Raja melihat Warlo dengan penuh kekecawaan, "aku dengar kamu dipukuli oleh ksatria acak di jalan?"
"Ya ayahanda", jawab Warlo menunduk malu.
"Apakah kamu tahu betapa malunya wajah kerajaan karenamu?", Raja bertanya kepada Warlo dengan nada yang sedingin es.
"Ya", Warlo semakin menundukkan kepalanya.
"Jika saja aku tidak melahirkanmu mungkin wajah kerajaan kita akan selamat", tanpa ragu Raja menyerang anaknya dengan kata kata yang menyakitkan.
Warlo menunduk, matanya memerah dan basah.
"Jangan menangis, sebagai keluarga kerajaan kamu tidak diperbolehkan menunjukkan emosimu secara jelas", mendengar kata kata Raja, Warlo menahan emosi sedihnya.
"Sekarang apa tujuanmu berani datang ke sini?", Setelah memberikan kata kata yang menyakiti Warlo, sang Raja mulai menanyakan tujuan kedatangan Warlo.
"Aku..aku ingin bertanya tentang kematian ibuku", kata Warlo.
"Bukankah sudah jelas? Ibumu mati bunuh diri. Sekarang pergilah", Raja mengusir Warlo.
"Tidak ayah aku tahu bagaimana mungkin ibu bisa mati, orang yang membunuh putri duke, ksatria Naga kerajaan Agripa, dan beberapa tetua adalah ibu", mendengar perkataan Warlo, Raja terkejut. jantungnya berdetak kencang dan dia mengingat teror malam itu.
"Darimana kamu mengucapkan omong kosong itu, ibumu adalah jeras yang lebih lemah dari manusia biasa. Semua orang yang kau sebutkan mati karena kejadian alami, berhentilah mengarang cerita.", Raja berdiri dan berkata dengan emosional.
Warlo melihat keganjilan sikap ayahnya yang selalu tenang serta pergerakan bayangan di samping raja.
"Pergilah, aku tidak tahu bagaimana kamu bisa datang dengan pernyataan omong kosong tersebut, yang aku inginkan kamu melupakan apa yang terjadi di sini", Raja mengusirnya dan memanggil para pelayan.
Pintu terbuka dan pelayan masuk ke aula menuntun Warlo pergi, sebelum pergi Warlo membalikkan punggungnya melihat ayahnya yang tidak bisa menyembunyikan ketakutan, kecemasan, dan kekhawatiran dari matanya.
Setelah aula dikosongkan sebuah suara terdengar, "bagaimana dia bisa tahu? Aku yakin mereka semua sudah bersumpah ksatria untuk tidak membocorkan informasi ini kepada siapapun".
"Entahlah mungkin bukan mereka yang membocorkannya namun wanita itu sendiri", kata Raja kepada kegelapan di sampingnya.
"Tapi dia sudah mati aku yakin itu", kegelapan itu terdistorsi tampaknya gelisah dan ragu ragu.
"Wanita itu aneh dan memiliki berbagai macam trik, tidakkah kau ingat ketika kita membunuhnya...", Horror ada di mata sang raja, kegelapan itu juga terdiam dia juga mengingat horror malam itu.
Ruangan itu diam sampai malam hari hingga beberapa utusan datang untuk memberikan laporan.
******
Warlo menatap bulan perak yang indah, dia masih teringat tatapan horror di mata ayahnya ketika menyebutkan tentang perbuatan ibunya.
Sebenarnya apa yang ibunya lakukan hingga ayahnya ketakutan....Warlo menatap buku yang berusaha dia hancurkan berkali kali, setiap kali dia melihatnya dia seperti melihat monster yang menakutkan.
Dia teringat di masa kecilnya ibunya suka bercerita tentang Tuhan, Manusia, Malaikat, dan Iblis diceritakan bahwa Tuhan menciptakan segalanya lalu menciptakan manusia, malaikat, iblis, Peri, dewa, dan banyak makhluk ajaib lainnya.
Yang aneh adalah dalam dunia ini tidak pernah ada kata iblis, malaikat, dan Tuhan. Teman temannya, para pelayan, dan orang orang di dunia ini tidak mengenal konsep tersebut.
Warlo ingat bisa jadi dunia ini memang tidak mengenal konsep tersebut, lalu dia memandang buku itu lagi.....jika iblis itu nyata maka benda itu adalah iblis.
Tunggu, bukankah buku itu seharusnya ada di balik lukisan kenapa bisa ada di sini?!...Warlo tiba tiba bingung dan ekspresinya berubah menjadi horror.
"Pelayan pelayannn", Warlo menarik bel yang memanggil para pelayan, seluruh bel dia bunyikan. Di era ini tiap bel yg berbeda menyambung ke bagian pelayan yang berbeda.
Dengan cepat seluruh pelayan datang ke kamar Warlo, "pangeran apa ada yang bisa kami bantu?".
Kepala pelayan Hed mastero melihat tuannya yang memiliki ekspresi horror di wajahnya.
"Siapa yang membersihkan kamarku hari ini?", Warlo bertanya kepada para pelayan.
"Itu aku pangeran", seorang pelayan wanita berambut pendek wajahnya tiba tiba pucat tapi dia masih tetap mengangkat tangan, dia takut dia membuat kesalahan yang seharusnya tidak dia lakukan.
"Apakah kamu membersihkan lukisan dan menemukan buku di belakang lukisan lalu kamu taruh di sini", Warlo menunjuk buku di meja kecil samping tempat tidur di mana vas dengan bunga putih yang indah dan harum berada.
"Aku memang membersihkannya tapi aku tidak menemukan buku itu, demi ibuku aku tidak tahu bahwa ada buku di belakang lukisan. Sungguh pangeran bukan aku yang menaruhnya hamba ini bahkan tidak berani menyentuh barang pribadi pangeran tanpa izin", pelayan itu berlutut dan wajahnya memucat, dia berusaha menjelaskan dirinya yang tak berasalah.
Melihat pelayan itu jujur Warlo memandang pelayan lain satu satu, mereka semua bersumpah tidak tahu menahu. Mendengar hal itu bukannya membuat dia lega melainkan rasa takutnya makin tumbuh besar dan dia melihat buku itu seperti momok yang mengerikan.
"Ara ara pangeran tersayang kenapa kamu ribut sekali?", Seorang wanita tidak tahu kapan tiba tiba muncul sedang duduk di jendela yang terbuka.
Rambut pirang lurusnya tertiup angin, matanya berwarna biru laut, tubuhnya montok dan seksi, terlebih pakaian kulit yang dikenakannya yang menonjolkan lekuk dirinya membuat dia semakin seksi.
"Jena kamu di sini", Warlo melihat wanita itu lalu memikirkan sesuatu.
"Apakah kamu yang menyentuh buku ini", Warlo menatap Jena dengan pandangan tajam.
"Apasih aku saja baru datang karena mendengar keributan dari taman di bawah", kata Jena sambil mengambil apel dari dahan pohon yang ada di sampingnya lalu mengigitnya.
Jena lalu turun dari jendela dan melihat Warlo yang wajahnya sangat buruk penuh dengan horror dan kecemasan.
"Astaga kenapa mukamu seperti melihat monster, apakah karena aku atau karena buku ini", Jena memutari Warlo lalu mengambil buku yang menjadi sumber ketakutan dan drama yang terjadi.
"Jangan sentuh itu", Warlo dengan kekuatan ksatria magangnya menarik tangan Jena dan mengambil buku itu yang membuat tangan Jena kesakitan.
"Ouch ouch maaf maafkan aku oke", Warlo melepas tangan Jena dan memegang buku itu erat erat.
"Pelayan lupakan apa yang terjadi dan kembali bekerja", Warlo memerintah para pelayan dan mereka semua mengangguk dan memberi hormat kepada Warlo.
Melihat pertengkaran Warlo dan wanita simpanannya sudah tidak asing bagi mereka, Jena adalah seorang jeras yang Warlo ambil saat menyerang bandit di gunung, dia melihat Jena yang seumuran dengannya ditawan oleh para bandit dan merasakan kasihan sebab dia jeras juga, maka Warlo menyelamatkannya dan membawanya di bawahnya dan tidak butuh waktu lama untuk gadis itu masuk ke ranjang Warlo.
"Hhmp pangeran seharusnya kamu tidak berbuat kasar tadi atau aku tidak mau bermain denganmu lagi!", Jena menatap Warlo dengan sebal lalu berjalan menuju jendela dan menutupnya.
Dia perlahan mulai melepaskan pakaiannya satu persatu hingga telanjang, "pangeran bukankah ini yang kau tunggu tunggu".
Kulit Jena yang sehat dan tubuhnya yang montok dengan dada bulat yang besar dan indah menyapanya.
Warlo memang membutuhkan relaksasi akibat stress yang dialaminya, tapi dia masih menatap Jena dengan dingin.
"Kemana saja kamu selama ini", Jena hanya tersenyum dan berjalan ke Warlo sambil mengusap dadanya yang bidang lalu membisikkan sesuatu ke telinganya.
"Rahasia, dan kamu akan mengetahuinya", Warlo menatap Jena dengan dingin lalu menarik rambutnya dan membuat wajah mereka berhadapan, kemudian mereka berciuman.
*********
Di kasur Jena berbaring di atas dada Warlo sambil mengelus-elusnya, "melihat ekspresimu tadi apa yang terjadi?"
"Tidak apa apa", kata warlo membuat tangannya di belakang kepalanya.
"Kamu bohong, kamu begitu ketakutan oleh buku yang tadi memangnya seberapa mengerikannya sih buku itu? Apa berisi beberapa rahasia kotormu", Jena menatap Warlo tapi yang ditanya tidak menjawab.
"Berhentilah menggosok kakimu ke penis ku", Warlo berkata ke Jena tidak senang.
"Hei apa maksudmu kakiku dari tadi diam saja coba saja lihat", Warlo bangun dan melihat memang di bagian yang tidak terselimuti ada dua kaki Jena yang menganggur.
Hal ini membuat dirinya bingung lalu dia menyibak selimutnya dan melihat di dekat alat kelaminnya terdapat buku sihir itu.
Kali ini buku itu terbuka dan menampilkan konten di dalamnya mengenai sihir seks, menggunakan seks untuk mengaktifkan sigil di dalamnya. Menggunakan energi seksual untuk menguatkan kekuatan sihir dan berbagai macam aplikasi kekuatan seksual, termaksud menguatkan garis keturunan jeras.
Tatapan Warlo menjadi ngeri lagi, dia ketakutan melihat iblis itu. Jena yang di sampingnya bingung melihat Warlo yang tatapannya berubah menjadi takut lalu dia melihat buku itu.
"Apa ini? Sihir seks?hmm bagian seks aku mengerti tapi apa itu sihir?", Jena menyentuh buku itu dan mengambilnya untuk dibaca tapi Warlo mengambilnya kembali.
"Jangan sentuh buku ini, ini adalah iblis!", Jena tercengang denga perkataan Warlo yang serius lalu tertawa.
"Pangeran apakah kamu mau menjahiliku lagi? Heh buku ini tidak seperti iblis dalam cerita yang pernah kau ceritakan padaku", Warlo tidak menjelaskan apa apa dan tetap memegang buku itu dia memikirkan rencana untuk menghancurkannya.
Saat Warlo sedang berpikir Jena bertanya, "sepertinya buku ini menyimpan rahasia kelammu karena kamu takut banget kenapa tidak hancurkan saja"
Warlo menjawab, "aku sudah berusaha membakarnya tapi buku ini kebal akan api".
Jena yang mendengar itu tertawa keras, "pangeran mana ada buku yang bisa tahan akan api, coba aku lihat untuk membakarnya".
Warlo ragu ragu lalu menyerahkan buku itu kepada Jena, baginya Jena itu adalah orang yang sangat bisa dia percayai.
"Hei pangeran jika aku berhasil membakarnya maka seks selanjutnya biar aku yang memimpin", Jena mengaktifkan bakat jerasnya, bakatnya adalah api tapi dia tidak bisa membuat api sebesar bola tangan hanya sebesar api pada lilin.
Bakat para Jeras sudah diketahui sampah, contohnya seseorang dengan bakat petir hanya dapat mengeluarkan kekuatan petir untuk membuat bulu pada orang lain berdiri, kekuatan mereka yang sangat lemah akhirnya hanya bisa dipakai untuk pertunjukan belaka.
Hal ini menyebabkan mereka dipandang rendah, Jena mulai mengaktifkan bakatnya dan api kecil mulai muncul di jarinya, Warlo melihatnya dengan acuh tak acuh tapi berikutnya dia terkejut karena api Jena benar benar membakar buku itu!.
"Hmp pangeran kamu kalah", api kecil itu mulai melahap buku tersebut dengan cepat dan terdengar suara teriakan orang kesakitan bersamaan dengan itu sebuah kabut hitam kecil keluar dari buku itu.
"Apa ini? Pangeran leluconmu sangat aneh? Tapi bagaimana kamu bisa membuat sebuah buku berteriak?", Warlo yang terkejut dan tidak sempat menjawab melihat api itu dengan rakus sudah membakar seluruh buku tersebut dan dari sana seekor katak berwarna hijau tua keluar.
Tapi api itu tidak berhenti di sana dan mulai berubah warna menjadi biru lalu meresap ke dalam tubuh Jena yang membuat wanita itu juga terkejut lalu dirinya mulai dilahap api dan terbang.
"Jena"
"Tidakkk Kekuatanku"
Dua suara keluar di saat bersamaan, satu adalah milik Warlo yang khawatir dan satu milik katak hijau tua yang menatap api biru itu dengan keengganan dan kesedihan.
Warlo mengambil selimutnya dan menepuk tubuh Jena tapi api itu tidak menghentikannya dari terbakar, dia tidak memperdulikan situasi aneh di depannya di mana Jena melayang dan api biru menyelimuti tubuhnya, Warlo melihat teko dekat meja dan berusaha mengambilnya tapi sebelum dia bisa menyiram Jena api itu sudah padam dan Jena jatuh kembali dan memegang kepalanya.
"Aduh pangeran apa yang kau lakukan, kau membuatku kaget. Apakah selama ini bakat jerasmu membuat orang lain dapat terbang?", Jena menatap Warlo dengan kesal, Warlo dengan teko di tangannya menatap Jena dengan terkejut, si katak hijau tua juga terkejut.
Di ruangan itu ada satu wanita telanjang yang kesal, Satu pria yang terkejut, dan satu hewan aneh yang bisa berbicara ikut terkejut.