Chereads / Secret Whistle / Chapter 2 - Meminta Bantuan

Chapter 2 - Meminta Bantuan

"Kau kenapa Dean?" Andrew memukul lengan temannya itu beberapa kali sebelum akhirnya Dean tersadar.

"Apa kalian mendengar suara semacam siulan?" Dean bertanya mengenai apa yang dia dengar saat ini. Dean penasaran apakah suara itu hanya dirinya saja yang bisa mendengar atau orang lain juga.

"Aku tidak mendengar apapun." Methew menjawab lebih dulu soal pertanyaan Dean tadi.

"Jika kau And, apa bisa mendengarnya?"

Andrew nampak melihat Dean dan Methew secara bergantian. Dia seperti sedang menimbang sesuatu.

"Aku tidak mendengar apapun, tapi aku melihat sesuatu hal aneh pada dirimu, Dean."

***

"Aku pulang."

Dean berjalan gontai dengan raut yang kini tidak bisa di jabarkan. Dia terlihat lelah, lesu juga tidak bertenaga. Tidak lama Appa datang dan menemuinya.

"Kau terlihat lalah sekali boy." Dean tidak membalas ucapan ayahnya, malah lebih memilih berlalu menuju ke dalam dan rebahan di kamarnya.

"Ada apa dengan anak itu?" gumaman aneh di lontarkan Andi pada anak sematawayangnya itu.

Biasanya Dean tidak bersikap demikian walaupun dia pulang telat sebab les tambahan atau hal lainnya. Tapi anehnya sikap anak itu sekarang sangat berubah.

"Aku yakin dia ada masalah."

Ikatan antara ayah dan anak semestinya berusaha selalu di upgrade oleh Andi. Dia tidak begitu bisa menggantikan istrinya yang satu tahun lalu sudah di panggil Tuhan. Istrinya begitu serba tahu soal Dean. Dan itu yang sekarang sedang Andi upayakan.

Tidak mudah dan tidak gampang juga menjadi single dad macam dirinya sekarang, namun keadaan yang demikian tentu bukan perkara yang hanya kebetulan. Andi yakin semua ini sudah di atur oleh sang pencipta. Kenapa harus Dean dan dirinya yang mengalami hal ini pun semua pertanyaan soal kesulitan yang kadang membuat mereka lelah akan hal ini.

But, it's life. No pain in your life so dont life. Simple.

"Dean, Appa akan memasak sup asparagus untuk mu lebih awal. Appa akan ada pekerjaaan mendadak dan akan pulang agak larut. Jadi sebaiknya kau mandi selagi Appa memasak, nanti kita akan makan bersama lebih awal."

Andi berteriak agar Dean mendengar hal ini.

Ya, dia harus berangkat ke kantor polisi lebih awal sebab ada pekerjaan mendadak di sana. Sebenarnya Andi bukan polisi, dia lebih ke bagian detektif tapi dalam lingkup atau naungan pemerintah, jadi tugasnya memang membantu instansi pemerintah untuk menyelidiki hal yang memang sedikit rumit untuk di pecahkan oleh petugas aslinya.

Bisa di bilang ini sebenarnya menyalahkan aturan dalam bekerja pada biasanya, yang tidak boleh banyak bercabang. Tapi sekali lagi, pemerintah memang memiliki ranah yang luas dan tidak mungkin menolak hal ini yang merupakan sebuah tugas.

Inilah pekerjaan. Kita tidak bisa seterusnya leluasa dalam mengatur waktu yang kita mau. Tapi ini juga hidup yang berpatok pada uang. Yeah sebegitu dilemanya jika membahas waktu dan pekerjaan yang Andi rasa akan selalu menang pihak work timbang time .

Andi tidak biasa memasak. Sebelum istrinya tiada, semua hal jika saat dulu di pegang oleh Sasilia. Tapi untungnya dirinya sering memeluk sang istri jika akan memasak dan melihatnya sampai rampung dan berakhir di westafel untuk mencuci semua hal yang kotor.

Kiranya kebiasaan yang sangat dirindukan itu membawa manfaat bagi Andi, setidaknya dia bisa membuat sup yang super simple kesukaan Dean.

Tiga puluh menit berlalu, sup buatan Andi telah siap. Sedikit garnish untuk pemanis. Andi pernah mendengar jika dalam usia anak-anak dan mungkin sampai remaja akan lebih meningkat nafsu makannya jika makanan mereka di hiasi dengan suat hal yang berbau cantik semacam seni yang enak di pandang.

"Dean! Turun boy! Kita makan malam di waktu sore ini bersama."

Dean mendengar itu dan menjawab alakadarnya. Dean juga bergegas setelah selesai mandi seperti yang ayahnya suruh tadi.

"ini hal yang aneh yang sayangnya sering sekali kita lakukan, Appa. Dan aku berharap kedepannya keanehan ini akan hilang. Kasian rumah ini, dia pasti kaget dengan kebiasan orang yang baru tinggal dengannya tidak normal."

Andi tergelak dengan ucapan sindiran Dean yang sedikit menancap di hati. Tapi inilah caranya untuk tidak terlalu kentara dalam memikirkan hal tadi. Dengan gelak tawa.

"Appa akan usahakan itu boy. Dan ayolah, kita hanya memajukan waktunya sekitar hemm.. 4 jam saja."

"Orang tidak akan perduli berapa jarak jika orang normal dan gila bersandingan Appa. Jadi mari kita makan."

Tatapan Dean kini tertuju pada sup asparagus yang selalu bisa mengelitik perutnya untuk tidak melewatkan sedetik dalam segera menyantap makanan itu. Dean menyantap dengan lahap sup yang seperti biasa sebenarnya tidak terlalu enak, jika di bandingkan dengan buatan ibunya dulu.

Tapi Dean tahu, Appanya sudah berusaha dengan baik. Tentu dirinya harus mengapresiasi hal itu.

"Bagaimana hari mu di sekolah boy? Kau nampak berbeda ketika Appa melihat mu pulang tadi."

Dean melirik sekilas ayahnya yang ternyata tau perubahan akan dirinya tadi. Padahal jika tidak di tanya Dean tidak ingin membahas hal ini. Ini sama saja mengingatkanya akan hal yang tidak wajar yang terjadi di dekat rumah tua itu.

"Aku melihat sesuatu bayangan yang saat tadi menyelimuti mu Dean. Saat kau bersama dengan, entahlah. Aku dari kejauhan tidak melihat rupanya."

"Hihhh aku takut And! Kau jika ingin bercanda tidak usah berlebihan!"

"Sayangnya aku tidak bercanda, Meth. Aku benar melihat hal itu tadi."

Bayangan saat itu kembali terlintas di benak Dean. Dia sungguh tidak tau hal apa sebenarnya yang terjadi dan mungkin saja menyangkut dirinya. Ini sungguh membuat Dean penasaran tapi dia tidak tau hal apa yang menjadi jawabannya.

Jika sudah begini maka mood Dean akan rusak dan berimbas pada semua orang yang berada di sekitarnya. Termasuk sang ayah.

"Hey boy.. kau melamun?"

Dean tersadar dari lamunannya dan refleks menggeleng. "Appa tau kan jika aku sedang bad mood maka beginilah. Semua orang akan terkena imbasnya. Maafkan aku Appa, jika membuat mu terpikirkan untuk hal ini."

"Itulah boy. Kau sangat bisa menceritakannya padaku. Lihat lah kondisi kita sekarang? Walaupun kau ingin menyembunyikan apapun dan hanya bercerita pada Amma dan Tuhan, aku sebenarnya lebih asyik jika diajak bercerita. Cobalah berbagi sedikit padaku boy. Aku janji tidak akan membocorkan pada siapapun, termasuk Smoky yang imut itu."

Mendengar namanya di ucapkan Smoky si kucing oren yang terkenal bar-bar itu menyahut 'meong'. Dean sontak tergelak dengan tingkah Smoky.

"Baiklah. Kali ini aku akan menceritakan sekaligus meminta bantuan pada Appa, sang detektif."

Gelak tawa kembali menguar sebelum Dean menjeda ucapannya sebentar yang otomatis membuat Andi sedikit penasaran.

"Appa tau jalan setapak dekat rumah kita? Aku, Methew dan Andrew mengikuti jalan itu dan menemukan sebuah rumah kosong."

Andi tidak merespon, tatapannya seperti menyuruh Dean melanjutkan ceritanya tadi.

"Aku kembali lagi setelah saat jam olahraga menemukan rumah itu. Dan anehnya aku mendengar suara dan Andrew melihat bayangan hitam. Suaranya tidak jelas tapi seperti siulan. Kau bisa menyelidikinya Appa? Aku ingin sekali tau itu apa."

Bersambung...