Dean berjalan dengan tenang di persimpangan jalan sempit yang sepi. Ini masih siang, tapi mungkin sebab jalan ini sedikit tersembunyi tidak banyak orang atau kendaraan yang berlalu lalang.
Dean pun sebenarnya sedikit takut dengan keadaan yang sepi ini tapi jiwa ingin tahunya lebih besar mengantarkan anak laki-laki tampan itu nekat menyusuri jalan yang baru saja dia temukan saat pelajaran olahraga tadi.
"Aku ingat tadi Andrew dan Methew berbicara kalau jalanan ini angker sebab.. rumah tua itu." Dean melihat dengan seksama sebuah rumah megah yang kini nampak tidak terawat dan sangat kotor. Gerbangnya saja hampir berkarat semua.
"Kediaman Bloods. Siapa itu?"
Dean tidak tau nama-nama orang disini sebab memang dia baru saja pindah dari Korea untuk menetap di negeri Paman Sam mengikuti ayahnya.
Entah bisa di katakan ini merupakan hal yang wajar sebab sang ayah juga seorang detektif jadi rasa taunya itu tinggi saat ini Dean tanpa sadar malah mulai membuka gerbang berkarat itu pelan. Penampakan rumah yang kumuh dan tidak terawat membuat dia ingin memastikan lebih objektif dari dekat.
Saat langkahnya baru berjumlah dua, seseorang mencegahnya.
"Hati-hati dengan pikiran mu anak sangat muda. Kau sebaiknya pulang, atau orang tua mu akan merepotkan banyak orang untuk mencarimu yang ternyata sedang menguntit rumah tua."
Dean melihat sosok bapak-bapak paruh baya yang tadi menghentikannya.
"Ini hanya rumah kosong Sir, aku bukan ingin menguntit hanya ingin memastikan saja seperti apa di dalamnya." Dengan tanpa rasa takut anak sekolah itu membuat satu pernyataan logis mengenai tujuannya.
"Bagaimana dengan anda, Sir? Ada keperluan apa anda mendatangi rumah kosong? Atau anda sama dengan aku Sir?"
Orang itu mendengus kasar. Dia pikir bocah yang saat ini dia hadapi akan lari terbirit hanya dengan mendengar suaranya saja. Namun, berbeda dengan Dean, sampai melihat penampilannya pun anak itu masih mau berargumen bahkan berdebat.
Dean yang sejak tadi menatap agak sinis orang tua di depannya, kini sedikit gusar. Orang tua itu kini tersenyum miring, persis seperti psikopat yang pernah dia lihat di film-film.
"Kau berbakat jadi politikus. Tapi anak sangat muda, aku penjaga wilayah ini. Walaupun tidak banyak orang yang berlalu lalang namun, pemerintah nyatanya masih berpikiran logis dengan realita. Tempat kosong dan sepi justru pada kenyataannya rawan akan kejadian kriminal. Jadi tentu aku tidak sama dengan mu. Aku sedang bekerja sekarang."
Mendengar penjelasan logis dan meyakinkan, Dean berbinar. "Apa aku bisa ikut, Sir? Aku janji setalahnya akan pulang."
Langkah pria yang tadi sudah akan masuk gerbang sekarang kembali terhenti. Dia menoleh sambil menghela napas panjang. "Aku yakin kau tidak membawa popok, akan sangat sulit jika kau tiba-tiba mengompol sebab suatu hal."
Setelah berucap demikian penjaga rumah itu kini melanjutkan langkahnya lagi. Dean yang tidak puas ingin mencegah kepergian bapak tadi tapi suara seseorang membuatnya teralihkan dari sosok tua itu.
"Heh Dean! Kami mencari mu sejak tadi ternyata kau ada di sini?"
Dean melihat Methew dan Andrew yang kini sedang berjalan sambil menghalau ilalang yang menjulang tumbuh liar.
"Aku bisa pulang sendiri." Ucap Dean singkat. Setelahnya dia langsung menoleh dan mencari dimana bapak tua tadi pergi, namun sayang jejaknya tidak Dean lihat lagi.
"Dean!!" Dean refleks menutup telinganya dengan dua tangan sekaligus. Tadi Methew yang memang cempreng membuat suara nyaring tepat di samping telinganya.
"Aku tidak tuli Methew."
"Tapi kamu tidak fokus Dean. Dan wajar Methew begitu, kami bahkan sudah memanggilmu sampai tiga kali dan kamu diam seperti orang tuli."
Perkataan Andrew kini tidak di jawab oleh Dean. Dean sendiri mengusap wajahnya. Dia nampak lelah dengan teman dan juga bapak misterius tadi.
"Sudah, jangan bertengkar. Maaf jika aku mengagetkan, tapi sebaiknya kita langsung pulang saja. Wilayah rumah kosong ini memiliki aura yang sangat tidak baik. Aku tidak suka dengan hal seperti ini."
Methew keturunan Tionghoa Amerika. Keluarganya sangat hafal membaca semacam hal aura seperti ini. Jika di tanya pun dia akan memilih dari segi aura. Dean jadi ti dak bisa berkilah dengan ucapan Methew si ahli membaca aura ini.
"Baiklah. Maaf juga sudah buat kalian mencariku sampai sejauh ini. Ayo kita pulang. Pertanyaan mu Methew, ajukan saja saat di jalan. Aku juga akan menjelaskan apa yang aku lihat tadi di sini."
Dean berkata demikian sebab sudah bisa mengartikan tatapan yang di tunjukkan Methew padanya secara tersirat.
Mereka bertiga memang baru mengenal tapi tidak berarti ikatan mereka juga hanya sebatas mengenal nama saja. Methew juga Andrew jelas tau sosok Dean yang tegas dan super teliti dalam semua hal pun sebaliknya Dean mengerti bagaimana karakter Methew dan juga Andrew.
"Aku mendengar suara sesuatu yang aneh di rumah itu." Dean memulai janjinya untuk sesi penjelasan. Dean memulai dari paling awal saat mereka sedang dalam kelas olahraga Mr. Dion pagi tadi.
"Suara? Suara seperti zombi yang kau maksud?"
Plakk
Dean memukul Methew dengan tanpa ampun. Anak itu sedikit jengkel akan tingkah Methew yang terkesan lol sekali.
Berbeda dengan Andrew yang kini tertawa sampai terpingkal dan mengeluarkan air mata.
"Huh.. kau sungguh patut untuk masuk play group lagi. Meth!"
"Ish, aku kan bertanya dengan sebenarnya tanpa ada niatan untuk di pandang dengan lelucon atau apapun."
"Tapi kau terlihat bodoh!" Andrew terbahak lagi dengan ucapan sarkasnya sendiri.
Di detik ini juga, Methew yang tidak terima kini membuat perlawanan yang menyebakan dua orang itu kini saling berkejaran dalam background ilalang. Klise, aneh dan terkesan kekanakan, walau mereka malah bisa di kategorikan demikian.
"Aku tidak akan melanjutkan cerita jika kalian masih bersikap begitu menyebalkan. Diam sebentar Meth, And."
Mereka tidak menghiraukan Dean yang kini berteriak dengan kencang malah makin menjadi dengan kelakuan mereka masing-masing.
"Meth—" Dean yang akan memanggil Methew membungkam suaranya lagi. Dia kini mendengar suatu hal lain yang entah kenapa rasanya membuat Dean menjadi segera mungkin mengedarkan pandangan dan mencoba mencari sumber suara tadi.
"Ini suara siulan. Persis dengan apa yang aku dengar saat dekat di rumah tadi." Gumam Dean yang kini melihat sekitar untuk memastikan.
Suara yang misterius dan tidak bisa Dean deskripsikan. Dia semacam siulan yang tenang namun juga mengerikan dan mengandung banyak pertanyaan. Dean mencoba menggapai posisi kedua temannya yang kini sedang berkejaran tidak jauh darinya.
Dean ingin memastikan kalau bukan hanya dia yang mendengar itu.
"Meth, And, apa kalian mendengar suara semacam siulan sekarang?"
Bersambung...