Hari ini, kuliah dibatalkan tepat sebelum minggu ujian.
Itu adalah satu-satunya mata kuliah yang kumiliki siang ini, jadi aku memutuskan untuk pulang.
Ishida, yang selalu pulang bersamaku, dipanggil untuk diminta mengirim ulang tugasnya, jadi aku pulang sendiri hari ini.
Aku naik sepeda dari stasiun JR Makuhari.
…Kalau tidak salah, di rumah tidak ada makan siang…
Dengan pemikiran itu, aku memutuskan untuk jalan-jalan sedikit dan menuju Stasiun Kaihin-Makuhari.
Area di sekitar Stasiun Kaihin-Makuhari cukup berkembang dengan banyaknya outlet mall dan fasilitas lainnya di sana-sini.
Setelah bingung mau makan apa, akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke McDonald yang terletak di lantai dasar gedung perkantoran terbesar.
Alasannya adalah, karena restoran-restoran lain di sekitar stasiun terlihat cukup ramai meskipun sekarang sudah lewat jam makan siang.
Namun, bagian dalam McD juga cukup ramai.
Aku memesan burger, kentang goreng, dan Kola tanpa es, lalu duduk di meja di ujung restoran.
Ngomong-ngomong, selain di musim panas, aku selalu memesan minuman ringan tanpa es.
Alasannya adalah, karena volume minuman yang didapat akan lebih banyak kalau tanpa es.
Ini adalah informasi dari temanku yang dulu bekerja paruh waktu di McD.
…Kurasa aku sebaiknya sekalian belajar untuk ujian sajalah…
Aku menyebarkan selebaran pelajaran kuliah yang dibatalkan ke atas meja.
Ck, teksnya bahasa Inggris.
Saat aku sedang membuka bungkus pertama dari dua bungkus hamburger yang kupesan…
"Bolehkah aku duduk di sini~?"
Aku mendengar suara imut mengatakan itu.
Aku mendongak dan melihat seorang gadis tinggi sedang berdiri di depan meja.
Dia memakai pakaiannya dengan gaya santai, tapi dilihat dari seragamnya, dia adalah seorang siswi SMA.
Rambut panjangnya dicat pirang mempesona.
Hampir seperti warna pirang platinum.
Dan salah satu sisi poninya cukup panjang hingga menutupi satu matanya.
Menurutku wajahnya cukup imut.
Wajah pirang platinumnya sangat seimbang, tidak terlalu Jepang tapi juga tidak terlalu Kaukasia.
Dia juga punya bentuk tubuh yang cukup bagus.
Dari balik blus dengan kancing depan yang terbuka sampai ke dada, payudaranya menonjol menggairahkan.
Dan kulitnya sangat putih.
Kurasa, itulah yang biasa mereka sebut dengan 'cabe putih'.
Aku melihat sekelilingku sekilas.
Sejauh yang aku bisa lihat, setiap meja sudah terisi setidaknya oleh satu orang.
"Silahkan."
Aku menggeser nampanku untuk memberinya tempat.
"Makasih, Onii-san!"
Dia berkata sambil tersenyum dan duduk dengan anggun di depanku.
Aku merasa kayak kenal ketika aku melihatnya.
…Apakah aku pernah bertemu dengannya sebelumnya, misalnya adik kelasku di SMP...?
Tapi, aku segera berhenti memikirkan hal itu.
Karena, tidak jarang bertemu seseorang yang terlihat tidak asing.
Dan juga, aku bukan penyuka cabe-cabean.
"Apakah kau mahasiswa, Onii-san?"
Saat aku akan memasukkan burger ke mulutku lagi, dia menanyakan hal itu padaku.
"Ah, ya."
"Universitas dekat sini, ya?"
Universitas di dekat sini adalah Universitas Bahasa Asing K.
"Bukan, tapi universitas di Tokyo."
"Hmm, kupikir Onii-san dari perguruan tinggi bahasa asing di dekat sini."
Katanya sambil menunjuk selebaran berbahasa Inggris di depanku.
Tentu saja, universitas kami terkenal dengan soal ujian masuk Bahasa Inggris-nya yang sulit.
Oleh karena itulah, bahkan di Fakultas Sains dan Teknik pun, banyak mahasiswa yang pandai bahasa Inggris.
Meskipun aku sendiri mampu lulus dengan matematika dan fisika, sih.
"Ini adalah materi yang dibagikan di kelas. Universitas kami memiliki banyak kelas yang menggunakan bahasa Inggris."
"Wah, universitas apa?"
"Apa kau pernah dengar Universitas Johto?"
Lalu, dia melebarkan mata dan mulutnya.
"Ya, aku tahu, aku tahu. Di sana terkenal dengan bahasa Inggrisnya yang sulit. Onii-san sangat pintar!"
Aku tersenyum pahit.
"Tidak, aku tidak begitu pandai dalam bahasa Inggris, kok. Menurutku, aku mendapat nilai bagus dalam soal ujian masuk matematika dan fisika."
"Onii-san pandai matematika dan fisika, ya. Woow~~!"
Dia terkejut dengan lebay.
Rasanya agak memalukan.
Tiba-tiba, dia mulai mengobrak-abrik tasnya.
"Aku ada ujian sebentar lagi, lho~. Tapi, aku tidak mengerti sama sekali soal matematika. Bisakah Onii-san membantuku?"
Sebelum aku sempat mengatakan sesuatu, dia sudah mengeluarkan buku pelajaran dan buku latihan matematika-nya.
Itu adalah perilaku seseorang yang berpikir bahwa, seseorang tidak akan pernah menolak permintaanku.
Itu sedikit mengingatkanku pada Karen.
Sampul buku pelajarannya bertuliskan 'Matematika II'.
Jadi, anak ini kelas 2 SMA, ya?
Dia membuka buku pelajaran dan buku latihan-nya, lalu menunjuk ke sebuah soal di sana.
"Nah, yang ini. Soal nomor 235."
Ketika aku melihatnya, itu adalah soal fungsi trigonometri.
Ini soal yang mudah.
"Di sini, kita menggunakan rumus penjumlahan trigonometri. Kamu bisa mendapatkan nilai cos(θ+α) dari…"
Aku menjawab beberapa pertanyaannya seperti itu.
Tanpa aku sadari, lebih dari tiga puluh menit telah berlalu.
Kentangnya sudah benar-benar dingin.
"Makasih, Onii-san! Aku terselamatkan!"
Katanya sambil tersenyum cerah.
…Dia cabe-cabean, tapi dia mungkin gadis yang cukup baik…
Aku mulai berpikir seperti itu.
"Kau pandai mengajar, Onii-san. Penjelasanmu sangat mudah dimengerti!"
"Benarkah?"
"Ya, suwer! Ano, bisakah kau mengajariku sesuatu yang aku tidak mengerti lagi lain kali, seperti matematika atau sains? Oh iya, tolong minta informasi kontak Onii-san, dong. Mari kita bertukar alamat email dan ID media sosial!"
Aku bingung untuk menjawabnya.
Gadis di depanku adalah cabe-cabean putih, tapi dia benar-benar imut.
Kebanyakan pria akan dengan senang hati bertukar informasi kontak dengannya.
Tapi, aku baru saja memiliki pacar baru.
Dan pacarku cukup tegas.
Aku masih belum tahu batas antara apa yang bisa dianggap sebagai perselingkuhan atau tidak.
…Maaf saja, tapi aku sebaiknya berhenti terlibat dengan anak ini…
Aku sedang berpikir begitu, saat aku melihat dia mencari-cari sesuatu di tasnya lagi.
"Neh, neh, neh?"
Dia membuat suara seperti itu.
"Ada apa?"
Setelah aku menanyakan itu, dia mendongak ke arahku.
"Ponselku hilang…"
Katanya dengan ekspresi cemas.
"Mungkin bukan di tas, tapi di saku seragammu?"
"Kupikir juga begitu. Tapi, saat aku mencari di seragam, tetap tidak ada…"
Dia tampak gelisah.
"Bagaimana kalau kamu pulang dulu dan mencarinya menggunakan aplikasi pencarian lokasi?"
"Tapi, kartu commuter-ku ada di ponsel. Jadi, aku tidak bisa pulang tanpa ponselku."
"Memangnya rumahmu di mana?"
"Antara Kemigawa dan Inage."
Cukup jauh. Itu adalah jarak yang sulit ditempuh dengan berjalan kaki.
"Apakah kamu tahu di mana kamu mungkin menjatuhkannya?"
"Ponselku masih ada sampai aku berada di taman di sisi lain outlet tadi. Jadi, jika aku menjatuhkannya, kurasa itu di taman…"
Dia terlihat semakin cemas.
Dia seperti hendak menangis sebentar lagi.
Apa boleh buat.
"Ayo cari ponselmu di taman sekarang. Aku akan menemanimu mencarinya."
Saat ini masih belum jam dua, jadi kami masih punya banyak waktu.
"Makasih, Onii-san."
Dia mengatakan itu dengan ekspresi lega di wajahnya.