Chereads / Princess in the Death Penalty (Indonesia) / Chapter 16 - 16. Terbawa Perasaan

Chapter 16 - 16. Terbawa Perasaan

"Benarkah? Apa Pangeran jatuh hati kepadamu, tapi kalian terlalu belia, Sayang. Tunggulah usia kalian lebih dewasa lagi, nanti kamu akan tahu apa kalian benar-benar saling mencintai atau hanya sekedar cinta monyet saja."

"Apa Ibu akan melarang aku bermain dengannya setelah ini?" Adaline segera duduk di pangkuan Ibunya.

"Tentu tidak, sayang. Kau boleh bermain dan bertemu dengannya, tapi ingat pesan Ibu, dia tidak boleh meminta apapun darimu selain ciuman. Oke?! Pangeran tidak boleh menyentuh tubuhmu yang lain. Karena Ibu akan sangat marah dan Ayahmu juga," Ratu Librivia memberi pesan penting untuk anak gadisnya itu.

"Aku janji Ibu, kami hanya berciuman saja tadi. Aku juga suka dia, dia baik dan juga tampan, Bu." Adaline melanjutkan ucapannya. Dia melayangkan pikirannya menatap ketampanan Pangeran Shem muda ketika bersamanya.

"Ibu tahu dia baik dan tampan, tapi kamu juga anak Ibu yang baik dan cantik, aku tak mau sesuatu terjadi padamu. Kalian masih terlalu belia. Ibu mau jika usiamu sudah menginjak 20 tahun, kamu akan bisa menilai sendiri." Sang Ibunda mencium kening Adaline.

****

Begitulah Adaline dan Shem, semakin hari semakin dekat dan akrab, kadang meskipun tak ada jadwal Kerajaan

Sadrach untuk mengunjungi Serafin, Pangeran tetap sering bermain ke Serafin hanya untuk berjumpa dengan Adaline.

Sering juga Adaline di ajak oleh Pangeran Shem ikut bersamanya ke Istana Sadrach hanya sekedar jalan-jalan, melihat-lihat sawah, kebun dan berkuda bersama di Negeri Sadrach. Pangeran Shem juga mengenalkan Adaline dengan beberapa anggota keluarga Sadrach, namun semuanya tidak menaruh curiga. Mereka semua tahu kalau Shem dan Adaline adalah berteman, lalu Sadrach dan Serafin adalah partner. Jadi sangat tidak masalah jika Pangeran dan Putri Mahkota mereka barteman dekat.

"Pangeran? Apakah kamu sudah menceritakan bahwa kamu mencintai aku kepada orang tuamu?"

"Belum, Adaline. Aku takut dimarahi Ayahku. Kita jalani saja dulu seperti ini ya? Nanti kita tunggu waktu yang tepat, aku akan menceritakan semua kepada orang tuaku." Pangeran Shem mengajak Adaline berjalan-jalan di sekitar istana.

"Istanaku tidak seindah istanamu, hanya ada taman bunga biasa di halaman istana kami." ucap Shem sambil menggandeng tangan Adaline selalu.

"Istana yang indah itu tidak harus sama, Pangeran. Istanamu juga sangat besar dan megah. Istana Sadrach juga sangat indah." Adaline menunjuk ke bagian Istana Sadrach yang memang bangunannya di penuhi dengan berbagai bebatuan mulia dan bersinar sebagian dari batu-batu crystal yang cemerlang.

"Terima kasih, Adaline." Shem berterima kasih sambil tersenyum.

Keduanya sangat dekat. Mereka tak akan tenang bila satu sama lain tidak bertemu dalam waktu yang lama. Terutama Shem, dia tidak akan sabar jika ia merindukan Adaline, maka ia akan segera berangkat ke Istana Serafin meskipun tidak ada kepentingan dan tidak dalam misi apapun.

Shem dan Adaline diliputi rasa cinta yang sedang bermekaran. Keduanya jatuh cinta dan selalu ingin bertemu. Seperti sebuah bunga yang berwarna merah berbentuk kuncup lalu ditimpa hangatnya cahaya matahari setiap hari, di taburi oleh embun-embun di kala pagi, lalu bersemai dan tumbuh menjadi bunga yang indah merekah dari setiap tangkainya.

Shem kembali memutar memorynya pada masa dirinya dan Adaline masih berusia belia.

Di mana mereka waktu dulu, cinta pertama menghinggapi mereka berdua. Kenangan-kenangan indah itu dimunculkan oleh Shem di saat ia merasa menghangat dan mendekap tubuh Adaline saat ini. Shem mulai membuka matanya dan tersadar dari lamunannya. Dia kembali bersedih karena kenangan indah masa lalunya itu tak bisa bertahan lama sampai ia dewasa. Kini saat Shem dewasa, malah terjebak dalam situasi yang fatal.

Adaline, gadis yang dicintainya dari dulu, kini dalam dekapannya berada di ujung tanduk. Antara hidup dan mati. Dia masih mendekapnya. Dia mengelus punggung Adaline, kekasihnya yang masih memejamkan mata indahnya itu.

"Adaline, buka matamu. Aku harus segera mengubah penampilanmu sebagai Masyayel, karena wajahmu telah tersebar dimana-mana sebagai buronan kerajaan." Shem mengambil sisir dan gunting. Ia hendak memotong rambut Adaline untuk menyempurnakan penyamaran.

Karena selama ini Adaline berambut panjang hampir selutut, maka Shem meminta ijin untuk memotongnya sebatas pinggang saja, lalu memberikan Adaline poni yang tebal untuk menutupi keningnya itu.

Sekarang berikan alis yang tebal di kedua matamu agar kamu tampak berbeda, lalu perteballah bibirmu sedikit dengan ini.

"Kamu dapat darimana Shem? Kamu membuat aku tertawa. Seorang pangeran memiliki alat rias yang lengkap. Hehehe," ucap Adaline menutup mulutnya dan tertawa kecil.

"Aku meminta pada pelayanku. Khusus yang melayani kecantikan di kerajaan. Aku bilang ada keponakan Elliot yang membutuhkan ini." Shem menjawab ikut tersenyum pula.

"Tolong setiap hari bergayalah seperti ini, rambutmu juga jangan pernah di gerai, kuncirlah saja atau kamu kepang saja. Agar semakin membuatmu berubah." Perintah Shem.

"Jangan pernah sekali pun ke luar dari istana. Okey? Dan semaksimal mungkin kamu hanya boleh berada di kamar ini, maafkan aku, Sayang." Shem meraih kedua tangan Adaline dan mengecupnya.

"Aku terlalu takut kehilanganmu. Bukannya aku mengekangmu, tapi ini demi kita," pesan Shem.

***

Pagi itu seperti biasa, sebelum keluarga istana sarapan, maka akan ada ramuan herbal untuk menjaga stamina semua orang yang meminumnya, harus telah siap untuk semua orang istana. Elliot harus menyiapkan itu semua sendirian.

"Apakah ramuan ini harus diminum dulu sebelum semua orang sarapan, Paman?" tanya Masyayel sambil membantu menuangkan ramuan pada mangkuk-mangkuk kecil istana.

"Iya, betul. Dan kamu mendapat perintah khusus, Masyayel. Kamu khusus mengantarkan ramuan ini kepada Pangeran dan segala makanan untuk Pangeran juga kamu yang harus mengantarkan sendiri ke kamarnya," kata Paman Elliot.

"Baiklah, aku akan mengantarkan kesana sekarang ramuan herbal ini, untuk sarapannya dimana?"

"Sebentar lagi akan diantarkan oleh pelayan ke kamar kita. Hari ini Pangeran tidak ingin makan bersama dengan keluarga di ruang makan. Dia ingin makan di kamarnya. Itu pesannya kemarin."

"Baiklah Paman, aku akan kesana sekarang," pamit Adaline atau Masyayel itu.

Dia berdandan dan berpenampilan sesuai dengan perintah Shem, rambut dikepang satu dan ia letakkan di salah satu bahunya. Sekarang dia berponi. Dia mulai mengetuk pintu kamar Shem, tapi karena tak ada jawaban, dia mulai membuka pintu itu sendiri, dia mencoba mengintipnya lebih dulu sebelum masuk kedalam kamarnya. Ia juga teringat pesan Paman Elliot bahwa kalau Pangeran masih tidur, maka jangan sampai membagunkannya.

Masyayel dengan perlahan memasuki kamar itu, dia meletakkan mangkuk itu dengan sangat hati-hati, juga memang benar Shem sedang tidur. Ia berbalik badan dan hendak meninggalkan kamar itu.

"Adaline, apakah itu kau?" Suara Shem memanggilnya.

"Iya, Shem. Ini aku. Maafkan aku bila membangunkanmu. Aku sudah berusaha melakukan perintah Paman Elliot untuk masuk kamarmu dengan hati-hati dan jangan membuatmu kaget," ucap Masyayel dan ia berbalik badan agar menghadap Shem.