Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Dear My Santa

🇮🇩Autumnwriter98_
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.2k
Views
Synopsis
Natal seharusnya menjadi perayaan yang penuh suka cita. Berkumpul bersama keluarga sambil menikmati dinginnya bulan Desember adalah hal yang menyenangkan. Esmeralda, dia justru menikmati malam Natal sendirian. Berada di luar kota dengan salju yang turun lebih tebal dari biasanya membuatnya tidak bila pulang ke rumah. Alhasil, dia harus terjebak dengan pekerjaannya yang masih belum usai di malam Natal sehingga membuat Esmeralda jatuh sakit terserang flu. Sakit, sendirian di malam yang berharga adalah sesuatu yang harus dihindari oleh setiap orang, namun Esmeralda harus merasakannya. Jika saja Santa Claus itu benar-benar ada, dia akan mengharapkan sebuah hadiah agar salju turun lebih sedikit dan flu-nya bisa sembuh agar dia bisa pulang ke rumah. Keajaiban itu memang ada! Esmeralda mendapatkan keinginannya. Pria yang membawa kostum Santa Claus itu adalah keajaiban yang dia dapatkan di malam Natal. Sosok itu bahkan telah mencuri hatinya dengan semua perhatian yang diberikan untuk Esmeralda. Siapakah lelaki itu? Mungkinkah dia adalah Santa Claus?
VIEW MORE

Chapter 1 - Pekerjaan Luar Kota

Ponsel itu terus berdering sejak enam puluh menit yang lalu. Tergeletak di atas sebuah nakas dengan getaran yang merdu setiap kali ada panggilan masuk. Di sisi nakas, ranjang berukuran besar itu terlihat berantakan. Selimut putih yang menggulung, bantal dan guling yang saling melintang, serta beberapa pakaian yang diletakkan di atas ranjang. Gemericik air yang jatuh dari kamar mandi menjadi sumber suara ketulian saat panggilan telepon masuk.

Di bilik kamar mandi itu, seorang gadis tengah menikmati tubuhnya diguyur oleh air hangat sambil bersenandung kecil. Meski cuaca di luar sedang turun salju dan dingin, dia tetap saja memberanikan diri untuk mandi dan keramas. Dia tidak takut rambutnya akan membeku dan membuatnya harus keramas lagi nanti.

Berselang beberapa menit kemudian, pintu kamar mandi yang terbuat dari kaca buram itu terbuka dan mengeluarkan asap hangat yang bercampur dengan aroma sabun yang lembut. Kaki jenjang tanpa alas itu lantas melangkah keluar dari sana. Handuk kimono putih yang membungkus tubuhnya serta rambut yang terbungkus handuk kecil tidak segera ia lepaskan dan berganti dengan pakaian hangat. Perempuan itu justru menuju meja rias, mengambil satu per satu kosmetik dan alat rias miliknya, membaurkan ke wajahnya yang pucat.

Setelah selesai, dia berganti mengeringkan rambutnya sebelum beku karena dingin. Rambut panjang berwarna cokelat kehitaman itu dia keringkan sampai benar-benar kering dengan tak lupa memberi vitamin sebelum ia membentuknya sesuai keinginan. Kini rambut itu telah mengikal dan tergerai indah.

Dia tersenyum senang melihat betapa lihainya dalam merias diri. Riasan wajah natural membuatnya semakin cantik. Kini penampilannya akan semakin sempurna dengan pakaian dingin yang melekat pada tubuhnya.

Mantel tebal nan panjang dan sepatu boot sangat cocok dipakai saat salju turun dengan lebat seperti pagi ini. Dia mendesah. Tiga hari lagi Natal akan tiba, sedangkan ia masih sibuk bekerja di luar kota bahkan sampai malam Natal. Kemungkinan terbesarnya ia tidak akan bisa menikmati malam Natal bersama keluarganya.

Deringan ponsel kembali terdengar, ia segera meraih benda itu yang berkali-kali berdering tanpa ada respon dari pemiliknya. Hal pertama yang ia dengar ketika benda pipih itu berhasil menempel pada telinganya ada sebuah teriakan kekesalan membuat perempuan itu menghela napas lelah.

"Esmeralda! Dari mana saja dirimu? Sejak satu jam yang lalu aku mencoba menelponmu, tetapi tidak ada jawaban darimu sekalipun."

Wendy menggerutu sebal di seberang telepon. Pasalnya, sahabatnya itu—Esmeralda—kemarin malam meminta bantuannya untuk membangunkan perempuan itu agar tidak telat bangun karena harus pergi ke luar kota. Namun, semua teleponnya diabaikan oleh Esmeralda yang membuat Wendy naik pitam.

"Aku sudah bangun bahkan sebelum kamu menelponku. Berhentilah menggerutu, kamu membuat pagiku menjadi buruk, Wen," ujar Esmeralda santai.

"Setega itukah dirimu?" tanya Wendy di seberang telepon. Dia berdecak, tidak habis pikir dengan sikap sahabatnya itu. "Kalau begitu kamu tidak perlu meminta bantuanku lagi!" Wendy benar-benar marah sekarang karena kebaikannya diabaikan oleh Esmeralda.

"Oh, ayolah, jangan bergurau. Aku sedang mandi saat kamu menelponku jadi aku tidak bisa mendengarnya," ucap Esmeralda jujur.

Wendy terdengar memekik, "Kamu serius? Sepagi dan sedingin ini kamu mandi?"

"Bahkan aku mencuci rambutku yang sudah lepek."

"Ya Tuhan, Esmeralda! Kamu sungguh di luar dugaanku."

Keluhan itu masih berlanjut sampai Esmeralda berpamitan kepada sahabatnya meski Wendy masih belum puas menyampaikan keluh kesahnya pada perempuan itu. Esmeralda menolak cepat karena dia harus segera pergi agar tidak tertinggal kereta. Akhirnya sambungan telepon mereka pun diputus dengan sepihak oleh Esmeralda yang terburu-buru keluar dari apartemen dengan membawa sebuah koper besar berisi pakaiannya yang akan digunakan selama beberapa hari.

Mendapatkan pekerjaan dinas ke luar kota di hari menjelang Natal sesungguhnya tidak bisa diterima oleh Esmeralda. Jika saja iming-iming mendapatkan promosi naik jabatan tidak ia terima dari atasannya, mungkin dia tidak akan pergi. Esmeralda tentu memiliki keinginan yang sama seperti karyawan lainnya, kenaikan jabatan, gaji, dan pengurangan pekerjaan adalah sebuah impian besar sejak lima tahun bekerja di sebuah perusahaan stasiun televisi swasta.

Dan selama itu juga, posisi manajer yang diidamkan olehnya belum bisa menjadi milik Esmeralda. Perempuan itu menaruh harapan besar pada pekerjaan ini untuk mendapatkan jabatan tersebut yang mana posisi tersebut tengah kosong dikarenakan karyawan sebelumnya sudah pensiun.

Perempuan itu menggenggam kopernya erat, melangkahkan kaki memasuki kereta dengan semangat. Bangun pagi membuatnya tidak tertinggal kereta namun di satu sisi dia harus merelakan jam sarapannya. Begitu menemukan tempat duduk sesuai yang tertera pada tiket, Esmeralda meregangkan tubuhnya dan membuka kemasan roti yang ia beli saat di stasiun.

Pagi ini dia terpaksa sarapan roti dan sekotak susu sampai jam makan siang tiba. Perempuan itu tidak terbiasa hanya sarapan dengan sebuah roti dan susu. Hidup di luar negeri dan tinggal terpisah dengan saudara perempuannya membuat perempuan itu mau tidak mau hidup mandiri dan ala kadarnya. Biasanya Esmeralda selalu sarapan nasi dengan lauk pauk sehat yang dimasaknya sendiri, namun karena pagi ini ia harus pergi lebih awal maka dia tidak sempat mengolah makanan yang akan menghambat waktunya.

Esmeralda pun harus merelakan beberapa sayuran di dalam kulkas yang bisa dipastikan membusuk saat ia pulang ke apartemennya setelah pekerjaannya selesai.

Kereta itu mendesing melewati deretan rumah di pinggir kota dan danau serta sungai yang tertutup salju. Pagi ini salju masih saja turun karena mendekati puncak musim dingin dan akan semakin tebal. Meski sudah terbilang cukup lama tinggal di New York, Esmeralda masih tidak terbiasa dengan cuaca ekstrem dengan salju yang menimbun seluruh negeri.

Perjalanan Esmeralda kali ini cukup panjang. Butuh waktu sekitar dua hari baginya untuk sampai di Los Angeles. Perempuan itu sempat menggerutu marah ketika atasannya memberikan tiket kereta api lantaran pesawat yang bisa mempersingkat waktu. Lagi-lagi pekerjaan Esmeralda kali ini tidak semudah yang ia bayangkan di awal. Ia harus mengunjungi kantor cabang yang berada di Chicago sebelum menuju Los Angeles.

Perempuan itu mendengus geli setelah menghabiskan sarapannya. Pemandangan di luar kereta tidak ada yang menarik selain timbunan salju yang menggunung dan menutupi jalanan, pepohonan, mobil, serta rumah. Hanya ada pemandangan putih di sepanjang jalan dan membuat Esmeralda mengeluh jenuh.

Amtrak yang dia gunakan pun tidak tersedia wifi menyebabkan gerutuan dan makian perempuan itu kepada atasannya semakin menjadi-jadi. Kali ini Esmeralda harus menghabiskan diri dengan tidur selama perjalanan karena enggan menghabiskan data internetnya. Dia bahkan sudah menyiapkan diri menerima keluhan rekan kerja yang sulit menghubunginya.

"Biarkan saja! Lagi pula kenapa Mr. Edrick memberiku pekerjaan seperti ini? Menyebalkan sekali," gerutunya yang lalu mematikan gawai miliknya dan berganti menyalakan laptop.

***

Esmeralda Putri, berusia dua puluh sembilan tahun yang berasal dari Indonesia. Dia tinggal di kota New York bersama kakak perempuannya yang sudah menikah. Esmeralda dan saudara perempuannya tinggal terpisah. Perempuan itu menempati apartemen milik kakaknya, sementara Felencia tinggal di rumah suaminya.

Sejak lulus sekolah menengah, perempuan bermanik mata cokelat itu memutuskan menyusul saudara perempuannya dan melanjutkan pendidikan di sana. Kepergian Esmeralda ke Amerika sempat menjadi penolakan bagi orang tuanya karena mereka tidak ingin perempuan itu juga pergi meninggalkan ayah dan ibunya. Namun, bukan Esmeralda jika ia tidak bisa keras kepala dan mengutamakan keinginannya. Alhasil orang tua Esmeralda harus mengalah dan membiarkan putri bungsu mereka meraih sukses di negeri seberang.

Menjadi seorang wartawan di luar negeri tidaklah mudah, apalagi Esmeralda adalah orang asing. Selain terkendala dengan cuaca yang ekstrem, perempuan itu juga tidak terbiasa dengan lingkungan yang jauh berbeda dengan negara asalnya. Jika boleh memilih, maka Esmeralda lebih menyukai tanah airnya dibanding negara tempat tinggalnya kini. Di sisi lain, perempuan itu juga tidak bisa meninggalkan Amerika karena pekerjaan yang sangat dicintainya.

Bisa saja Esmeralda mendapatkan pekerjaan yang sama di Indonesia, tetapi banyaknya kenangan dan jerih payah yang telah ia bangun berada di sana dan ia tidak akan bisa meninggalkannya. Entah untuk beberapa tahun kemudian, bisa saja perempuan cantik itu berubah pikiran karena beberapa hal yang terjadi padanya. Jika ia menemukan seorang lelaki yang berasal dari Indonesia, kemungkinan ia bisa melepas kenangan tersebut dan memilih kembali bersama lelaki itu dan hidup bahagia di tanah air.

Esmeralda menggelengkan kepalanya cepat, jenuh yang dialaminya membuat otaknya cenderung berpikir yang tidak-tidak. Khayalannya terlalu mudah muncul di saat dia termenung sendirian.

Berbicara mengenai seorang pria, andai saja jika Esmeralda memiliki seorang kekasih mungkin dia akan mengajak kekasihnya untuk menemani pekerjaan dinasnya ke luar kota ini agar ia tidak merasa sangat jenuh. Menikmati malam Natal berdua bersama kekasih akan terasa sangat romantis, setidaknya Esmeralda tidak terlalu kesepian karena tidak bisa menikmati makan malam bersama saudara perempuannya.

Namun, semua itu hanya angan-angan perempuan itu saja. Kini ia tidak akan bisa merasakan nikmatnya masakan Felencia dan bergurau bersama keponakannya yang lucu.