Esmeralda tiba di stasiun Kota Chicago setelah melewati hampir dua puluh satu jam perjalanan. Perjalanan yang panjang dan melelahkan yang tentunya sangat membosankan. Kini perempuan itu harus mencari taksi atau bus menuju kantor cabang dan meminta bantuan rekan kerjanya untuk menampungnya sementara waktu, sebelum ia melanjutkan perjalanan menuju Los Angeles.
Senyum Esmeralda kembali terukir mengingat perempuan itu bisa menemukan jaringan internet yang super kencang. Benar saja, begitu ia menyalakan gawai, ada banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab.
Esmeralda tersenyum miring mendapatkan banyak pesan tersebut. Kini dia telah bersiap menerima gerutuan hingga makian dari rekan kerjanya di kantor.
"Sabar, Sayangku. Aku masih di jalan," ucap Esmeralda yang melihat satu panggilan masuk dari sahabatnya—Wendy.
Perempuan berkulit kuning langsat itu lantas mengeluarkan headset dari dalam tas selempang lalu memasangkannya pada ponsel dan telinganya.
"Kamu merindukanku, Wen?" Itu adalah sapaan pertama Esmeralda begitu ia menekan tombol hijau di layar ponsel.
"Kamu sudah gila, Alda," gerutu Wendy kesal mendengar ucapan sahabatnya yang terdengar menjijikan untuknya. Kekehan di seberang telepon yang didapat Wendy membuat perempuan setengah bule itu menjambak rambutnya frustasi. "Kamu sengaja ya?"
"Apa?"
"Ponselmu. Kamu mematikan ponselmu sejak berada di kereta dan membuatku kewalahan menghubungimu!"
"Ups, maaf," ucap Esmeralda terkekeh kecil. Dia tidak merasa bersalah sama sekali mengenai hal tersebut.
"Mr. Edrick marah besar kepadamu, bod*h! Kamu kira dengan mematikan ponsel, nyawamu akan aman?"
Perempuan yang tengah duduk di bangku bus dekat jendela itu menganggukkan kepalanya dan bergumam pelan.
"Kamu tidak waras!" umpat Wendy kesal. "Aku tidak mau tahu ya, kamu harus menjelaskannya kepada Mr. Edrick segera mungkin dan selesaikan pekerjaanmu secepatnya agar aku bisa menikmati malam Natal nanti!"
"Kamu tidak kasihan kepadaku? Aku di sini sendirian dan tidak bisa menikmati malam Natal. Kenapa kamu tega sekali?"
"Itu masalahmu, Alda. Kamu yang menerima pekerjaan itu, jadi jangan salahkan aku. Sudah dulu ya, aku harus melanjutkan pekerjaan. Bye, Sayang. Jaga dirimu baik-baik."
Sambungan telepon diputus oleh Wendy meninggalkan raut kesedihan di wajah lelah Esmeralda. Perempuan itu menghela napas lelah dan menyandarkan kepalanya pada kursi bus. Ini kali pertama dia melakukan perjalanan dinas yang tidak terlalu buruk sebab ia juga bisa berkunjung ke kota Chicago untuk pertama kalinya.
Cantik. Kesan pertama yang Esmeralda dapatkan ketika melewati deretan gedung pencakar langit di kota ini. Gedung-gedung yang teramat tinggi itu terlihat sangat modern dan keren. Perempuan itu lantas mengarahkan kamera ponselnya pada gedung pencakar tersebut dan mengambil beberapa foto. Foto-foto tersebut akan ia unggah di sosial media dan sebagai bukti bahwa ia pernah menginjakkan kaki sejauh ini.
Sekitar sepuluh menit perjalanan dengan bus, perempuan itu lalu turun di salah satu halte dan menarik koper besarnya menuju sebuah gedung bertingkat dan masuk ke sana. Di dekat meja lobi, seorang perempuan berambut pirang menyambut kedatangannya dan membantu Esmeralda membawakan koper miliknya. Namanya Shan, dia adalah rekan kerjanya di kantor Chicago. Esmeralda beberapa kali pernah terlibat pekerjaan bersama perempuan itu, jadi bisa dibilang mereka sudah cukup akrab.
Kantor mereka berada di lantai dua puluh tiga, begitu tiba di sana, Esmeralda sejenak mengistirahatkan diri sambil menikmati segelas cokelat hangat buatan Shan sebelum membuka laptop dan menyelesaikan pekerjaannya. Pekerjaannya di kantor cabang hanya memantau kinerja para karyawan dan sedikit membantu beberapa kendala yang ada, sedangkan pekerjaannya yang sesungguhnya, Esmeralda harus menyelesaikan laporan mingguannya yang menumpuk.
Esmeralda mendengus kecil, bahkan setelah ia mencurahkan semua keluhannya pada Mr. Edrick, lelaki tua itu tidak mau tahu tentang alasan yang dibuat olehnya. Sial! Jadi apakah hanya Esmeralda yang salah di sini?
"Lain kali aku tidak mau pergi lagi," gumamnya pelan, namun Shan yang duduk tak jauh darinya dapat mendengarnya.
"Ada yang salah?"
Esmeralda menggeleng sambil menunjukkan deretan giginya. "Tidak ada. Aku hanya sedikit mengumpat kesal."
"Bagaimana perjalananmu kemari? Naik kereta bukan pilihan yang tepat kan?" Perempuan tinggi itu menarik kursi mendekati Esmeralda.
"Seperti yang kamu ketahui, Shan, tapi ini akan menjadi pengalaman untukku. Lagi pula, semua akomodasi dibayar oleh kantor, jadi aku akan merasa aman meski bosan," ucap Esmeralda. "Sayangnya, malam Natal nanti aku sendirian," lanjutnya sedih.
Shan menepuk bahu Esmeralda pelan, memberikan usapan ketenangan. "Jangan khawatir. Kalau kamu butuh teman bercerita, hubungi saja aku. Malam Natal nanti aku hanya akan tidur-tiduran di rumah. Keluargaku pergi berlibur tanpaku," kata perempuan itu sambil tersenyum tipis.
"Benarkah? Oh, Shan ... terima kasih banyak ya."
"Sama-sama, Alda."
***
Esmeralda hanya berkunjung selama tiga jam di kantor Chicago, perempuan itu harus melanjutkan perjalanannya lagi dengan kereta api. Perempuan itu bahkan tidak bisa menikmati sedikit wisata yang ada di kota itu, hanya bisa melihat pemandangan danau yang membeli dari dalam bus. Dia juga tidak sempat membeli oleh-oleh, jangankan pernak-pernik untuk dibawa pulang, menikmati makanan khas kota itu saja dia tidak sempat memikirkannya karena harus segera pergi.
Perjalanan dinasnya kali ini memang pekerjaan dinas yang sesungguhnya. Awalnya, perempuan itu berpikir bahwa ia bisa sekalian berlibur dan menikmati indahnya kota lain yang ia kunjungi, namun dugaannya salah. Pekerjaan tetaplah pekerjaan dan ia merasa sangat lelah selama perjalanan.
Begitu sampai di stasiun, Esmeralda bergegas menarik kopernya menuju peron karena lima menit lagi kereta akan segera berangkat. Tentu gadis itu tidak mau tertinggal kereta dan terjebak di sana. Ia sangat ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan segera tidur di kasur yang empuk.
Perempuan itu berlari tanpa memerhatikan sekelilingnya, sikap cerobohnya sering kali terjadi dan kali ini ia harus bertabrakan dengan seseorang yang merintih kesakitan. Esmeralda mengerjapkan matanya cepat menyadari bahwa dia baru saja bersentuhan dengan benda keras. Seketika gadis itu terkejut melihat seorang pria tersungkur dan kepalanya mengenai gagang koper milik lelaki itu.
"Aduh! Kalau jalan hati-hati!"
Dengan segera Esmeralda membantu laki-laki itu berdiri dan meminta maaf tulus.
"Maafkan aku, aku benar-benar tidak sengaja. Aku tadi terburu-buru dan tidak melihat Anda. Maafkan aku, Tuan."
"Ah sudahlah, aku juga sedang buru-buru. Lain kali hati-hati, ya."
Lelaki itu lantas meninggalkan Esmeralda dan masuk ke dalam keretanya. Sontak, perempuan itu pun ikut masuk ke dalam kereta yang sama dengan pria tersebut dengan gerbong yang berbeda.
"Ah, apalagi barusan? Kenapa aku selalu ceroboh begini?" Esmeralda menepuk dahinya pelan sembari menggerutukan dirinya sendiri begitu menemukan tempat duduknya. "Untung saja lelaki itu tidak memperpanjang masalahnya, kalau sampai terjadi maka aku akan tertinggal kereta ini. Bod*hnya aku!"
Usai menyesali perbuatannya, Esmeralda lantas terjatuh tidur karena kelelahan. Dia tidak peduli perutnya yang keroncongan karena belum sempat makan. Saat ini yang ia butuhkan adalah istirahat.