Miama sering senyum senyum sendiri, mengingat papa ono yang semakin menawan di matanya. Lelaki kekar yang ia kenal dulu begitu mengusik mimpi mimpi di kala tidurnya dan menggantung harapan.
Sejenak, Mama melamun lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa yang empuk. Ia merasa lega menemukan cinta yang hilang bersemi kembali.
Mama seorang janda sedang mengincar duda keren, demikian sebaliknya. Keadaan yang memicu panah asmara membakar jiwaya yang hampir padam.
"Papa ono, kapan sih, mama diajak rujuk lagi? Kok, begini terus gak ada perubahan sedikitpun. Mama jadi malu sama orang-orang, pa?" ujarnya penuh harap.
Kalau ke warung, mama diledekin mereka pa.Tapi Miama senyum senyum aja gak merasa diledekin gitu.
"Bacinta di awak, bakawin di urang, hik hiks," sindir ibu-ibu di warung. Mama kadung malu kalo digituin lagi.
"Maksud mama kita segera ke penghulu?"