Sesosok randy selalu muncul kemana astrid pergi, tanpa meleset sedikit pun.
"Hei ... wanita sombong, sejak kapan kamu berubah?!" seru lelaki itu sedikit pongah.
"Berubah ... be-ru-bah? Kaukah randy, kenapa sampai hati mencuekin astrid? Teganya, randy mempermainkan astrid. Hiks ... hiks," isak tangis astrid tak terbendung lagi, seketika pecah bulir-bulir yang mengaliri di kedua kanalnya.
"Emang enak dicuekin?" ucapnya cuek dan sekadarnya. Ia menggidikkan bahu lalu menaikkan sudut mulutnya yang berubah miring.
"Emang gue pikirin, hahaaa ...," tawa randy semakin menjengkelkan astrid. Ia sengaja merubah diri seperti kemauan astrid yang agak macho. Sementara jati dirinya dirahasiakan randy.
"Kamu kembarannya randy?!" Astrid agak hati-hati bertanya, bila sedikit ada melenceng maka suara laki-laki itu bergemuruh sampai ke dasarnya.
"Ampun, mas Randy. Kalau astrid salah, mohon maaf, ya!?" Buru-buru astrid angkat kaki dari pandangan lelaki yang temperamental ini.