"Kai?"
Mata Nevar terbelalak dengan manik bergetar hebat, dia masih tak percaya jika musuh yang selama ini diceritakan oleh Gael adalah muridnya sendiri.
Seketika itu tubuh Nevar bergetar hebat, ingatannya tentang Kai muncul begitu nyata. Semua janji, semua latihan dan seluruh dedikasinya selama ini ternyata hanya topeng? Sungguh ini hal yang sulit diterima bagi Nevar.
"Kenapa ….?" Suara Nevar bergetar. Seluruh auranya menghilang dan akhirnya dia tumbang dengan posisi berlutut menatap muridnya yang terlihat sangat menyedihkan.
"Gu … gu–ru …."
Dalam perasaan kacau, Nevar mencoba mendekat dan menguatkan hatinya. Terlihat jelas, wajah Kai berlumuran darah segar. Begitu pula dengan tubuhnya, mungkin tulang-tulangnya telah patah dan menimbulkan luka dalam yang sangat fatal.
Ada perasaan sedih dan kecewa yang mendalam di hati Nevar. Dia tak pernah menyangka jika salah satu muridnya akan berkhianat. Tapi ini juga hal yang sungguh mengejutkan.
Melupakan teknik rahasia Nevar tadi. Seorang Kai adalah murid Nevar yang paling lemah, tapi dia mampu bergerak cepat, melampaui Nevar.
"Beri aku satu alasan," ucap Nevar dengan penuh penekanan.
"E … Er–den. Dia mengancam keluargaku, aku terpaksa mengikuti perintahnya selama ini. Maafkan, aku guru …."
Seperti tersambar petir. Nevar terkejut setengah mati, tapi untuk apa salah satu tetua itu mengincar Park Sun-Hyung?
"Kau tahu alasan Erden melakukan ini?"
Tiba-tiba Kai memuntahkan darah segar. Matanya semakin tertutup, membuat Nevar sedikit menyesal telah melontarkan kekuatan penuhnya dalam serangan tadi.
"Ak–ku, tak tahu. Ma … ma–af."
Seketika itu tubuh Nevar langsung diselimuti aura gelap yang sangat pekat. Membara, membakar udara di sekitar tubuhnya hingga menghasilkan uap panas yang begitu besar.
"Sial!" Manik mata Nevar telah berubah menjadi merah pekat.
Saat ini dirinya telah dipenuhi amarah yang begitu besar. Membuat Nevar lepas kendali, tapi begitu melihat sosok Park Sun-Hyung yang tak sadarkan diri, Nevar perlahan kembali tenang. Dia harus kembali ke Alban dan melaporkan hal ini pada Reigan.
Dengan aura yang masih membara, Nevar membawa Kai dan Park Sun-Hyung pergi.
Jika benar Erden adalah dalang dari semua ini, pasti salah satu tetua itu merencanakan hal jahat lainnya. Nevar harus cepat, sebelum semuanya menjadi lebih fatal.
—
Kembali ke Alban. Pada sosok Victor yang masih saja murung di ambang jendela. Vampir itu masih belum sadar dengan apa yang telah terjadi di alun-alun. Dia sama sekali tak mendapat firasat buruk atau perasaan jagal, karena dirinya sendiri tengah dalam keadaan terguncang.
"Haruskah aku mengasingkan diri lagi?" Victor bertanya pada dirinya sendiri sambil melesat keluar melalui jendela.
Jarak rumah Reigan dengan alun-alun memang sedikit jauh, sehingga Victor masih belum sadar saat dia berdiri di jalan setapak. Sosoknya menatap nanar rumah yang beberapa hari belakangan dia huni, seakan mengisyaratkan perpisahan.
Victor menghirup udara malam, begitu santai melangkahkan kakinya di jalan setapak yang mengarah ke pintu keluar dari Alban.
Wajahnya semakin terlihat sedih ketika sudah sampai di ujung pintu masuk Alban. Dia mengingat wajah sahabatnya, Reigan dan orang-orang yang selalu ada di sisinya seperti Park Sun-Hyung, Gael, Nevar dan Nara.
"Kenapa pesta kalian terasa begitu sepi? Apa sudah berakhir dan kalian tertidur karena mabuk?" gumam Victor. Sekali lagi dia ragu dengan keputusannya.
Tiba-tiba Victor terkekeh, tapi kali ini terdengar sedikit berbeda. Dia tak bisa menutupi kesedihannya.
"Dasar Reigan, kenapa juga kau membuatku berjanji. Seperti orang bodoh saja."
Victor melesat ke atas atap salah satu rumah dan menatap ke arah alun-alun Alban.
"Sejak tadi aku memang merasa ragu dan itu membuatku kehilangan waspada. Hua-hahaha …."
"Ternyata ada yang sudah aku lewatkan. Jadi siapakah singa yang menggigit kawanannya sendiri."
"Ini menarik. Tempat ini dipenuhi orang-orang yang sungguh menarik! Hua-hahaha …."
Tawa Victor kini telah kembali seperti biasanya, terdengar seram dan menghanyutkan. Maka tanpa basa basi lagi, Victor melesat dengan tubuh diselimuti aura mengerikan.
—
Seseorang dengan gerakan cepat membawa tubuh Reigan di pundaknya. Sosok dengan pakaian serba hitam itu adalah Erden, dalang dari semua kekacauan yang saat ini melanda Alban. Dia bergerak melompati atap-atap bangunan dengan lincah, seakan hal itu begitu mudah. Tapi tiba-tiba dia berhenti. Aura gelap yang sangat kuat terasa sedang melesat ke arahnya dengan sangat cepat. Erden belum sempat bergegas saat Victor telah sampai di belakangnya.
Vampir barbar itu mendaratkan dirinya di atas atap dengan sangat tenang, seakan dia tak melakukan gerakan yang begitu gila. Jika diperhatikan baik-baik, tadi Victor melesat bagai cahaya hitam dan tiba-tiba sudah berdiri di belakang Erden. Sungguh ini akan menjadi malam yang panjang.
"Jadi kau yang menerkam kawanmu sendiri?" Nada bicara Victor terdengar meledek, bahkan tatapan vampir itu seperti meragukan Erden.
"Ke-kenapa bisa?" Erden telah dilanda kengerian. Tubuhnya gemetar hebat saat dia menatap Victor yang mulai terkekeh seram.
"Hua-hahaha … kau ini tetua bodoh! Katakan alasanmu sebelum aku berubah pikiran dan menghisap darahmu."
"Ak-ku …."
"Cepat bodoh!"
"Kenapa kau masih sadar? Bukankah tadi aku sudah menyiapkan darah beracun untukmu?"
Benar. Tadi setelah beberapa saat pesta dimulai, Nara mengantarkan secangkir kecil darah segar. Gadis elf itu mengatakan bahwa itu adalah hadiah dari para tetua di Alban, tapi beruntunglah Victor lebih berminat untuk hanyut dalam kesedihan dan keraguannya. Jika dia terpikat, maka sudah pasti nasibnya akan sama seperti yang lainnya.
"Hua-hahaha … lucu sekali kau ini. Darah? Apa aku akan tertarik begitu saja dengan darah?"
Mata Erden terbelalak, dia masih tak percaya jika rencananya yang sudah disusun rapi ternyata gagal.
"Ya ya, aku tahu. Kuperkenalkan sekali lagi, aku adalah Victor Sin-Nestia sang pengendali dan penguasa darah. Satu-satunya vampir yang mendapat gelar kebangsawanan dari dewa kehidupan."
Tiba-tiba Erden lemas. Tubuh Reigan jatuh dari pundaknya dan berguling di atap lalu jatuh begitu keras. Victor hanya diam, karena dia tahu sahabatnya bukan elf yang lemah.
"Kau benar-benar sosok yang ada dalam sejarah kuno?" Suara Erden tercekat.
"Akhirnya kau paham juga. Jadi sekarang jawablah pertanyaanku tadi, kenapa kau lakukan ini semua?"
"Aku hanya kesal pada Reigan. Dia terlalu bertindak jauh pada Park Sun-Hyung dan ini akan menjadi hal buruk bagi Alban kedepannya."
Tiba-tiba Victor bertepuk tangan pelan dan memperlihatkan wajah kagum yang dibuat-buat.
"Luar biasa, sungguh alasan yang …."
Victor menghilang dan muncul kembali tepat di belakang Erden.
"Meyakinkan sekali, Tuan Erden," bisik Victor tepat di samping telinga Erden.
"Jadi tak ada orang luar kah yang memintamu berbuat seperti ini?"
Tubuh Erden bergetar hebat, dia bisa merasakan dengan jelas hawa kengerian dari Victor.
Dengan susah payah, Erden menelan ludahnya dan memberanikan diri.
"Aku bisa jelaskan ini, tapi tolong maafkan aku. Kau bisa menyembuhkan semua orang dengan sihir penangkal racun."
"Lagi pula, aku tak bermaksud membunuh kaumku sendiri. Racun yang aku campurkan dalam minuman tadi hanyalah racun tingkat rendah. Kau bisa menyembuhkan mereka, Tuan Victor. Jadi tolong maafkan aku."
Victor menghela nafas. "Maaf?"
"Hua-hahaha …."
"Katakan yang sejujurnya atau lari lah dan aku akan membunuhmu dari kejauhan."
Tepat ketika Erden ingin mengucapkan sesuatu, tiba-tiba saja muncul sosok Nevar dan beberapa anggota tim pengintai. Mereka berdiri di hadapan Erden dan Victor dengan tatapan tajam.
Victor sendiri dapat merasakan aura berbeda dari Nevar, tak seperti saat melawan dirinya. Victor juga paham, jika saat ini mereka tengah sangat kesal. Dan jika diperhatikan baik-baik, tatapan mereka tertuju pada Erden.
'Jadi mereka sudah tahu,' batin Victor sambil memutar-mutar bola matanya begitu santai, seakan situasi ini bukanlah apa-apa.
Dengan gerakan sangat cepat, Nevar melesat maju dengan tangan kanan yang mengepal keras. Erden tak bisa melihat gerakannya, tapi Victor dengan mudah dapat melihat gerakan Nevar.
Sebuah dinding sihir yang sangat kuat berwarna merah transparan menghalau serangan Nevar. Itu adalah sihir milik Victor.
"Tenangkan dirimu, jangan gegabah. Jika kau membunuhnya sekarang, kita tidak akan tahu apa maksud dari semua ini."
Seperti tersambar petir, Nevar benar-benar melupakan hal itu. Ucapan Victor ada benarnya, bahkan beberapa anggota tim pengintai juga berkata setuju dan mulai membujuk Nevar agar tetap tenang.
Tanpa basa basi lagi, Victor menanamkan sihir pelumpuh pada leher Erden. Lalu Victor mencengkram kepala Erden dan menghempaskannya ke arah Nevar.
"Kata Reigan, kau adalah pemimpin tim pengintai. Keamanan Alban ada di pundakmu, bukan?"
Refleks, Nevar langsung menangkap tubuh Erden dengan sigap. Dia paham dengan maksud ucapan Victor barusan. Nevar sendiri mengakui bahwa dirinya juga bersalah atas kejadian ini. Sebuah keteledoran yang cukup memalukan.
"Jadi aku percayakan orang itu padamu, pasti kau memiliki cara untuk membuatnya berbicara. Lakukanlah sesukamu."
"Te-terima kasih, Tuan Victor."
Victor mengangguk pelan, lalu menghela nafas ketika menatap langit yang begitu gelap. Mungkin keputusannya kali ini akan membuat dirinya menjadi pecundang sekali lagi. Sungguh masa lalu yang memuakkan.
***