Chereads / Princess in the Death Penalty (Indonesia) / Chapter 30 - 30. Amarah tak Terbendung

Chapter 30 - 30. Amarah tak Terbendung

"Shem berjanjilah dulu jangan hukum mereka. Apalagi membunuh mereka. Tolong jangan lakukan itu." Masyayel terus menangis. Dia sangat takut kehilangan dua orang yang sudah melakukan banyak hal untuk dirinya itu.

"Mana kuncinya, Sayang?" Akhirnya Masyayel menyerahkan kuncinya itu, dengan terburu-buru Shem membuka pintu kamarnya dan keluar dengan penuh ambisi. Masyayel hanya pasrah. Ia tak bisa pula menghentikan kekasihnya yang sedang diselimuti amarah itu.

Pangeran tak lama memasuki kamarnya lagi, diikuti oleh Paman Elliot dan Abraham turut memasuki. Keduanya berdiri berjejer dan menghadap sang Pangeran, tapi mereka berdua menunduk dan tak ada yang berani menatap mata Pangeran. Mereka berdua seakan tahu bahwa keduanya akan mendapat hukuman dari Pangeran atas kejadian yang menimpa Tuan Putri Adaline. Mereka pun tak tahu hukuman apa yang akan diberikan oleh Pangeran Shem. Mati pun mereka harus siap. Mental seperti itu harus selalu tertanam di jiwa mereka. Petarung harus siap menang atau mati. Begitu juga mereka saat ini.

Pangeran Shem membalikkan badannya dan menatap Masyayel yang masih belum berhenti menangis itu, Lalu dia memejamkan mata sambil mengepalkan tangan dan menahan amarahnya yang hampir meledak-ledak lagi itu. Dengan gesit dia putar arah lagi, tanpa disangka dia mendaratkan tamparan keras ke pipi Paman Elliot, kanan dan kiri.

"PLAKH! PLAKH!"

"Hhhrrrgggh!" teriak Paman Elliot sambil memegangi pipinya yang langsung memerah merasakan tamparan yang sangat keras.

"Apa saja yang kamu lakukan, Paman? sampai dia jadi begini???" Tanya Shem dengan setengah berteriak. Masyayel seketika terkaget dan berdiri berjalan mendekati Shem. Ia menutup mulutnya dengan jari-jari mungilnya itu saking kagetnya. Paman Elliot ....

"Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba sangat teledor kemarin. Ampuni hamba, Yang Mulia Shem." Paman Elliot langsung bersimpuh dengan kedua tangan memohon ampun. Beliau menangis dengan suara yang bergetar, penuh penyesalan.

Sekarang Pangeran Shem menatap tajam ke arah Abraham yang sedang menunduk lesu. Shem berjalan mondar mandir sambil terus menatap Panglima kepercayaannya itu. Secara tiba-tiba pula Shem melayangkan bogem mentah ke rahang Abraham yang tampak tidak siap itu.

"HAAAARGGHHH!!!" Teriak Shem.

"UUUGHH!!" Abraham terhuyung kebelakang. Ia tak berani menangkis atau melawan Pangerannya. Shem terus memukul dan menghantam berkali-kali karena merasa Abraham adalah lelaki perkasa dan juga orang yang paling dipercaya untuk menjaga keselamatan kekasihnya itu, namun ternyata gagal.

Masyayel semakin kebingungan. Kalau ia tidak menghentikan Shem, maka Abraham bisa mati dihajar oleh Shem dengan tanpa perlawanan. Sungguh ini bukan salah Abraham. Paman Elliot tak mampu dan tak berani membela atau berbuat apa-apa menyaksikan ini.

"TIDAAAAK!!!! HENTIKAN SHEEEEEM!" seru Masyayel sambil berlari, dia mencengkeram dan meremas bahu dan pakaian Shem untuk menghentikan kekasihnya yang sedang kalap menghajar Abraham itu.

"Shem, tolong hentikan. Dengarkan aku, dia bisa mati! Ingatlah! Hanya dia dan Paman Elliot yang selalu setia kepadamu dan paling jujur. Apa kau mau mereka berdua mati? Siapa lagi orang yang akan engkau percayai selain mereka berdua? Yang kesetiaannya seperti mereka?! Hah?! Tidak ada kan???" Masyayel pun berteriak demi menghentikan itu semua.

Shem nampak berpikir karena dia dipeluk Masyayel tepat pada pinggangnya karena tak ada lagi yang bisa dilakukannya. Shem dengan nafas yang tersengal-sengal setelah menghajar Abraham.

"Kamu melakukan apa saja? Sampai tidak tahu Adaline dalam bahaya? Kemana saja kamu sampai terlambat menyelamatkan dia?!!!!" teriak Shem.

Tak selang berapa lama, eratnya pegangan kedua tangan dari Masyayel itu mulai merenggang. Gadis itu terjatuh dan lunglai dilantai. Dia pingsan seketika di belakang kekasihnya, Shem. Bebannya terlalu berat dan perasaannya berantakan. Disamping itu dia juga lemas dan kelelahan. Shem menghentikan kebrutalannya, dia segera menolong Adaline yang terkulai dilantai.

"ADALINE!!!" teriak Shem.

Ia memeluk, menangisi dan menciumi wajah gadis itu, lalu dia mengangkat dan membawa tubuh gadis itu ke atas ranjangnya lagi. Ia baringkan dengan perlahan, lalu ia panik dan menanyakan kepada Paman Elliot apa yang harus dia lakukan untuk kekasihnya.

"Paman Elliot, apa yang harus kita lakukan? Adakah obat atau ramuan yang bisa membuat dia baikan?"

"Dia hanya butuh istirahat dan ketenangan saja, Pangeran, dia masih sakit dan sangat kelelahan. Dia sudah kami beri obat dan ramuan tadi. Mungkin dia syok melihat keadaan kita semua," jawab Paman Elliot.

Shem duduk disamping gadis itu yang masih berbaring memejamkan mata. Shem sangat mencemaskannya. Dia membelai kepala dan rambut Adaline dengan perasaan yang tak karuan.

"Aku ingin membantai dan memotong-motong menjadi beberapa bagian para berandal itu! Para bedebah yang tak punya otak harus di musnahkan dari Negeri ini! Aku ingin tanganku sendiri yang menumpahkan darah mereka." Shem betsungut-sungut mengucapkan dengan aura bara api yang membara dalam jiwanya.

"Tapi aku terlalu takut jika hal itu akan membuat semua orang curiga dan malah akan mencelakakan Adaline, akan aneh seorang pangeran berstrata tinggi seperti aku bisa membela mati-matian pelayannya? Siapa dia? Tentu akan semakin membahayakan keberadaannya."

Pangeran Shem tampak berfikir untuk membalas dendam sakit hatinya, akan apa yang terjadi terhadap Putri Adaline itu. Namun ia takkan mungkin mencari pelaku kejahatan itu secara langsung. Pangeran memutuskan akhirnya memilih dan meminta Abraham untuk mencari pelaku kejahatan itu.

"Panglima Abraham, cari para bedebah itu, pisahkan kepala dengan tubuhnya kala itu juga, saat bertemu dengan mereka!" Perintah Shem, masih mengelus mesra kekasih hatinya yang masih terpejam.

"Mereka, dua orang itu harus ketemu dan harus mati! Mereka bukan cuma menodai Adaline, tapi juga menodai hatiku!! Mereka harus mati secara mengenaskan!! Beraninya menyentuh calon istri dan gadis yang istimewa di hati dan hidupku. Mereka telah menghancurkan masa depanku!!!" Dendam kesumat Shem berapi-api kepada pelaku kejahatan itu.

"Saya akan laksanakan, Tuanku, tapi bagaimana cara menemukan orangnya? Saya juga tidak tahu pelakunya?" tanya Abraham.

"Kau akan mencari pelakunya sampai ketemu, Adaline tahu wajah bedebah itu! Pergilah dengannya saat dia sudah mulai membaik. Carilah mereka sampai kapanpun, mereka harus ditemukan!" teriak Shem lagi.

"Siap Yang Mulia, saya akan menunggu putri siuman dan keadaannya membaik, saya akan melakukan perintah Yang Mulia dengan baik. Percayalah kepadaku Pangeran." Abraham meyakinkan Shem bahwa tugas itu pasti berhasil dan tidaklah sulit untuk dilaksanakan.

Begitulah Abraham, sesakit apapun yang ia terima dari Shem, dirinya tetap hanya setia dan patuh kepada perintah Shem, sepertinya Abraham memang dilahirkan dan diciptakan hanya untuk Shem. Dirinya selalu dibawah perintah tuannya itu dan selalu mematuhi semua kata dan perintah dari Shem.

Shem juga lupa bahwa Adaline masih belum membasuh diri, dirinya kusut dan tampak lusuh. Ia lupa bahwa air hangat yang telah disiapkan sejak pagi tadi telah berubah menjadi dingin.