"Sebenarnya kau ini bisa masak tidak sih? Kenapa bahan-bahan sebagus dan segar ini menjadi seperti ini? Ini kuali, kenapa kualinya jadi gosong begini sih? Kau ini wanita bukan sih? Kenapa tidak bisa memasak?" kata Tuan Alex yang marah-marah melihat wajan dan isinya yang sudah tidak berupa itu.
Sudah gosong berwarna kehitaman, bahkan sudah ada yang mengerak di dasar kuali itu. Tuan Alex yang melihat itu semua bertambah kesal, tidak habis pikir dengan cara memasak gadis itu. Gadis yang sebenarnya kini sudah menjadi calon istrinya. "Bagaimana bisa seorang gadis masak, kualinya sampaiĀ gosong seperti ini? Ini sudah tidak berbentuk, tidak estetik lagi!" kata Tuan Alex kembali mengomel.
"Kau bisa masak tidak?" tanya Tuan Alex kepada Erina. Kini menatapnya dengan tatapan mata tajam, seolah sedang menumpahkan kemarahannya melalui sorot mata tajam itu.
"Bisa. Saya bisa Tuan. Saya bisa memasak, tapi tadi saya sedang kurang fokus. Makannya saya teledor, sampai kuali itu gosong," jawab Erina dengan menggaruk lehernya yang tidak gatal. Merasa sangat malu karena dia memasak namun hasilnya malah gosong seperti ini. Gosong, hingga sama sekali tidak bisa dimakan sangat memalukan bagi seorang gadis yang biasa hidup mandiri. Seharusnya pekerjaan seperti ini bukanlah pekerjaan yang sulit, namun karena keteledorannya dia menjadi mendapat nilai minus di bidang memasak.
"Bisa memasang," Tuan Alex berbicara dengan nada sinis "Bagaimana kalau dapur inu sampai kebakaran karena ulahmu? Kau berbohong ya?" marah Tuan Alex, memarahi Erina yang dianggapnya berbohong bisa memasak padahal sebenarnya tidak bisa.
"Tidak Tuan, tidak. Saya tidak berbohong! Saya memang bisa memasak, itu tadi hanya kesalahan saja. Saya mengakui bahwa saya memang teledor. Saya tadi sedang memikirkan sesuatu saat sedang memasak, maka dari itu makanan yang sedang saya masak gosong. Saya mohon maafkan saya, Tuan!" kata 'mohon maaf' karena perkara masak nasi goreng gosong itu pun keluar juga.
Masalah kecil saja bisa sampai seperti ini! Batin Erina. Entahlah, dia tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dimasukinya nanti setelah menjalani pernikahan dengan Tuan Alex yang dingin itu.
"Kalau kau bisa memasak, tidak akan terjadi seperti ini bukan? Ini sangat memalukan! Ini tidak bisa sama sekali untuk dimakan," menunjuk kuali yang berisi nasi goreng gosong itu dengan jari telunjuknya.
"Maaf," satu kata itu yang diucapkan oleh Erina kepada Tuan Alex.
"Ada apa ini Kak? Kenapa ribut-ribut? Udah kayak tawuran aja, berisik banget nih dapur!" kata Nathan yang ikut nimbrung. Dia kini sedang minum di dapur, tepatnya meja makan. Mendengar suara yang sangat ribut dari arah dapur akhirnya dia menghampiri kedua orang yang sedang bersitegang itu.
"Sam, bereskan ini semua!" tanpa menjawab ucapan Nathan, adiknya. Setelah itu dia menarik tangan Erina, menariknya membawa keluar dari area dapur.
"Urus dapur, bersihkan kekacauan yang sudah dilakukan oleh gadis ini!" menunjuk Erina dengan dagunya. Paman Sam hanya menjawabnya dengan anggukan kepala, setelah itu Tuan Alex pun pergi dari sana dengan menarik tangan Erina entah akan dibawanya ke mana.
Moga-moga saja aku tidak dibunuh hanya karena nasi goreng sialan itu. Tidak lucu bukan kalau aku dibunuh hanya karena aku masak nasi goreng dan nasi gorengnya kosong. Aku pun sebenarnya tidak mau nasi goreng itu gosong, aku tadi sedang memikirkan masa lalu makanya aku tidak fokus. kata Erina di dalam hatinya.
"Kita mau kemana Tuan?" tanya Erina.
"Cukup kau ikut aku, tidak usah banyak bicara!" jawab Alex dengan dinginnya.
Dia ini memang bicaranya seperti ini atau bagaimana sih? Kenapa dari nada bicaranya tidak ada manis-manisnya sama sekali? Terdengar selalu dingin dan juga cuek, selalu saja begitu. Pikir Erina.
Ya,ya,ya kau rajanya! Aku bukanlah siapa-siapa. Maka dari itu aku tidak patut untuk membantah atau sekedar bertanya. kata Erina yang mengingat akan posisinya siapa bila sedang bersama Tuan Alex.
Tuan Alex menarik tangan Erina dari dapur menuju ke luar rumah. Lebih tepatnya menariknya menuju garasi mobil. Lalu menyuruh Erina untuk memasuki mobil, setelah itu Tuan Alex ikut masuk mobil dan melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah. Entah ke mana tujuannya Erina tidak tahu, disaat dirinya bertanya pun dia malah kena marah ketimbang mendapat jawaban. Maka dari itu, dia memilih untuk diam saja. Diam bila memang itu bisa menyelamatkan hidupnya saat ini.
Semoga saja Ini bukan terakhir kalinya aku naik mobil, aku masih mau hidup normal. Bila tidak hidup normal setidaknya aku ingin hidup. Aku belum ingin mati, dosaku masih terlalu banyak dan juga ibadah aku masih jarang-jarang. Aku tidak mau mati saat ini! kata Erina menatap ke depan. Tepatnya menatap jalanan. Sesekali dia memejamkan matanya, takut karena Alex melajukan mobilnya dengan kecepatan yang lumayan kencang.
Alex yang melihat itu pun memelankan laju mobilnya. Dia pun juga tidak tega melihat Erina yang ketakutan. Hingga sekitar dua puluh menit, kini mereka berdua sudah berada di sebuah restoran kelas atas. Yang mana biasanya hanya orang-orang berkantong tebal saja yang mendatangi restoran ini. Kenapa begitu, karena memang menu di restoran ini sangatlah mahal, tidak bersahabat dengan kantong kantong masyarakat biasa. Memang restoran ini hanya diperuntukkan untuk orang-orang beruang lebih.
"Turun!" kata Alex yang sudah turun duluan. Dia menyuruh Erina untuk keluar dari mobil. Erina yang mendapat perintah itu pun membuka pintu mobil, keluar dari sana.
"Ada apa Tuan?" tanya Erina.
"Temani aku makan. Aku lapar, mood-ku sudah rusak tadi di rumah. Makanya aku tidak mau makan di rumah dan kau tahu apa sebab aku tidak mood makan tadi. Itu karena bau masakan gosong itu menyebar ke seluruh ruangan! Membuat rumahku seperti rumah yang baru saja terkena musibah kebakaran. Kau paham maksudku?" kata Tuan Alex.
"Paham Tuan!" jawab Erina. Mungkin intinya, Tuan Alex ingin makan diluar ditemani oleh Erina. Hanya itulah yang bisa terlintas di pikiran Erina saat ini. Selain itu sepertinya tidak ada alasan logis untuk mereka berdua keluar dan makan bersama. Karena menurut Erina bau gosong tadi itu hanya di area dapur, tidak sampai ke ruang yang lainnya. Bila memang dia lapar seharusnya dia bisa makan di taman atau di tempat lain yang jangkauannya jauh dari dapur. Namun Erina rasa, Tuan Alex yang sengaja melakukan ini semua karena ingin keluar bersamanya.
Itu hanya dugaan Erina, dia pun tidak bisa memastikan kebenarannya. Yang dilakukannya saat ini, sebaiknya dia hanya mengikuti tuannya itu ke mana pun tuannya itu mengajaknya.
"Ayo!" kata Tuan Alex. Menggandeng tangan Erina. Erina yang melihat itu pun memelototkan matanya. Baru kali ini Tuan Alex mau menggandeng tangannya, memperlakukannya selayaknya calon istri sungguhan. Tidak seperti biasanya yang memperlakukannya menjadi budak atau pembantu.
"Jangan terlalu percaya diri, ini di luar makanya aku seperti ini," kata Tuan Alex yang melihat perubahan raut wajah Erina saat dirinya menggandeng tangan itu.
Melihat aku bahagia pun kau tidak suka! Sebenarnya maumu ini apa sih? Apakah kau tidak suka bila aku bahagia barang sebentar saja? Batin Erina, merasa sangat kesal.
Mereka berdua pun melangkahkan kakinya memasuki area restoran, memesan makanan lalu makan berdua di sana.
Bersambung