Dia sudah memiliki segalanya. Karir yang cemerlang, relasi tak terbatas, pendidikan tinggi dan pandangan orang sekitar yang kagum padanya.
Tapi ada satu hal yang aneh.
Ia sama sekali tak merasa senang.
Padahal ini semua adalah hal yang selalu ia impikan.
Tapi kenapa.
Dia tak punya pacar, sebab terlalu sibuk mengejar karir dan menempuh pendidikan, terlebih karena masa lalunya ia jadi tak bisa mempercayai seorang pria, atau lebih tepatnya ia belum bisa melupakannya.
Orang itu adalah Kania, ia menatap hamparan rumput sambil melamun.
Sejak membiarkan Arvin mengakui Kaira sebagai putrinya ia tak pernah lagi menghubungi adiknya itu, ia hanya beberapa kali mendengar kabar adiknya dari mama.
Semua yang Arvin katakan memang ia realisasikan dengan berakhir terusir oleh sang papa yang murka karena Arvin telah memalukan nama keluarga.
