Chereads / Dendam Cinta Masa Lalu / Chapter 5 - Hukuman

Chapter 5 - Hukuman

-

"Apa yang anda inginkan sudah saya siapkan, Tuan. Mereka semuanya sudah siap untuk bertemu dengan anda sekarang," ujar Alex. Laki-laki itu berkata sembari menatap sang atasannya, yang sedang mengenakan kemeja putih pada tubuhnya di depan cermin, tepatnya di dalam ruang walk in closet miliknya.

"Apakah kau benar-benar sudah mengumpulkan semuanya, Alex? Soalnya aku tidak mau ada sampah yang tertinggal di sini," jawab Aaron, tanpa mengalihkan tatapannya sedikit pun dari cermin. Sekarang, laki-laki tampan itu terlihat sedang mengenakan jas berwarna kecoklatan, yang senada dengan warna celana bahan yang dia kenakan.

"Kemarin, aku sudah memeriksa data dan bukti-bukti yang mendukung kesalahan mereka, Tuan. Dan dengan bantuan para anak buah kita, aku bisa menemukan mereka semua dan mengumpulkan mereka dalam satu tempat yang sama. Aku bisa pastikan, kalau mereka semua terlibat dalam masalah defisit keuangan itu dan aku berharap kalau kau bisa mempercayaiku atas itu," jawab Alex, dengan panjang lebar.

Terakhir, Aaron terlihat melingkarkan jam merek Rolex dengan aksesoris diamond berwarna silver, dalam pergelangan tangan kirinya.

"Kau mengerjakannya dengan baik, Alex, dan aku harap, kau tidak menjadi seseorang yang ceroboh seperti kemarin itu," ucap laki-laki itu kemudian.

"Baik, Tuan."

Selesai.

Aaron selesai dengan penampilan dirinya. Lalu, laki-laki itu membalikan tubuhnya dan berjalan mendekat ke arah Alex, yang sedari tadi tidak mengubah posisi berdirinya di salah satu sisi ruangan walk in closet.

"Alex, mereka sudah berada di tempat biasa?" tanyanya.

"Iya, Tuan. Di ruangan belakang, tempat khusus milik anda," jawab Alex, tegas.

Dan tidak lama setelah itu, kedua laki-laki tampan berbeda usia itu langsung menuju tempat yang akan menjadi alasan mereka pergi sekarang ini. Sebuah tempat, di mana menjadi ruangan khusus berkumpulnya para manusia, yang Aaron panggil dengan sebutan sampah.

-

Setelah mengendarai mobilnya menuju taman belakang rumahnya, Alex dan Aaron pun akhirnya tiba di depan sebuah rumah kecil, berukuran panjang dan lebar sekitar tiga kali lima meter. Cat dinding rumah itu berwarna hitam, sangat kontras dengan lantainya yang berwarna putih.

Dan di sekeliling rumah itu, terdapat sekitar lima belas orang berpakaian lengkap, dengan proporsi tubuh seperti seorang atlet. Dua orang dari mereka segera berjalan mendekat ke arah mobil yang dinaiki oleh Alex dan Aaron, lalu membukakan pintu untuk keduanya.

"Selamat pagi, Tuan Aaron."

Semua penjaga yang berdiri menjaga keamanan rumah terlihat menyapa Aaron, sembari membungkukan tubuh mereka dengan sopan. Dan Aaron hanya menjawab sapaan mereka dengan anggukan kepala.

Tanpa banyak kata lagi, Alex dan Aaron pun segera memasuki rumah kecil itu dengan langkah panjang mereka. Sampai akhirnya, keduanya dapat melihat sekitar lima orang yang sedang berada pada posisi tergantung di tengah-tengah rumah.

Dengan kedua kaki yang tergantung pada atap, kedua pergelangan tangan yang diikat di belakang tubuh dan kepala yang berada di posisi bawah, yang dengan tiga puluh senti lagi dapat meyentuh lantai. Kedua mata kelima orang itu juga tertutupi sebuah kain berwarna hitam, dengan mulut yang juga tersumpal kain.

Dan di dalam ruangan itu, terdapat sekitar sepuluh orang penjaga, yang berdiri di setiap sisi maupun sudut ruangan. Kesepuluh orang itu memiliki pakaian yang cukup berbeda dengan penjaga yang ada di luar rumah.

Mereka seperti mengenakan sebuah pakaian pelindung diri, seperti terbuat dari plastik berwarna hitam, dengan kedua tangan yang mengenakan sarung tangan berwarna senada.

"Silahkan, Tuan."

Seorang penjaga yang ada di dalam ruangan terlihat menempatkan sebuah kursi di belakang tubuh Aaron. Dan laki-laki itu pun langsung menduudkan diri di atas sana, dengan Alex yang berdiri di sampingnya.

"Apakah mereka sedang tertidur sekarang?" tanya Aaron, tanpa melepaskan pandanganya pada manusia-manusia yang sedang tergantung tepat di depan kedua matanya sekarang ini.

"Tidak, Tuan. Sepertinya mereka masih belum sadar dari obat bius yang telah disuntikan kepada tubuh mereka. Jangan waktunya sekitar tiga puluh menit dan sekarang sudah lewat dari waktu itu," jawab Alex langsung, sembari menatap jam yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya.

Mendengar itu, Aaron pun menganggukan kepalanya, kemudian mengalihkan tatapannya pada beberapa penjaga yang berdiri paling dekat dengan posisi duduknya sekarang ini.

"Bangunkan mereka secara paksa sekarang," perintahnya kemudian.

Para penjaga itu pun menganggukan kepala mereka dan segera melakukan apa yang diinginkan oleh atasan mereka itu. Dan beberapa dari mereka terlihat berjalan ke salah satu sisi ruangan, lalu mengambil sebuah air yang ada di dalam ember berukuran sedang. Tanpa babibu lagi, mereka pun langsung menyiramkan air yang mereka bawa kepada lima orang yang masih dalam posisi tergantung itu.

Sedangkan, beberapa penjaga yang lain, terlihat bertugas melepaskan kain yang menutupi mata dan mulut kelima orang yang baru disiram dengan air itu.

Byur!

"Tolong! Tolong!"

Dan setelah itu, terdengar suara teriakan serak, yang keluar dari mulut kelima orang itu. Namun, teriakan mereka seketika terhenti, ketika sepasang mata mereka bisa menangkap sosok yang sedang duduk di hadapan mereka sekarang ini.

Hanya saja, karena posisi tubuh mereka yang terbalik, jadi mereka membutuhkan waktu beberapa detik, sampai akhirnya bisa mengenali siapa orang yang ada di depan mereka itu.

"Apakah tidur kalian nyenyak?" tanya Aaron, dengan sneyuman miringnya. Laki-laki tampan itu duduk dengan posisi kaki menyilang, dengan jari-jari panjang tangannya yang berkaitan satu sama lain di atas pangkuannya.

"Tu—tuan Donzello?"

Salah satu orang yang sedang digantung itu menggumamkan nama Aaron dengan suara terbata. Wajahnya terlihat memucat, seiring dengan senyuman milik Aaron yang terlihat semakin melebar.

"Hai, Tuan Manager. Kau teryata masih mengenaliku? Aku pikir kau amnesia, setelah membawa semua uangku," sindir Aaron.

Lalu, laki-laki itu terlihat beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah salah satu orang yang tergantung di depannya, yang berada tepat di tengah-tengah dengan dua orang yang mengapit bagian kanan dan kirinya.

"Aku minta maaf, Tuan. Aku tidak berpikir untuk mengkhianatimu," ucap Rendy, yang merupakan nama asli dari laki-laki yang sedang diajak bicara oleh Aaron itu.

Aaron terlihat berlutut di atas lantai, dengan salah satu kaki sebagai tumpuannya. Lalu, tangan kanan laki-laki itu terulur begitu saja ke arah puncak kepala milik Rendy, yang tergantung di depannya sekarang ini. Menariknya kasar, hingga beberapa helai rambut milik laki-laki itu terlihat berjatuhan ke atas lantai.

"Ma—maaf, Tuan Aaron! Maaf—akh …."

Sang manager yang bernama Rendy itu tidak bisa melanjutkan ucapannya, ketika Aaron kembali menarik rambutnya dengan tangan kanan, kemudian memukul wajahnya dengan tangan kiri. Sedangkan, empat orang yang ada di sisi laki-laki itu hanya bisa memejamkan mata mereka, karena pastinya mereka akan memiliki nasib yang sama dengan manager mereka.

"Kau membawa karyawanku untuk bekerja sama denganmu bukan? Kau membuat mereka untuk ikut berkhianat kepadaku, dengan membawa uang perusahaan yang harusnya digunakan untuk kepentingan bisnis. Benar?" tanya Aaron, dengan nada suara rendah, tapi terdengar begitu menusuk. Lalu, pandangan laki-laki itu terarah untuk menatap semua pasang mata yang berada di depannya sekarang itu.

Mendengar pertanyaan itu, Rendy hanya terdiam sembari merintih kesakitan. Laki-laki itu masih merasa sungkan, untuk mengakui kesalahan yang telah dia lakukan.

"Kau adalah orang yang aku percaya sebagai manager untuk menajalankan bisnisku ini, tapi ternyata kau mempermainkan kepercayaanku itu. Jadi, kira-kira imbalan apa yang harus aku berikan kepadamu, hmm?"

Bruk!

Tubuh Rendy tiba-tiba terayun ke belakang, ketika Aaron tiba-tiba menendang tubuhnya dengan keras. Dan lagi-lagi, hanya suara rintihan dan permintaan maaf yang terus keluar dari mulutnya, berharap bisa membuat atasannya yang sednag marah itu luluh.

"Berikan aku pistol sekarang," pinta Aaron, pada Alex yang masih berdiri di dekatnya.

Alex pun langsung menganggukan kepalanya dan segera meraih benda yang diinginkan oleh atasannya itu, yang tersimpan di balik saku bagian dalam jas yang dia kenakan.

Aaron meraih benda itu, lalu langsung mengarahkan ujung pistolnya pada sosok yang tergantung di bagian paling kanan.

"Ma—maaf, Tuan. Saya hanya megnikuti ucapan Pak Rendy, dia menyuruh kami untuk ikut berkhianat kepada anda. Ka—kami hanya bekerja untuknya, Tuan, ka—kami tidak bersalah," ucap sosok itu kepada Aaron.

Namun, Aaron tidak memperdulikannya. Laki-laki itu mulai menarik pelatuk dengan jari panjangnya, kemudian membiarkan satu peluru menembus satu kepala tergantung yang ada di depannya sekarang ini.

"Aku tidak akan membiarkan para sampah-sampah ini hidup atau pun mati dengan tenang. Kalian harus menerima ganjaran terlebih dahulu dariku, sebelum akhirnya masuk ke dalam neraka, sampah!"

Dan setelah itu, terdengar suara rintihan yang begitu menyedihkan, yang diiringi dengan suara pelatuk yang ditarik berkali-kali. Hingga akhirnya, ruangan berlantai putih dengan berdinding hitam itu menjadi saksi bisu, atas nyawa lima orang yang menghilang dengan posisi tergantung di dalamnya.