Disuatu Area Sekolah.
Ruangan Yang Sudah Tidak terpakai.
"BRAKK" suara tendangan
"Sial! sial! Sial...!"
"Bocah Sialan itu berani menentang ku!"
Rio mengeluarkan emosinya sambil menendang sebuah meja yang berada di depannya.
Rasa sakit dari tendangan itu, dia menahannya sambil mengeluarkan semua emosinya ke arah meja yang ditendangnya.
"Boss, tenang dulu...."
Sebuah suara terdengar dari arah belakangnya. Seseorang maju ke arahnya lalu memegang pundaknya. Orang itu mencoba menenangkannya, tetapi tindakannya tidaklah berhasil, emosinya di dalam dirinya sudah mencapai diluar batasannya.
"Apanya yang harus tenang?!" Rio mendesak tangan yang memegang pundaknya itu, lalu menyingkirkannya dengan rasa penuh kesal.
"Bocah culun itu sudah berani untuk menentangku! sialan!!"
Rio terus menendang tembok yang berada di depannya, sedangkan anak buahnya hanya terdiam membisu melihat dirinya menendang tembok itu berkali-kali.
Rasa sakit itu terus dirasakannya setelah dia menendang tembok itu berkali-kali. Tetapi... Kini rasa sakit itu berlipat ganda setelah dia menendang tembok itu dengan tendangan terakhirnya. Dengan memusatkan seluruh kekuatannya di bagian ujung kakinya, Rio menendang tembok itu dengan sangat keras sekali.
*CRACK*
"Boss! apakah kamu tidak apa-apa?"
Anak buahnya mengkhawatirkanya dari arah belakangnya, mereka melangkah maju dengan penuh hati-hati. Melangkah demi selangkah dengan sangat pelan, mereka berhenti melangkah setelah Rio merentangkan tangan kanannya. Rio memberi isyarat kepada anak buahnya dari merentangkan tangan itu untuk memberhentikan anak buahnya untuk membantunya.
"Arghh....! Sepertinya jari kakiku terkilir."
"Apakah perlu untuk membawanya ke ruang UKS, Bos?" Ucap dari salah satu anak buahnya.
Memang benar jari kakinya jika tidak mendapatkan perawatan medis, itu akan menyebabkan luka yang sangat fatal. Mungkin itu akan mengakibatkan bengkak jika terus dibiarkan menerus.
"Tidak perlu untuk membawaku ke UKS! Cukup biarkan saja nanti juga pasti akan sembuh sendirinya."
Tetapi Rio berpikiran sempit, luka kecil yang seperti ini dia tidak menganggapnya dengan serius. Hal apa yang membuatnya tidak memperdulikan kondisi dari luka kakinya adalah orang itu. Orang yang membuatnya menjadi keadaan seperti ini. Kini dia memendam rasa kebencian sangat dalam kepada orang yang membuatnya menjadi orang yang seperti sedia kalanya.
Masa lalu kelam yang menimpa dirinya kini terulang lagi. Tatapan dari orang itu membuatnya teringat dengan masa lalu kelam yang menimpa dirinya. Pembullyan oleh teman - temannya di masa lalunya, membuatnya menjadi frustasi hingga pada akhirnya dirinya memasuki SMA, Rio bertekad berubah menjadi anak yang nakal supaya tidak menjadi seperti dulu lagi. Tetapi, ada satu yang membuat dirinya menjadi ketakutan seperti ini.
"Bocah itu....!"
Tatapan dari niat membunuh orang itu tidak bisa mengelakan kedua matanya. Rasa takut kini berada di dalam dirinya. Jika saja dia mempunyai sebuah kekuatan, mungkin dia akan membalas perbuatan dari orang yang membuatnya menjadi seperti ini, menjadi dua kali lipat. Dia akan membalas perbuatan orang itu dengan dua kali lipat dari orang itu perlakukan kepada dirinya.
Tetapi dia tidak memiliki kekuatan semacam itu. Dia hanya bisa ketakutan memikirkan bayangan seram yang menghantui dirinya.
"Siall...!"
Kini dia melakukannya lagi, kali ini Rio memukul tembok itu dengan tangan kanannya dengan sangat keras hingga suara gema kecil berbunyi di ruangan itu.
Sebuah luka kini terbentuk di kepalan tangannya. Darah yang mengalir dari luka itu berceceran ke bawah lantai tepat dia berdiri.
"Boss, tenanglah...."
Anak buahnya menenangkannya lagi. Rasa kesalnya akan terus ada dalam ingatannya, begitupun rasa takut dari bayangan wajahnya. Tetapi rasa takut itu menghilang setelah mendengar sebuah suara yang tidak asing baginya.
"Apa yang sedang kamu lakukan? Suaramu terdengar dari luar."
Seseorang membuka pintu ruangan ini. Seorang pria dengan tubuh kuat dan berotot, memakai tindik di kupingnya, rambut panjang berwarna hitam dengan ikatan yang sangat rapih di rambutnya. Orang itu adalah seseorang yang dipujanya. Hikigawa Yoshida, dia adalah orang yang memiliki segalanya yang tidak dirinya miliki. Orang itu adalah Boss yang menguasai sekolah ini. Dia adalah kakak dalam teman akrabnya.
"Bang, Yoshida."
Mendegar dari perkataannya itu, Yoshida menggaruk kupingnya dengan rasa yang sedikit kesal yang keluar dari mulut Rio.
"Berhentilah untuk menyebutku dengan kata 'Bang'! Kan kemarin sudah kubilang untuk berhenti, kenapa kamu menyebutkannya lagi?"
"Maaf, Yosh-Hida?"
"Nah itu baru benar, tidak perlu untuk bersikap formal jika berbicara denganku, itu sangat menggangguku!"
"Ya"
"Jadi katakan, masalah apa yang membuatmu menjadi kesal seperti ini?"
Yoshida bertanya kepadanya tentang masalah yang terjadi dengan dirinya.
Rio akan menyembunyikannya jika itu berkaitan dengan masa lalunya, tetapi pertanyaannya mengacu kepada orang itu.
Orang yang sangat dibencinya. Kini adalah kesempatannya. Dia akan meminta tolong kepada Yoshida untuk membantu melawan orang yang telah membuatnya menjadi seperti ini.
Dengan Ayahnya yang sebagai kepala sekolah di sekolah ini, mungkin Yoshida akan membantunya untuk membalas dendam kepada orang itu. Dengan membulatkan tekad dan keberanian dia memberanikan diri untuk mengucapkan kata seperti itu.
"Sebenarnya ada seseorang yang berani menggangguku."
"Siapa yang mengganggumu? Aku akan menghabisi siapapun orang itu yang telah mengganggu temanku."
Teman? Jadi Yoshida menganggap dirinya sebagai teman.
Itu bagus. Karena Yoshida menggaggap dirinya sebagai seorang teman, Rio tidak perlu untuk khawatir lagi dan tanpa basa basi, Rio mengutarakan niat jahatnya.
"Apakah anda tahu? Bocah culun dari kelasku itu?"
"Aku tahu... Si Kazuto itukan?"
"Ya, itu benar sekali...." Balas Rio.
"Jadi, ada masalah apa kau dengannya?"
"Sebenarnya tiba-tiba dia bersikap aneh pagi ini.... Bocah yang dulu sering kita tindas, sekarang dia telah jauh berbeda dari yang sebelumnya."
"Apa? Aneh bagaimannya?"
"Ya, dia tampak sama sekali berbeda dengan yang kita ketahui."
"Jadi.... Biar kutebak, luka yang berada di punggungmu ini pasti karena ulah bocah itu kan?"
{Bagaimana dia bisa tahu?}
Apakah itu cuman kebetulan? Tapi itu tidak mungkin. Rio telah menyembunyikan luka di punggungnya dengan pakaiannya, tetapi kenapa bisa Yoshida mengetahuinya?
Seperti yang diharapkan dari penerus kepala sekolah di sekolah ini. Masalah kecil seperti ini sudah diketahuinya dari awal.
"Ya, itu benar sekali.... Tiba-tiba saja bocah itu menjadi lebih kuat. Tapi, aku tidak mengetahui dari mana datangnya keberaniannya itu.."
"Dasar bodoh!"
Tiba-tiba Yoshida memarahi Rio. Ruangan ini menjadi hening, tidak ada yang berani berbicara satu katapun.
"Bagaimana bisa kau dikalahkan oleh bocah ingusan itu? Dasar tidak berguna!"
Tiba-tiba sifat Yoshida berubah kepada Rio. Rio hanya terheran kebingungan dengan perubahan sifatnya ini.
"Tapi, bang-"
"Diam! Aku tidak habis pikir kalian yang lebih dari 3 orang bisa dikalahkan oleh salah seorang siswa. Apakah kalian tahu, perbuatan kalian ini bisa menjatuhkan harga diriku!"
"Maafkan aku mencela pembicaraanmu..." Tiba-tiba salah seorang pria maju ke arah Yoshida, dia adalah Hidaka. "Tapi si Kazuto itu benar-benar memiliki semacam kemampuan. Mungkin dia belajar kungfu atau semacamnya selama liburan musim semi ini."
"Memangnya kau sudah memastikannya?" Rio bertanya kepada Hidaka.
"Mungkin saja." Balas Hidaka.
"Jika yang dikatakan kau memegang benar, sepertinya aku harus memastikannya." Kali ini Yoshida yang berbicara
Niat jahat, Yoshida sedang merencanakan niat jahat kepada Kazuto.
"Kalian semua pergilah.... Besok aku yang akan mengurusnya." Sambil menjauh pergi menuju ke arah pintu.
"Benarkah? Terimakasih banyak."
{Bocah! Tunggulah pembalasanku. Sekarang Yoshida sudah bergerak! Kematian sudah menghampirimu!}