusak kesan pelanggan yang super kaya itu. Siapa tahu sang wali kota akan memesan Jihan kembali.

Pria itu membawa Jihan masuk ke dalam apartemen dengan berjalan cepat. Jihan menggenggam mantelnya dengan erat. Ia sedikit ketakutan. Lalu melihat ke arah ayahnya sekilas. Berharap wajah sang ayah bisa membantunya. Ternyata mobil Jack sudah melaju dengan cepat.

"Aku seharusnya memang tidak berharap pada ayahku itu. Dia memang manusia jahat," ucap Jihan dalam hati.