Chereads / Dendam Cinta Masa Lalu / Chapter 3 - Sebuah Mimpi

Chapter 3 - Sebuah Mimpi

"Mendekatlah kepadaku dan hiduplah bersamaku selamanya. Aku berjanji, aku tidak akan pernah menyakitimu dan akan terus membahagiakanmu, Rena."

Aaron terus menggumamkan kalimat-kalimat cintanya itu dengan cucuran air mata. Tangannya terus melambai-lambai di udara, berharap Rena mau menggapai, menghampirinya dan memeluk tubuhnya.

Sedangkan, wanita yang sedari tadi terus Aaron gumamkan namanya itu, hanya terdiam dan menatap penuh rasa bingung kepadanya. Antara cinta dan lara.

"Rena, dia hanyalah laki-laki yatim piatu dan miskin. Kamu tidak akan bisa hidup bahagia dengannya, dia tidak mempunyai apapun untuk bisa memenuhi keinginanmu, Rena. Kemarilah, mendekat kepadaku dan aku akan membuatmu bahagia dengan uang dan cintaku."

Dan Rey turut membuat Rena kembali bingung, dengan kalimat-kalimat yang cukup membuat wanita yang ada di depannya merasa tergiur.

Rena memandang wajah Aaron yang ada di sebelah kirinya dan laki-laki itu terus memandangnya dengan tatapan memohon agar dia mau memilih hidup dengannya dan memulai semuanya bersama dari awal.

Namun, Rena juga mengalihkan pandangannya pada laki-laki lain yang ada di sebelah kanannya, Reynald. Laki-laki itu memandang Rena dengan senyum yang seolah-olah meyakinkannya, bahwa dia tidak akan menyesal jika memilih hidup dengan Rey.

"Rena, aku mohon, demi cinta kita. Aku berjanji akan bekerja lebih keras untuk mencari uang dan membahagiakanmu,"

Kalimat permohonan Aaron berhasil membuyarkan lamunannya. Rena memberanikan diri untuk menatap laki-laki yang selama beberapa tahun ini menjadi kekasih hatinya itu.

Setelah mempertimbangkan segalanya, Rena pun terdengar menghembuskan napasnya kasar dan berkata, "Aaron, maafkan aku, aku tidak bisa hidup dengan laki-laki yang hanya menjanjikan sebuah cinta kepadaku. Aku masih punya masa depan yang harus kugapai, dan yang bisa mewujudkannya adalah Rey.

Aku mohon, maafkan aku dan semoga saja kamu bisa mengerti ini. Kamu adalah laki-laki yang baik dan aku berharap kamu bisa menemukan yang terbaik juga. Lupakan aku dan berbahagialah."

Dan setelah mengatakan hal yang begitu menyakitkan itu, Rena pun langsung pergi meninggalkan Aaron begitu saja sembari menggenggam tangan Rey.

Rena telah pergi, memutuskan hubungannya dengan Aaron dan memilih hidup dengan Reynald. Tanpa sadar, Aaron berlutut di atas hamparan rumput dan menatap kosong kepergian pujaan hatinya bersama laki-laki lain itu sekarang.

"Kenapa kamu meninggalkanku hanya karena harta, Rena? Kenapa kamu melakukan ini kepadaku? Kenapa?!"

Aaron menjambak kasar rambutnya sembari berteriak histeris. Dia tidak menyangka bahwa kisah cintanya berakhir tragis di luar dugaannya sendiri.

Kini, pandangannya teralihkan pada sebuah kotak kecil berwarna biru tua yang ada di genggamannya. Dia membuka kotak kecil itu, yang berisi sebuah cincin dengan berlian berwarna biru di atasnya. Cincin yang dia beli atas kerja kerasnya selama setahun ini untuk melamar kekasihnya, yang ternyata malah memilih untuk meninggalkannya.

"Jangan berdoa agar aku mendapatkan sosok yang terbaik, jika nyatanya yang terbaik selama ini, malah memintaku untuk pergi dan kembali mencari."

Aaron tersenyum miris dengan apa yang sekarang dia rasakan. Benar, uang, harta dan kekuasaan bisa mengalahkan apa saja bahkan cintanya. Kekasih hatinya lebih memilih harta sebagai alasan untuk pergi dan meninggalkan separuh cintanya yang masih tertinggal di hatinya.

Namun, setelah beberapa menit merenungi nasibnya, Aaron tersenyum. Dia mendongakkan wajahnya ke atas dan memandang langit yang warnanya mulai meredup, seperti hatinya.

"Tuhan, terimakasih kau telah menutup kisah cintaku yang telah berlangsung selama tiga tahun ini. Terimakasih atas semua cinta dan lara yang telah kau berikan dalam kisah kami. Terimakasih atas awal yang begitu manis dan akhir yang begitu menyedihkan ini.

Meskipun dia sudah memilih laki-laki lain, jujur hatiku masih terpatri olehnya. Hatiku masih tidak rela jika dia harus bersanding dengan laki-laki lain, tetapi akupun tidak bisa berbuat apa-apa sekarang, dia telah membuat pilihannya sendiri dan memilih untuk pergi bersamanya dan meninggalkanku sendirian di sini lagi. Kenapa takdir selucu ini, Tuhan? Kenapa?" tawa miris terdengar nyaring setelah dia mengakhiri ucapannya.

Setelah merasakan sedikit ketenangan, Aaron menegakkan tubuhnya dan berdiri tegap. Dia memandang pantai yang begitu luas di depannya dan melangkahkan kaki untuk berjalan mendekat.

Tangannya masih menggenggam erat kotak cincin yang niatnya ingin diberikan kepada Rena, kekasihnya. Namun, nyatanya cincin itu tidak tertakdirkan untuk terpasang di jarinya.

Langkah Aaron semakin mendekati tepian pantai dengan senyuman yang masih terpasang di wajahnya.

"Ayah dan ibuku sudah pergi dan sekarang, kamu juga memilih untuk pergi dan meninggalkanku sendirian."

Kaki yang hanya terbalut sandal jepit itu, sudah basah oleh air laut yang menepi karena terbawa ombak.

"Janjimu untuk selalu setia, telah tiada ketika kamu memilih pergi dengannya, Rena."

Celana jins yang warnanya telah pudar, setengahnya sudah basah oleh genangan air laut yang sudah mencapai setinggi lututnya. Aaron tidak memperdulikan itu, dia terus melangkahkan kaki masuk ke dalam laut dengan tatapan yang kosong.

"Janji kita untuk selalu bersama, telah pupus ketika kamu memilih untuk berhenti melangkah bersamaku. Kamu yang memilih untuk berhenti dan berbalik menjauh dariku, Rena."

Badannya sudah hampir tenggelam dan Aaron mulai kehilangan keseimbangannya untuk bisa berdiri di tengah-tengah air yang mengelilinya. Sampai, pada detik dimana seluruh tubuhnya menghilang terbawa oleh hanyutan ombak dengan segala kenangan dan rasa sakit yang telah dia bawa.

"Kamu memilih pergi dan menghapus semua kenangan cerita manis kita, Rena. Dan sekarang, biarkan aku yang pergi dari dunia ini dan membawa semua lukisan kenangan cinta yang telah kita buat bersama dulu."

Aaron melepaskan genggamannya yang memegang kotak biru itu dan membiarkannya ikut tenggelam bersama arus air yang membawanya.

-

"Tuan! Tuan!"

Aaron langsung beranjak dari tidurnya, dengan hembusan napas yang terdengar memburu. Kedua mata elangnya terlihat memerah, begitu pula dengan wajah tampannya. Sampai-sampai, bulir keringat terlihat membasahi tubuh atasnya yang polos sekarang ini.

"Tuan, apakah anda bermimpi buruk lagi?"

Kemudian, laki-laki tampan itu menolehkan wajahnya ke samping. Menatap sosok laki-laki parubaya kepercayaannya, yang berhasil membangunkanya dari mimpi buruknya itu.

Aaron terdiam, kemudian menganggukan kepalanya tanpa banyak kata lagi.

Laki-laki yang dipanggil dengan nama Alex itu pun mengerti dan segera meraih segelas air putih yang ada di atas nakas, kemudian mengulurkannya kepada Tuannya.

Aaron menerimanya, kemudian menengguk isinya sampai habis.

"Sepertinya anda kelelahan, Tuan," ucap Alex. Dan lagi-lagi, hanya dibalas dengan anggukan kepala oleh Aaron.

"Apakah ada jadwal hari ini, Alex?" tanya Aaron, mengalihkan topik pembicaraan. Karena laki-laki tampan itu mulai sadar, kalau matahari sudah terbit sekarang ini.

"Ada, Tuan, tapi sepertinya anda sedang tidak ba—"

"Aku baik-baik saja. Siapkan saja schedulenya dan aku akan datang sepuluh menit sebelumnya," potong Aaron langsung.

Dan tanpa banyak kata lagi, Alex pun hanya bisa menganggukan kepalanya dan mengikuti perintah yang diberikan oleh atasannya itu.

-