Chereads / PELAKOR IS DEVIL / Chapter 4 - Jerat Cinta Si Pelakor

Chapter 4 - Jerat Cinta Si Pelakor

"Jangan pernah memasukkan wanita lain ke dalam rumahmu Jika ipar saja maut, apalagi sebatas sahabat?"

"Hai, sorry ya, udah waiting aku?" sapa Oma Siska saat bertemu dengan geng sosialitanya.

"Nggak apa-apa," ujar Oma Rina, sambil mereka kiss-kiss manja ala oma-oma.

"Demi hangout bareng kalian nih, aku sampai bawa cicitku. Nggak masalah kan?" tanya Oma Siska pada geng sosialita oma cantiknya.

"Oh, nggak apa-apa."

"Eh, kalian tahu nggak, dirumah anakku lagi rame joget-joget, apa gitu aplikasinya," kata Oma Rindu bercerita.

"Alia tahu. Itu tiktok!" ujar Alia ikutan nimbrung.

"Ooo ... tiktok," jawab mereka bersamaan.

"Yuk, Alia ajarin!"

"Yuk, boleh nih!"

Alia mengambil gawainya dan mulai membuka aplikasi itu dan mengajak oma-oma cantik itu berjoget layaknya ABG.

Oma Siska pun ngambeg dan mengajak Alia pulang.

****

"Kamu ganti baju pakai bajuku dulu ya," ujar Amaliya pada Eliza saat mereka sampai di rumah megah Amaliya dan Mihran.

Eliza pun mengangguk.

"Sayang, aku antar Eliza ke kamar tamu dulu ya," kata Amaliya. Mihran pun mengangguk.

Amaliya pun memberikan baju ganti pada Eliza dan berpamitan keluar agar sahabatnya itu bisa menenangkan diri sejenak.

Eliza masuk ke kamar mandi dan membuka shower.

Eliza pun membiarkan tubuhnya basah tersiram air yang mengalir dari shower. Ia pun membiarkan baju pengantin itu tetap terpasang.

Eliza menangis sesegukan.

Kata-kata Mihran sesaat sebelum pernikahannya terus saja menghantui Eliza. Juga bayangan kemesraan yang ditunjukkan Amaliya dan Mihran dihadapannya. Sungguh menyakitkan.

"Betapa beruntungnya kamu, Amaliya. Kamu punya segalanya. Karir yang bagus, keluarga yang menyayangimu, anak dan suami juga cinta yang utuh ...."

Eliza pun meluruhkn tubuhnya ke lantai. Dengan shower yang tetap menyala, ia biarkan tubuhnya terus dialiri air, sama seperti airmatanya yang terus mengalir.

"Andai kamu tahu, Amaliya, alasanku menangis ... Aku menangis karena tinggal selangkah lagi aku melupakan suamimu tetapi semuanya gagal, hancur berantakan. Dihadapanmu dan dihadapan Mihran, aku hanya orang yang patut dikasihani. Apa ini akan selalu menjadi kejadian tragis dan menangis dihadapan kalian."

****

"Sayang, kamu benaran mau tidur sama Eliza?"

Mihran layaknya anak kecil yang sedang marah saat keinginannya tidak terpenuhi. Wajahnya kesal.

"Sayang, kamu jangan kayak anak kecil ah. Aku cuma mau mastikan malam ini dia tenang. Kamu tahu kan, hari ini banyak hal berat yang dia lewati," bujuk Amaliya mencium kening suaminya.

"Ya udah deh," ujar Mihran. Setengah hati ia pun mengijinkan dan tersenyum juga membalas mencium kening Amaliya.

Alia pun masuk ke dalam rumahnya. Oma Siska yang marah pun hanya mengantarnya tanpa ikut turun dari mobilnya.

"Tante siapa?" tanya Alia sambil menarik ujung baju Eliza.

"Hei, ini pasti Alia. Tante Eliza, kawannya Bunda," ujar Eliza mengulurkan tanggannya. Alia bersikap dingin dan berlari.

Di depan kamarnya, Alia pun mengeluarkan gawainya. Ia mencoba menghubungi Oma buyutnya. Tetapi panggilan Alia tidak juga digubris oleh sang Oma yang masih marah karena merasa dicuekin saat dicafe tadi.

"Alia telepon Oma ya? Tante kangen deh sama Oma," tegur Eliza, membuat Alia kesal.

"Tante ikutin Alia ya?" ujar Alia mendengus.

"Nggak kok. Alia, Tante Eliza kan sementara akan tinggal di sini, boleh nggak kita jadi akrab?" bujuk Eliza.

Tanpa menjawab, Alia pun masuk ke dalam kamarnya. Eliza pun tersenyum melihat tingkah gadis kecil yang menggemaskannya itu.

Di dalam kamar Alia

Alia terus berusaha menghubungi Oma Siska. Akhirnya usaha itu pun membuahkan hasil.

[Hallo, kenapa?]

Oma Siska masih ketus menjawab panggilan cicit kesayangannya itu.

[Oma, please deh! Jangan suka pura-pura benci! Alia mau curhat nih Oma. Oma, sekarang Tante Eliza tinggal di rumah Alia]

Info dari sang cicit membuat kuping Oma Siska pun panas.

[Whaaaaaaattttt????]

Oma Siska pun menahan gemuruh amarahnya dan mematikan gawainya.

"Lihat saja nanti!" gumam Oma.

****

"Kamu mau tidur sama aku?" tanya Eliza, saat Amaliya datang menghampirinya di kamar dengan membawa dua set mukena.

Amaliya pun mengangguk

"Aku kangen deh saat kita SMA dulu. Aku sering menginap di rumah kamu. Kamu dulu sering bilang kesepian karena kamu anak tunggal dan hanya berdua sama papa kamu di rumah," ujar Amaliya mengingat memori persahabatannya dengan Eliza semasa sekolah dulu.

Eliza pun tersenyum.

"Sekarang kita salat bareng-bareng yuk sebelum tidur. Supaya hati kamu lebih tenang," ajak Amaliya.

Amaliya dan Eliza pun mengambil wudhu.

Eliza dan Amaliya pun salat. Selesainya, Amaliya dan Eliza pun sama-sama berdoa.

Amaliya prayer's

Ya Allah jagalah sahabatku. Jangan biarkan dia sedih berlarut-larut. Pertemukanlah dia dengan jodoh yang tepat Jodoh yang Engkau pilihkan untuknya. Sungguh, tidak ada kebahagiaan yang lebih indah saat aku melihatnya bahagia bersanding pria yang mencintainya .... "

Eliza prayer's

Ya Allah, selama ini hamba berusaha untuk mendapatkan cinta. Tetapi, hamba selalu gagal. Ada ruang kosong di hati hamba. Ruang yang dulu ditinggalkan seorang yang mati-matian hamba lupakan. Ya Allah, hamba mohon, berikanlah cinta ke dalam hidup hamba. Agar ruang kosong itu terisi oleh cinta yang mampu membuat hamba bahagia."

Amaliya prayer's

Ya Allah, pertemukanlah Eliza dengan cinta sejatinya ...."

"Berhati-hatilah pada setiap wanita di luar, sekalipun itu sahabatmu sendiri."

Amaliya sudah tertidur. Eliza terbangun karena ia haus. Eliza pun memutuskan keluar kamar sendiri tanpa membangunkan Amaliya yang terlihat lelah dan sudah pulas tertidur.

Saat mengambil minuman, Eliza melewati ruang kerja Mihran. Terlihat, Mihran masih bekerja, walau sudah pukul 23.00.

"Bertahun-tahun aku bersembunyi darimu. Selama ini aku hanya melihat wajahmu yang tersimpan dalam kenanganku. Sekarang, kamu ada didekatku. Dan aku masih merasakan getaran yang sama saat memandangmu."

"Aku harus pergi, sebelum Mihran melihatku," batin Eliza.

"Hei, El, ngapain kamu disitu? Ayo sini, masuklah, kita ngobrol di sini," tegur Mihran.

"Kamu kenapa belum tidur? Masih kepikiran soal tadi?" tanya Mihran sambil menyuruh Eliza duduk di dalam ruang kerjanya.

Eliza hanya mengangguk.

"Kamu sendiri kenapa belum tidur?" tanya balik Eliza pada Mihran.

Mihran pun tertawa.

"Kamu tahu nggak, selama 8 tahun menikah, baru kali ini aku tidur terpisah dari Amaliya dan hanya kamu yang bisa melakukannya," ujar Mihran tertawa.

Eliza pun tersenyum.

"Jujur aku kagum dengan kemesraan kalian. Lebih tepatnya aku iri.Mihran, menurut kamu, apa aku berhak bahagia?" tanya Eliza dengan tatapan penuh tanya pada Mihran.

Mihran menarik nafas panjang.

"El, semua orang berhak bahagia. Termasuk kamu. Aku yakin, suatu saat nanti kamu akan menemukan jalan bertemu dengan pria yang tepat. Pria yang Allah pilihkan untuk menjadi jodoh kamu," jawab Mihran sambil sesekali ia mencari lembar berkas kerjanya.

Eliza say's

"Selama ini aku selalu berdoa sama Allah, jika dia bukan jodohku maka jauhkanlah tetapi jika dia jodohku maka dekatkanlah. Hari ini jelas Allah menjauhkanku dari Dygta, karena dia bukan jodohku. Tetapi, apa alasan Allah terus mendekatkanmu padaku, Mihran, padahal sudah pasti, kamu bukanlah jodohku. Apa sebenarnya rencana Allah terhadapku?"

Netra Eliza terus melihat ke arah Mihran yang sibuk dengan berkas-berkasnya walau ia sedang berbicara dengan hatinya sendiri.

"Kamu lagi ngerjain apa sih, Mihran?Kok sampai larut malam begini," tanya Eliza yang melihat kesibukan lelaki yang sangat dipujanya itu.

"Oh ini, aku lagi ikutan peaching salah satu brand ngetop. Dan ini memang jadi kesempatan besar banget buat perusahaan aku," terang Mihran.

Eliza mengangguk mendengarkan penjelasan Mihran.

Amaliya pun terbangun, mencari keberadaan Eliza yang sudah tidak ada dikamarnya lagi.

"Ke mana Eliza?" batin Amaliya.

"Karena aku yakin, kalau aku mendapatkan kesempatan ini maka ke depannya akan banyak brand-brand besar yang masuk ke digital agency aku. Ya maklumlah, selama ini yang kutangani banyak brand-brand kecil, makanya Papanya Amaliya suka meremehkanku, katanya perusahaanku nggak maju-maju," sambung Mihran.

Eliza tersenyum, "Andai saja aku bisa bantu kamu."

"Serius kamu mau bantuin aku?" tanya Mihran yang kini menatap ke arah Eliza.

Mihran pun duduk disamping Eliza

"Gimana kalau kamu aku ajuin jadi calon brand ambasadornya? Soalnya aku bingung nih, semua kandidat yang aku ajuin ditolak sama mereka. Aku bingung nih, mau cari kandidat lain. Gimana?" ujar Mihran setengah memohon.

Eliza seketika berubah wajahnya

"Ayo dong, katanya kamu mau bantuin aku? Kamu ini kan sekarang model terkenal, status kamu model internasional," imbuh Mihran.

Seketika Eliza menyesal dengan perkataannya untuk membantu Mihran.

"Aku yakin, klienku setuju kalau kamu jadi brand ambasador mereka," ujar Mihran.

"Duh, gimana nih? Pakai acara nawarin bantuan segala tadi. Kalau nanti aku kepilih kan bakal terus bersama Mihran," batin Eliza.

"Eliza, please, tadi kamu bilang mau bantuin aku?" pinta Mihran sekali lagi.

"Kasihan Mihran, mungkin ini yang terakhir kalinya untuk membantu Mihran, sebelum aku menyingkir selamanya dari kehidupan Mihran," batin Eliza.

"Gimana?" tanya Mihran.

Eliza pun mengangguk dan tersenyum

"Serius mau bantuin aku?" tanya Mihran sekali lagi.

Eliza tersenyum, "Iya."

"Makasih ya," ujar Mihran memegang tangan Eliza sebagai ucapan terimakasih.

"Kamu itu memang sahabat terbaik aku," ujar Mihran.

Eliza pun tersenyum.

****

"Kamu di sini sexy," ujar Mihran.

Amaliya berjalan perlahan, mencari arah suara Mihran, suami yang sangat dicintainya.

Mihran dan Eliza sedang memilih beberapa foto untuk diberikan pada Klien Mihran nantinya.

"Ini sexy." Mihran dan Eliza tertawa bersama.

"Coba yang satu lagi," kata Eliza.

"Nah, kalau yang ini agak mendingan," ujar Mihran.

Amaliya pun menarik nafas panjang saat melihat Mihran sedang berbicara dengan Eliza di ruang kerjanya.

"Hei, Sayang," tegur Mihran saat melihat Amaliya masuk.

"El, kamu di sini?" tanya Amaliya.

Amaliya pun memeluk mesra suaminya, duduk di kursi tempat Mihram duduk.

"Tadi aku kehausan terus lihat Mihran masih kerja," jelas Eliza.

"Tadi kami ngobrol, ElIza mau bantuin aku untuk dapatin project yang lagi aku tanganin. Jadi gini, aku ajuin Eliza jadi brand ambasador mereka. Tadi kita lagi cari foto. Foto Eliza tuh sexy-sexy, sedangkan, klien aku butuhkan yang elegan. Karena segmennya family. Kamu bantuin aku dong cari foto-foto Eliza buat presentasi aku," terang Mihran.

"Pantesan tadi aku dengar foto sexy, foto sexy, ternyata Eliza? Pikiran aku dah ke mana aja. Nggak tahunya Eliza. Uh, awas aja kalau perempuan lain," kata Amaliya menggerumus wajah Mihran manja.

"Oh, istri aku ini masih bisa cemburu ceritanya nih?" ejek Mihran.

"Iya dong. Kalau aku nggak cemburu tandanya nggak sayang sama kamu!" kata Amaliya bergelayut manja dengan Mihran di depan Eliza.

Eliza pun dibuat kik kuk tetapi berusaha tersenyum menutupi kepahitan hatinya.

"El, makasih ya udah mau bantuin Mihran. Ini berarti banget buat dia," ujar Amaliya.

Eliza pun mengangguk dan tersenyum pada kedua sahabatnya itu.

"Dan aku yakin pasti ada sesuatu kenapa kamu kembali ke sini. Terutama kembali pada kami," ujar Mihran.

"Iya, pasti takdir yang membawa kamu kembali ke sini," kata Amaliya tersenyum.

Eliza berusaha tersenyum

Apakah ada takdir baik dengan kembalinya seorang sahabat?

bersambung ....