Chereads / Contract As An (EVE) Butterfly (Versi Indonesia) / Chapter 5 - Part 5 : Sekilas Penyesalan.

Chapter 5 - Part 5 : Sekilas Penyesalan.

Seorang pria tengah duduk di kursi menghadap ke dinding kaca yang ada di ruangan kantornya. Wajahnya tampak kesal seharian. Ada permasalahan di dalam keluarganya yang membuat dia selalu merasa marah dan jenuh.

"Aku benar-benar butuh hiburan … semua masalah ini membuatku benar-benar stres, dan Vivian … benar-benar tidak bisa aku harapkan."

Seorang pria yang bekerja sebagai asisten pribadi datang menghampiri ke meja kerjanya. Ia lantas berbisik membuat mood pria itu tampak membaik dan langsung tersenyum.

"Aku yakin, kali ini … anda benar-benar akan ter-refreshing kembali Tuan." Kata-kata Alvin membuat Arthur tersenyum.

"Kamu memang tampak polos tapi kamu sangat pandai dan mengerti apa yang aku butuhkan." Ia berdiri dan menepuk bahu Alvin beberapa kali.

"Aku sudah mempersiapkan beberapa profile wanita yang sesuai dengan kriteria anda." Alvin tersenyum sembari menaruh sebuah map di atas meja milik Arthur.

Arthur terlihat bersemangat saat duduk dan membuka setiap lembarnya.

"Sebagian terlihat begitu biasa." Setelah bicara tiba-tiba matanya terhenti pada sebuah foto seseorang wanita.

Saat di foto tergambar jelas tak ada sebuah senyuman di wajah wanita itu.

"Benar-benar unik, saat tidak tersenyum pun dia masih tampak cantik," ucapnya sambil tersenyum-senyum.

Dengan rambut panjang, bola mata berwarna coklat gelap, bulu mata yang lentik dan kulit yang kuning langsat. Seolah wanita ini punya pesonanya sendiri di mata Arthur. Wanita ini juga berlesung pipi, tingginya tertulis 170 CM dengan berat badan 63 Kilogram.

"Wanita ini benar-benar cantik. Aku sangat menginginkan wanita seperti ini." Ia pun telah menyukainya pada pandangan pertama.

"Apa anda tidak ingin memilih lagi?"

"Tidak … aku menginginkan wanita ini." Jarinya menunjuk pada salah satu foto.

Alvin terlihat mengangguk dan senang karena bosnya yang pemarah, kali ini bisa memilih dalam sekali lihat. Biasanya dia sangat selektif, apalagi berurusan dengan teman kencan.

"Siapa namanya?" Arthur merasa penasaran pada wanita yang tadi ia tunjuk fotonya.

"Eve … Eveline Tuan."

"Eveline …." Ia terdengar bergumam.

Ia lalu melanjutkan ucapannya secara tiba-tiba. "Alvin ingat! Semua rahasia kita ini, tidak boleh sampai bocor."

Alvin mengangguk dan tersenyum meninggalkan pria itu sendiri.

***

Malam ini Alvin sudah mengatur semuanya, ia juga telah bertemu dengan wanita yang di inginkan oleh bosnya itu.

"Aku berharap wanita ini bisa menaklukkan Arthur, sangat melelahkan kalau aku harus menerima amarah hanya karena Arthur merasa kecewa."

Arthur terlihat tengah berdiri, menunggu sesuatu di kamarnya. Ia menatap pada dinding kaca kamar dengan pemandangan jalan raya yang tampak begitu padat serta penuh hiruk pikuk kota.

"Hari yang melelahkan, aku berharap bisa melupakan semua masalahku malam ini."

Tiba-tiba telepon yang ada di genggamanannya itu bergetar, seseorang sedang melakukan panggilan video padanya. Alih mengangkatnya ia malah mematikannya.

Beberapa saat kemudian teleponnya bergetar kembali, bahkan hingga beberapa kali, Arthur terlihat menghela napas panjang.

"Vivian …." Ia membaca nama kontak yang sedari tadi terus mencoba menghubunginya.

Dia tampak mengangkatnya sembari berjalan ke arah kamar mandi. Laki-laki itu terlihat berbicara dengan mematikan kamera miliknya di sana. Arthur menatap dalam pada wajah wanita yang tergambar jelas di layar, ia yang begitu ramah dan selalu tersenyum saat menyapa padanya.

"Apa aku mengganggumu?"

Arthur hanya bergeming.

"Apa kamu akan pulang? Ibu datang ke rumah hari ini, dia mengajak kita untuk makan malam bersama," ucapnya lagi … kembali di balut dengan penuh senyuman.

Arthur menjawab dengan memejamkan matanya. "Maafkan aku, sepertinya aku tidak bisa."

Wanita di seberang tampak kecewa, tapi ia masih tetap bisa tersenyum.

"Baiklah … nikmati waktumu dan jangan khawatir, masalah ibu … biarkan aku yang urus."

Arthur tak banyak bicara … tanpa banyak basa-basi ia langsung mematikan teleponnya.

"Wanita yang terlalu naif. Sudah kubilang … jika bersamaku, kamu akan sering terluka." Sekejap tampak raut penyesalan di wajahnya.

Ia berjalan keluar dari kamar mandi dan mengarah ke tempatnya tadi berdiri, tapi sekarang … di sana sudah berdiri seorang wanita dengan tubuh yang terlihat tinggi dan begitu indah tampak dari belakang.

Arthur mengangguk kecil menaruh telepon genggamnya di atas meja, ia berjalan pelan berharap wanita itu tak menyadarinya.

"Mari kita nikmati hiburan malam ini," batinnya.

Ia memeluknya dari belakang dan menyentuh punggung tangan yang sudah melingkar di atas perut wanita yang telah menjadi miliknya itu.

"Tangannya terasa sangat dingin, wanita seperti dia ternyata masih bisa gugup juga. Bisa aku bayangkan … malam ini akan berjalan dengan sangat menarik."

Dia menggendong dan membanting wanita itu di atas tempat tidur. Mereka bahkan telah melewati ciuman pertama mereka.

"Rasanya tidak seperti biasa, akhirnya setelah sekian lama … aku bisa merasakan debar-debar itu juga."

"Sekarang aku sudah memutuskan … dia akan jadi salah satu wanitaku."

"Sangat tidak terduga, ternyata dia gigih juga, dia mampu menolak pesonaku … benar-benar wanita yang begitu menarik."

"Akan aku pastikan kamu tidak akan bisa menolakku lagi."

Wanita itu telah pergi meninggalkannya sendirian di kamar, Arthur tampak tersenyum dan melanjutkan istirahatnya.

****

Eve sudah keluar dari hotel dan kembali ke tempat tinggalnya. Tempat tinggal bersama teman-teman seprofesinya.

Saat Eve ingin memasuki pintu, seseorang tampak menghadangnya.

"Kamu baru pulang jam segini? Aku yakin kamu main curang dan mencoba merayu, agar bisa dapat di pakai kembali." Wanita bernama Stephanie itu mencebik kepadanya.

Eve melihat sinis ke arahnya "Apa maksudmu?"

"Aku yakin kamu bermain tambahan dan mendapatkan tips tanpa sepengetahuan Siska, dan semalam kamu juga memohon pada Siska agar dia memakaimu untuk melayani konglomerat. Yang seharusnya itu tugasku."

"Apa kamu mabuk?" Eve malah menertawainya.

"Jujur padaku!" Suara Stefhanie terdengar menantang.

Eve menghela napas panjang. "Semua yang kamu pikirkan itu salah, aku tidak pernah meminta atau memohon apapun. Jika kamu mau … saat orang-orang itu datang lagi kamu bisa memintanya untuk memakai jasamu. Jangan menghalangi jalanku! karena aku sudah sangat lelah dan ingin istirahat."

"Menyebalkan." Ucapnya sembari membiarkan Eve masuk.

Eveline membanting tubuhnya di kasur sederhananya itu. "Kerja seperti ini sangat melelahkan, aku ingin berhenti tapi sayangnya aku sudah terjerat."

Eve tertidur tanpa sempat mengisi perutnya.

Tiba-tiba seseorang terasa memegang bahunya dan juga menggoyang-goyangkannya. "Eve bangun …."

Eve yang kelelahan seolah mendengar suara-suara panggilan itu samar.

Matanya semakin lengket seolah tak peduli dengan orang yang selalu menggoncang tubuhnya itu.

Seseorang kembali terdengar berkata, "bangunlah! Siska sedang ingin menemuimu."

Karena tak kunjung bangun, tak lama kemudian lelaki tambun yang bernama Siska itu pun terpaksa berjalan sendiri untuk menghampirinya.

"Beb … Beb … Yuhu …."

"Bangun! Ayo bangun!" Ia menepuk-nepuk Eve dengan kipasnya.

Eve yang terbangun tiba-tiba nampak linglung. "Eh … kenapa?"

"Nih … handphone kamu." Pria itu memberi Eve telepon genggam yang merupakan miliknya sendiri.

"Handphoneku? Kenapa bisa ada di tanganmu." Wajah Eve tampak sangat bingung.

"Pria semalam meminta seseorang untuk mengantarnya ke sini."

"Bodoh … kenapa bisa aku meninggalkan hal yang penting di tangannya," batinnya sembari tersenyum kecut.

"Terimakasih." Ucapan yang keluar saat di hadapan siska.

"Jangan lupa nanti sore kamu harus ikut." Pria yang sudah mau pergi itu tampak kembali berbalik.

"Ikut kemana?" Eve yang baru saja memperoleh kesadaran, masih tampak bingung.

"Kita akan party dan makan-makan, kamu tau … kita sedang banyak uang," ucapnya bahagia dengan cara begitu manja.

Pria itu terlihat meninggalkan Eve sendiri di ranjang, eve tampak memukul-mukul kepalanya beberapa kali karena kesal akan kecerobohan yang sudah ia lakukannya.