Meninggalkan Victor di ruang pribadinya, Reigan beranjak keluar untuk menghirup udara segar. Kepalanya terasa hampir meledak setelah melakukan diskusi dengan sahabatnya itu.
Kesimpulan yang mereka tarik tetap pada kecurigaan Reigan terhadap bangsa manusia di luar Hutan Nuv. Memang terlalu dini, tapi tak ada salahnya juga berpikir jauh ke depan.
"Ternyata menjadi panutan itu tidaklah mudah. Kenapa kalian para leluhur, mempercayakan semua ini padaku?"
Reigan tampak frustasi dan mulai bergumam tak jelas. Semua masalah ini memang terjadi setelah datangnya sosok Park Sun-Hyung, tapi Reigan tak bisa menyalahkan bocah rakus itu. Dirinya percaya bahwa ada sebuah alasan yang besar dan itu akan menjadi takdir Park Sun-Hyung.
Seperti janjinya, apapun yang terjadi, Reigan akan membantu Park Sun-Hyung untuk menemukan takdirnya agar bisa kembali ke dunia asalnya. Memang seperti omong kosong, karena Reigan sendiri masih ragu apakah sosok yang diramalkan itu benar-benar Park Sun-Hyung.
Udara malam semakin terasa dingin ketika Reigan memutuskan untuk masuk lagi ke rumah. Masih banyak hal yang harus dia kerjakan, jika dirinya sendiri tumbang hanya karena keraguan lalu bagaimana nanti dengan yang lainnya. Reigan tak bisa membayangkan hal-hal buruk yang akan terjadi jika dia lengah sekali lagi.
—
Pada waktu yang sama, di tempat yang sangat jauh dari Hutan Nuv. Dalam sebuah reruntuhan kuno yang penuh dengan batu-batu besar berukiran simbol-simbol aneh. Ada seseorang yang tengah menikmati dinginnya malam pada sebuah ujung batu berbentuk balok yang menjulang paling tinggi. Dia terduduk begitu santai menatap langit malam yang tengah muram.
"Sudah waktunya mencari wadah," ucapnya pelan.
Sesekali rambut putih panjangnya diterpa angin, terurai begitu indah pada wajah yang terlihat sempurna. Sosok itu memiliki rupa manusia dengan wajah mendekati kata cantik daripada tampan.
Tatapannya teduh, mengembara ke seluruh penjuru langit. Memperlihatkan manik matanya yang juga berwarna putih. Terlihat juga, pola pada manik matanya, berbentuk lingkaran hitam. Beberapa kali berubah warna, antara biru dan merah.
Lalu tiba-tiba sosok itu tertegun, seperti mendapatkan sesuatu yang sejak tadi dia tunggu-tunggu.
"Jadi dua roh agung telah bangun dari tidurnya. Hm … menarik juga."
Setelah bergumam, dia bangkit berdiri, membiarkan tubuhnya lebih leluasa merasakan udara malam.
Pakaian serba putih yang dia kenakan hampir mirip dengan kimono, terlihat senada dengan warna kulitnya yang sedikit pucat.
"Dunia ini sebentar lagi akan menjadi abu."
Tiba-tiba angin berputar di sekitar tubuhnya, semakin lama semakin besar. Lalu dia melesat sangat cepat ke atas langit, seperti cahaya putih yang terbang begitu saja. Sungguh tingkat kekuatan yang luar biasa, bahkan tempatnya berpijak tadi telah hancur berkeping-keping.
—
Hari telah berganti. Pagi yang cerah telah menyambut Alban, tapi Park Sun-Hyung, Reigan dan Victor sudah tak ada di sana. Mereka bertiga kembali pergi ke Tebing Elve untuk melanjutkan latihan Park Sun-Hyung. Hal ini memang sedikit membuat Reigan khawatir. Setelah kejadian semalam, dia tak bisa tenang, apalagi jika harus meninggalkan Alban untuk melatih Park Sun-Hyung seperti saat ini. Namun sekali lagi dia harus lebih percaya pada Gael, Nevar, Tratas dan Aster yang tadi menemaninya menuju rumah Park Sun-Hyung.
Mereka semua meyakinkan Reigan bahwa akan menjaga Alban dan tentu itu bukanlah hal yang sepele. Lalu pada akhirnya Reigan hanya bisa percaya pada mereka. Dia terpaksa meninggalkan Alban demi melatih Park Sun-Hyung di Tebing Elve. Bukan tanpa alasan, tempat itu memang sangat cocok untuk melakukan latihan cepat bagi pemula.
Suasana alami Tebing Elve dan aura spiritual yang kuat akan membuat latihan Park Sun-Hyung lebih efisien. Bukan hanya Park Sun-Hyung seorang yang dilatih oleh Reigan di tempat ini. Sosok Gael juga pernah mengalami hal yang sama dan bagaimana hasilnya? Tentu bisa dilihat, Gael sekarang ini bisa dikatakan hampir setara dengan Reigan.
"Paman Reigan, hari ini kita latihan apa?" tanya Park Sun-Hyung antusias.
"Seperti kemarin. Kau harus bisa mengolah mana atau energi kehidupanmu dulu, baru kita lanjut ke tahap berikutnya. Jadi seriuslah dalam berlatih. Aku dan Victor akan mengamatimu, jadi kau bisa melakukan kapanpun kau siap."
Terlihat jelas raut kecewa di wajah Park Sun-Hyung. Dari rumah dia bersemangat karena berpikir akan diajari teknik-teknik sihir, tapi ternyata masih sama dengan yang kemarin.
"Yah … Paman Reigan, tak bisakah kita langsung ke tahap sihir saja."
Reigan menghela nafas, lalu memberikan tatapan tajam pada Park Sun-Hyung.
"Untuk mempelajari sihir perubahan, setidaknya kau harus bisa mengubah mana milikmu menjadi aura dulu. Mengerti?"
Terlihat jelas, Park Sun-Hyung semakin kecewa.
"Ya terserah Paman saja! Aku akan menguasai pengolahan mana hari ini, jadi besok Paman harus mengajariku sihir yang hebat, setuju?"
Tiba-tiba Victor terkekeh ketika melihat Reigan yang sedikit terkejut. Menguasai pengolahan mana dalam satu hari adalah hal yang mustahil, tapi Reigan melihat kesungguhan di mata Park Sun-Hyung.
"Ya, cobalah saja, Tuan Park."
"Hm! Aku mulai!"
Park Sun-Hyung memposisikan tubuhnya duduk bersila di atas batu altar teleportasi. Reigan dan Victor langsung beranjak menjauh dan memperhatikannya dengan penuh harapan.
'Standby mode,' batin Park Sun-Hyung.
System bar Health Point dan Mana Point langsung muncul di pojok atas bagian kiri area padang Park Sun-Hyung.
[ Standby Mode telah aktif ]
Jendela notifikasi kecil seukuran kalimat yang tertera pun juga muncul. Park Sun-Hyung tersenyum puas, dia akan mencoba mengolah mana dengan mode standby pada system yang dia miliki.
Perlahan mata Park Sun-Hyung terpejam, dia berkonsentrasi penuh pada seluruh energi dalam tubuhnya. Selang 15 menit kemudian samar-samar Park Sun-Hyung bisa merasakan aura hangat mulai menyelimuti kulitnya. Semakin lama semakin terasa kuat hingga akhirnya Park Sun-Hyung membuka matanya dan mendapati sekujur tubuhnya telah diselimuti aura emas yang transparan.
Di hadapannya, Reigan dan Victor terbelalak. Keduanya tak berkedip sama sekali, bahkan juga menahan nafas. Karena yang mereka lihat ini bukanlah hal sepele. Seorang Park Sun-Hyung dapat mengolah mana dengan begitu cepat. Jika ada rekor tentang itu, mungkin dia telah mendapat waktu tercepat.
Tapi jujur saja, pengolahan mana itu terasa lebih mudah ketika Park Sun-Hyung dalam mode standby. Hanya seperti membuka sebuah pintu dalam dirinya dan tiba-tiba saja aura hasil pengolahan mana miliknya keluar begitu saja.
Tiba-tiba Victor terkekeh keras sekali sampai perutnya sakit. Vampir itu benar-benar tak menyangka jika bocah konyol yang selama ini membuatnya terhibur adalah orang yang sangat berbakat. Tentu saja ini bukan lagi jenius, lebih tepat jika dikatakan hal gila, karena pada umumnya orang berbakat saja membutuhkan waktu berminggu-minggu.
"Kau …." Suara Reigan tercekat, dia tak mampu melanjutkan ucapannya.
"Bagaimana, Paman?"
Victor bertepuk tangan dengan wajah kagum yang begitu tulus dan entah mengapa Reigan mengikutinya.
"Bagaimana bisa kau melakukannya dengan sangat cepat?"
Melihat Reigan yang masih shock itu, Park Sun-Hyung berlagak keren dengan berkacak pinggang.
"Huh, ini terlalu mudah, Paman. Aku melakukannya seperti sedang membuka sebuah pintu di tubuhku."
"Hah!" Reigan masih tak percaya.
"Hei-hei, sahabatku. Harusnya kau senang, kita tak perlu membuang-buang waktu untuk mengajarkan teknik dasar itu."
"Wah, Paman Vampir paham juga. Kita sepemikiran, haha …."
Park Sun-Hyung dan Victor melakukan tos di hadapan Reigan yang masih tertegun seperti orang konyol.
***