Tiada yang tau tentang rasa haus dari hati manusia, bahkan rasa cinta atau dendam pun diri sendiri terkadang keliru akan mengartikanya. Rasa haus dalam hati manusia bisa terjadi kepada siapa saja, salah satunya sosok gadis yang tengah duduk di bangku taman dan sedang menatap gelapnya langit yang diselimuti kilatan cahaya dari petir. Gadis cantik berusia 18 tahun itu memakai Dress hitam dengan lengan panjang dan memakai topi guna menutupi rambu panjangnya yang bewarna hitam legam.
Langit sudah memberi kode bahwa dirinya akan menurunkan hujan, namun itu tidak menggerakkan badan gadis tersebut untuk segera pulang. Tatapanya ke langit seakan penuh dengan tanda tanya.
"Apa benar aku pernah hidup sebelum ini?" gumamnya dengan tatapan yang masih ia tujukan ke langit.
ZRASH
Hujan mengguyur bumi dengan sangat deras seakan-akan memberi jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan gadis tersebut. Dress yang dipakainya seketika itu basah kuyup. Namun tak membuat dirinya untuk segera berteduh, tubuhnya seakan ingin meredamkan rasa panas yang mengalir.
"Apa benar di kehidupanku dulu aku adalah alessa?"
Gadis itu masih saja melontarkan pertanyaan entah kepada siapa. Ditengah derasnya guyuran hujan ia masih mengingat sesuatu yang membuatnya merasa ada yang janggal hari ini.
***
Kicauan burung di pagi hari telah membuat gadis yang tengah terlelap kini mengerjapkan mata lentiknya. Tanganya meraba botol besar yang berisikan air putih, lalu mendudukkan dirinya bersandar di ranjangnya. Dengan mata yang masih berat ia meminum air tersebut seperti seseorang yang belum minum lima hari.
"Hah… mimpi itu lagi," ucap gadis itu dengan nada bosan.
Selama 18 tahun ia memimpikan hal yang sama, didalam mimpi itu ada gadis kecil yang tertabrak karena sedih ayahnya dibunuh didepan matanya, dulu wajah dan nama gadis kecil itu tidak terlalu jelas dan malam tadi akhirnya wajah dan nama gadis itu semakin jelas, dan namanya Alessa. Di dalam mimpinya ia selalu diperingati bahwa Alessa ingin balas dendam untuk kematian ayahnya. Namun mimpi selama bertahun-tahun itu selalu ia abaikan dan menganggapnya sebagai mimpi biasa.
Ia memandang jendela besar yang ada di dalam kamarnya, sinar matahari sepertinya ingin menelisik ruangan yang besar dan sangat gelap itu, namun terhalang oleh tebalnya gorden yang terpasang di jendela. Perlahan-lahan gadis tersebut melangkahkan kaki guna menyibakkan gorden dan membuka jendela agar udara segar bisa masuk.
"Bisa-bisanya kamu membawa wanita lain ke dalam kamar kita!"
"Elora, Lihat ayahmu ini!"
Terdengar suara seorang wanita yang tengah marah di luar. Membuat gadis yang semula masih ingin menghirup udara segar di jendela menghela nafas.
"Hhhhhh. Ribut saja setiap hari," ucap Elora.
Elora sepertinya sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, orang tuanya selalu bertengkar dan akibatnya ia tidak mendapatkan keharmonisan sama sekali. Sebagai anak tunggal, jelas sekali ia sangat sedih dan kecewa, namun ia berusaha tegar dan menanggapi keadaanya ini dengan tenang.
Elora melangkahkan kakinya ke sumber suara yang memangginya tadi, disana terlihat bundanya naik pitam melihat wanita yang dibawa ayahnya tadi malam.
"Lihat ini! Ayahmu sungguh keterlaluan," ucap ibu Elora dengan menunjuk wanita yang berdiri di samping ayahnya.
"Sudahlah Kinaya, itu hakku membawa wanita lain," ucap ayah Elora sembari merangkul bahu wanita yang dibawanya.
"Astaga… hakmu? Lalu aku ini apa? Hakku juga untuk marah jika suaminya seperti ini!"
"Halah, jangan sok suci kamu. Elora asal kamu tau, ibumu ini juga main dengan laki-laki diluar sana!" ucap ayahnya, nadanya menunjukkan kebencian terhadap istri sahnya itu.
Elora sudah bosan mendengarkan ocehan seperti ini. Moodnya sudah hancur karena melihat hal menjijikkan seperti sekarang.
"Kalian itu sama saja. Jadi jangan saling menyalahkan, ayah setiap hari pesan wanita-wanita jalang. Bunda yang selingkuh dengan sekretarisnya sendiri. Kalian itu hanya tidak mau mengakui kesalahan diri sendiri, kalian tidak pernah memikirkan bahwa kalian punya anak. Anak kalian ini juga butuh keharmonisan kedua orang tuanya. Bukan hanya uangnya saja!" ucap Elora dengan kesal.
Ia berlari keluar rumah meninggalkan kedua orang tuanya. meskipun Elora sudah terbiasa dengan keadaan ini, tapi hatinya sangat sedih, ia tak kuasa menahan air matanya maka dari itu ia lebih memilih berlari keluar rumah.
"Lihat itu! Gara-gara kamu anak kita jadi seperti itu!"
"Aku? Kamu tidak punya malu ya mas?"
"Kamu sendiri yang tidak punya malu, selingkuh dengan sekretaris sendiri tapi berlagak sok suci."
"Terserahmu lah!"
Kinaya pergi meninggalkan suaminya. Sebenarnya Kinaya sadar bahwa ini kesalahan mereka berdua yang terlanjur gagal menjadi kedua orang tua bagi Elora. Tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Nasi sudah menjadi bubur ia sudah muak dengan suaminya, egonya dan ego suaminya sama-sama besar dan tidak bisa bersatu lagi. Namun jika mereka berdua bercerai, bagaimana dengan nama keluarga mereka, konglomerat yang terhormat ternyata mempunyai rumah tangga yang hancur. Maka dari itu ia dan suaminya masih tetap bersama meski tanpa cinta.
Elora melangkahkan kakinya, air matanya sudah berhenti dan sekarang dia sadar betapa bodohnya dia keluar rumah dengan baju seksi seperti ini. Dress hitam rambut panjangnya juga acak-acakan, tidak memakai alas kaki pula. Statusnya sebagai anak konglomerat sepertinya tidak cocok dengan penampilanya yang seperti ini.
ia berjalan dengan ditemani angin yang berhembus kencang, udara terasa dingin dipagi hari ini. Langit juga sedikit mendung. Elora melihat ada seorang nenek yang memegangi perutnya, nenek itu berambut gimbal panjang dan membawa sebuah kain untuk meletakkan barang bawaanya.
Dengan perlahan Elora mendekati nenek tersebut, dan merogoh kantong dressnya, beruntung ia mempunyai simpanan uang di sakunya. Ia memberikan uang seratus ribu pada nenek itu.
"Terimakasih nak"
"Sama-sama nek" ucap Elora dengan senyum tipis.
"Tunggu, nak"
Elora yang mau melangkahkan kaki meninggalkan kakek itu tiba-tiba terhenti. Ia menatap nenek itu "Iya nek, ada apa?"
"Kamu harus mencari seseorang yang menjadi tujuanmu hidup, agar jiwa kamu kembali bersih," ucap nenek tersebut.
Elora sangat terkejut dengan ucapan nenek itu. Ia tidak mengerti apa maksud dari ucapan nenek tersebut.
"Maksud nenek apa? Saya tidak mengerti."
"Nenek tidak bisa memberitahukanya sekarang. Intinya kamu harus berhasil membersihkan jiwamu yang terlihat penuh dengan kegelapan itu. Kalau kamu ingin mengetahuinya dengan jelas temui nenek lagi ya nak," ucap nenek tersebut dengan senyum miring yang sangat tipis dan hamper tidak terlihat.
Elora semakin bingung dengan ucapan nenek tersebut, ia memandang dirinya sendiri, apa ada penampilan dari dirinya yang salah sehingga membuat nenek itu berbicara seperti tadi.
"Apa nen- Hah?!"
Belum menyelesaikan pertanyaanya, Elora sudah terkejut dengan apa yang dilaluinya, nenek itu sudah tidak ada di tempat dan hanya terdapat sebuah kertas yang bertuliskan 'datanglah ke hutan pinggir kota dan temui lagi nenek.'
"Apa-apaan ini?" ucap Elora bingung.
Ia pergi dari situ karena merinding, nenek itu tiba-tiba menghilang. Dan membuang kertas tadi, tapi tanpa sepengetahuan Elora, kertas tersebut masuk ke kantong dressnya dengan sendiri. Elora kembali berjalan dan menyusuri taman yang penuh akan bunga bemerkaran.