"Ayah!"
DOR DOR DOR
Suara tembakan menggema di seluruh ruangan rumah besar yang mewah itu. Terlihat ada dua orang berbaju hitam serta memakai penutup kepala sedang memegang pistol dan mengarahkan tembakan ke atas atap rumah.
"Siapa kalian?!"
Sosok pria berbadan gemuk dan berumur 45 tahun sedang bertanya kepada sosok Laki-laki yang menodongkan pistol ke arahnya. Pria itu menggendong gadis kecil yang masih polos.
"Ayah siapa mereka?" tanya gadis tersebut dengan nada ketakutan.
"Alessa, dengarkan ayah. dalam hitungan ketiga kamu harus lari sejauh-jauhnya."
"Tapi ayah-"
"Tidak ada kata tapi. Satu, dua, tiga! Lari…!"
Pria tersebut berucap sambil menurunkan tubuh gadis itu agar menjauh dari mara bahaya. Namun….
DOR DOR DOR
Pistol itu berhasil menembus dada, kepala serta perut pria tadi.
"Ayah!!!" teriak Alessa.
Alessa hanya bisa menangis menyaksikan ayahnya dibunuh di depan kedua matanya. Ia belum jauh dari lokasi ayahnya tertembak. Dengan berani, gadis berusia 7 tahun itu kembali ke tempat ayahnya terkapar.
"Ayah," ucap Alessa dengan menggoncangkan tubuh ayahnya yang berlumur darah.
Dengan berani, Alessa menatap dua orang yang telah membunuh ayahnya.
"Siapa kalian?!"
Dengan badan yang gemetar karena menangis dan juga pasti syok karena melihat sosok yang dicintainya, keluarga satu-satunya yang Ia punya dibunuh dengan kejam di depan matanya.
"Kami adalah orang baik nona kecil" ucap salah satu laki-laki yang menembak ayahnya.
"Baik?! Kalian telah membunuh ayahku!" Isak Alessa.
Alessa memberanikan untuk berlari ke arah kedua orang pembunuh itu.
"Jangan," ucap laki-laki tadi kepada bawahanya yang sedang menodongkan pistolnya ke arah Alessa.
"Baik tuan," Ucap bawahan laki-laki tersebut.
Jarak Alessa dengan kedua orang itu mulai dekat dan dengan sekuat tenaganya ia memukul badan kekar laki-laki itu. Namun laki-laki tersebut malah terkekeh. Ia mengangkat Alessa ke gendonganya.
CRASH
"Ah!"
Luka sayatan tercipta di bahu laki-laki tersebut. Ternyata Alessa diam-diam ditanganya menyimpan pisau kecil yang ia dapatkan dari saku celana ayahnya.
"Tuan muda tidak apa-apa?!" ucap bawahannya dengan panik ketika melihat darah keluar dari bahu tuannya.
Memanfaatkan keadaan ketika laki-laki yang menggendong Alessa berbicara dengan bawahannya, dengan gesit ia menggingit tangan laki-laki itu sehingga membuat tubuhnya terjatuh dan ia berlari menjauhi kedua laki-laki tersebut.
"Sudahlah biarkan saja, tidak penting juga," ucap laki-laki tersebut dengan dingin.
"Ayo kembali ke rumah. Dia pasti sudah puas melihatku berhasil membunuh targetnya."
Laki-laki itu dan bawahanya berjalan menuju mobil dan melaju ke rumah yang sangat megah, besarnya melebihi ukuran rumah Alessa
Laki-laki tersebut berumur 9 tahun, tapi dia sudah bisa menembak dengan tepat sasaran. Bahkan dengan tanganya sendiri ia membunuh seseorang yang menjadi incaran ayahnya.
"Selamat datang tuan."
Para pelayan dengan kompak mengucapkan ucapan selamat datang pada tuan mudanya. Laki-laki itu tidak menanggapi salam dari para pelayan, dengan dingin ia langsung memasuki rumahnya.
Laki-laki tersebut melihat sosok pria kekar yang tengah duduk di depan televisi.
"Apa anakku yang pandai ini berhasil?" ucap pria yang sedang duduk tadi dengan seringai.
"Kenapa anda meragukan saya?"
Alih- alih menjawab pertanyaan ayahnya, laki-laki itu malah balik bertanya.
Pria tersebut melirik badan anaknya yang masih rapi namun ada bekas darah di bahunya.
"Dapat luka dari mana kamu?"
"Anaknya." jawab laki-laki tersebut dengan singkat.
"Sama anak kecil saja kamu kalah."
"Yang terpenting, saya sudah membunuh target anda."
Laki-laki tersebut menjauh dari ayahnya. Dari dulu ia tidak akrab dengan ayahnya karena ayahnya selalu saja pergi keluar negri dan tidak pernah menunjukkan rasa sayangnya kepada anaknya itu. Itulah yang membuat laki-laki tersebut berbicara dengan nada formal.
"Hhhhh… masih saja formal kepada ayahnya sendiri," ucap ayah dari laki-laki tadi.
"Bagaimana kabar dari gadis itu ya," gumam laki-laki tersebut dengan melamun.
"Ah! sayang. Kenapa dengan bahumu? ayo sini bunda kasih obat."
"Iya bunda…"
Berbeda dengan tadi, jika bersama ibunya, laki-laki tersebut akan menunjukkan sikap lembut. Dengan pelan ibundanya mengobati luka di bahu laki-laki itu.
"Bunda…" panggil laki-laki itu.
"iya sayang?"
"Apa membunuh itu salah?"
Bundanya terlihat berpikir sejenak memikirkan pertanyaan anaknya yang bertanya dengan ekspresi penasaran. Anaknya ini hanyalah anak kecil yang terjebak di badan besar. Umurnya masih 9 tahun namun badanya sangat bagus dan terlihat seperti umur belasan tahun.
"Tergantung dari orangny sayang. Kalau dia salah dan pantas dihukum ya tidak apa-apa. Kalau orangnya tidak salah kenapa harus dibunuh?" jawab ibundanya.
"Kenapa memangnya?" tanya ibundanya lagi ketika melihat anaknya sedang resah.
"Aku hanya kepikiran sama anak kecil yang ayahnya kubunuh tadi."
"Emm, kenapa tadi tidak dibawa saja ke sini, buat teman kamu" ucap ibundanya dengan jail.
Laki-laki itu hanya membuang muka dan tidak menanggapi omongan bundanya.
Di hati laki-laki itu, sebenarnya terus terlintas wajah gadis kecil yang ia tinggalkan tadi. Ada rasa bersalah namun ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Sementara itu Alessa berlari semakin jauh entah menuju kemana. Jiwa, mental serta perasaanya sangat kacau melihat ayanhya sudah tidak bernyawa dan ia tidak mempunyai siapapun untuk dijadikanya sebagai keluarga.
"Ayah…" isak Alessa.
Alessa terus menangis dan bingung mau kemana. Lapor polisi juga ia tidak tau caranya. Anak diusianya masih belum mengenal dunia luas. bahkan selama ini Alessa tidak pernah bersosialisasi dengan tetangganya. Sejak kematian ibunya hanya ayahnya lah yang menemani dan mengajaknya bermain. Namun hari ini ia mendapat sesuatu yang menyakitkan. Dengan pikiran yang kalut dan sangat sedih. Alessa tidak menyadari bahwa dirinya telah menyebrang ke tengah jalan dan terdapat mobil yang melaju ke arahnya dengan kecepatan penuh.
TINNNN TINNNN
BRAKK
Tubuh Alessa terpental sekitar 5 meter dari lokasi dirinya tertabrak. Darah mengucur dari kepalanya dan ingin sekali dirinya berucap namun nafasnya seperti tertahan di tenggorokan.
'Ayah… tadinya aku ingin sekali membalas dendam kepada seseorang yang membunuh ayah. namun sepertinya aku gagal. Sepertinya aku akan pergi bersama ayah.' ucap Alessa dalam hati.
Air mata dan cairan berbau anyir tersebut bercampur menjadi satu. Kepalanya sangat berat sekali, dan tubuhnya terasa sakit, saking sakitnya sampai-sampai mati rasa.
"Ay-ay-ah…Al-less-sa ja-jan-ji…akan me-mba-la-las ke-kem-ma-t-ti-tian a-ya-ah," gumam Alessa dengan lemah.
Pandangan Alessa mulai gelap, namun indra pendengaranya masih samar-samar. Ia mendengar langkah kaki mendekati dirinya dan terdengar seperti suara panik. Setelah itu pendengaran Alessa berhenti total. Denyut nadinya pun hilang, bibir yang semula bewarna pink sekarang menjadi pucat dan darah keluar di kepalanya dengan deras. 15 september 2000, Alessa dan juga ayahnya telah tewas dengan jiwa Alessa menyimpan dendam akan kematian ayahnya.
Dan pada hari sabtu, 15 september 2001 lahirlah bayi cantik dari Rahim seorang konglomerat. jiwa yang penuh dengan rasa dendamnya telah lahir kembali. Namun apakah ia berhasil membalaskan dendamnya dari kehidupan sebelumya. Dendam kepada seseorang yang sama sekali tidak ia ketahui wajahnya.