Chereads / Jovaca & Rivaldi / Chapter 11 - Ibu Baru

Chapter 11 - Ibu Baru

Mobil yang ditumpangi Jovanca dan Gavin telah sampai tepat di pekarangan sebuah rumah mewah, yang terdapat beberapa tanaman hias di pekarangan rumah tersebut. Semenjak berpisahnya Arya dan Caesa, rumah itu memang benar-benar berubah, sepi seperti tidak ada penghuninya. Sedari tadi Jovanca tidak berniat turun dari mobil, sehingga mau tak mau Gavin harus menemaninya.

Sudah sejak lama Gavin mencari sosok sepupu kesayangannya itu, dahulu mereka berdua sangat sering bermain bersama. Banyak kenangan yang tercipta, sehingga menimbulkan banyak kenangan di benak mereka berdua. Bahkan kabar tentang penyakit yang diderita Jovanca pun telah sampai ke telinga Gavin, tapi sayangnya baru saat ini saja keduanya bisa kembali bertemu.

Gavin berjanji, tidak akan pergi jauh lagi. Gavin akan selalu ada di sisi Jovanca, menjaganya dengan sepenuh hati. Tidak boleh ada luka lecet sedikitpun di tubuh Jovanca, karena Jovanca itu sudah Gavin anggap seperti Adik kandungnya sendiri bahkan lebih. Maka dari itu, sekalipun nyawa taruhannya akan Gavin berikan demi Jovanca.

"Vanca, kenapa diam aja? Gak mau turun gitu? Terus lakuin hal-hal biasanya sama tante Caesa dan om Arya?" tanya Gavin dengan kening yang berkerut.

Jovanca menatap Gavin sebentar, lalu mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela. "Bunda sama ayah pisah, makanya aku malas masuk rumah. Kamu tahu? Semenjak bunda sama ayah pisah, suasana rumah itu sepi banget. Ayah juga berubah, aku jadi merasa gak nyaman," jelas Jovanca.

Setelah mendengarkan penjelasan Jovanca, ada rasa tidak enak di lubuk hati Gavin yang terdalam. Ternyata sepupu kesayangannya itu merasa kesepian. Pantas saja dari raut wajahnya kelihatan sekali tidak ada tanda-tanda ceria seperti biasanya. Gavin rindu sosok Jovanca yang dahulu.

"Jangan sedih, sekarang ada aku kok. Aku bakal tinggal di sini lagi kayak dulu dan meramaikan rumah ini. Jadi, kamu gak akan merasa kesepian lagi," ucap Gavin, terdengar sangat lembut di pendengaran Jovanca.

"Makasih, Gavin. Kamu emang sepupu aku yang paling baik." Kemudian, Jovanca memeluk tubuh Gavin erat. Tentu saja Gavin membalas pelukan Jovanca tak kalah erat.

Kurang lebih dua menit Jovanca dan Gavin saling berpelukan, setelah itu keduanya melepas pelukannya secara perlahan dan mulai keluar dari dalam mobil. Pintu utama rumah mewah tersebut terbuka cukup besar, sepertinya sedang ada tamu.

Sebelum memasuki rumahnya, Jovanca terlebih dahulu mengucapkan salam diikuti oleh Gavin di belakangnya. Kedua bola mata Gavin seketika membelalak saat melihat sosok wanita yang satu bulan lalu sudah dia hancurkan masa depannya. Wanita itu menatap Gavin nyalang, lalu menarik lengan Gavin dan membawanya ke tempat yang sepi.

Tidak ada lagi yang dapat Gavin lakukan selain berdiam diri juga menundukkan kepala. Gavin sangat merasa bersalah dengan perbuatannya kepada Veronika, dapat dilihat pula bahwa wanita yang dahulu berstatus sebagai kekasihnya menyimpan sejuta kekecewaan kepada dirinya.

"Ke mana aja lo, hah?! Mau hilang tanpa tanggung jawab?!" teriak Veronika, emosinya meledak-ledak.

Gavin senantiasa menundukkan kepalanya, terdiam sejenak, lalu berucap, "Maaf, gue gak maksud buat lo kecewa kayak gini. Gue cuma masih belum siap aja."

Dengan seenaknya Gavin mengatakan bahwa dirinya tidak siap menerima berita yang akan disampaikan Veronika, padahal apa yang dirasakannya sama seperti apa yang dirasakan oleh Veronika. Tangan kanan Veronika terkepal kuat, kemudian dirinya melayangkan satu pukulan pada dada kiri Gavin.

"Lo jahat, tahu gak?! Gue mau lo tanggung jawab, semua ini terjadi karena lo! Coba aja kalau lo gak ajak gue ke tempat haram itu, pasti semua ini gak akan terjadi!" pekik Veronika.

Dengan sepenuh keberanian, Gavin menengadahkan kepalanya untuk menatap Veronika. "Ver, maaf. Gue gak bisa tanggung jawab. Karena ini juga kesalahan lo, coba aja kalau lo gak mau terima ajakan gue. Pasti bukan lo yang mengalami hal ini," ucapnya dengan penuh penyesalan.

Satu kata untuk Gavin, brengsek. Veronika sudah muak melihat kehadiran Gavin, gadis itu kembali memasuki kediaman Jovanca. Dan sepertinya mau tak mau pernikahan Veronika dan Rivaldi harus segera dilaksanakan, agar Veronika tidak dicap sebagai wanita tidak benar.

***

Perbincangan Arya dan Sarah terdengar begitu serius di telinga Jovanca dan Veronika. Sebentar lagi mereka berdua akan berstatus sebagai Kaka Beradik, dan satu hal yang tidak diketahui oleh keduanya, adalah hubungan mereka dengan Rivaldi. Veronika belum tahu, siapa kekasih Rivaldi. Sementara Jovanca juga belum tahu siapa wanita yang dijodohkan dengan Rivaldi.

Sekarang, Jovanca sudah mulai merasa ikhlas jika Arya harus menikah lagi dengan wanita lain. Karena Jovanca yakin bahwa Sarah adalah wanita yang baik, lagipula Jovanca juga ingin Arya bahagia. Agar saat Jovanca menghembuskan napas terakhir nanti, Arya tidak akan merasa kesepian.

Sama seperti yang Jovanca rasakan, Veronika merasa bahagia akan mempunyai Ayah baru sekaligus Adik. Meski Jovanca bukan Adik kandungnya, tapi Veronika sudah menganggap Jovanca seperti Adik kandungnya sendiri.

"Nah, jadi ayah sama tante Sarah akan menikah bulan depan. Karena kata tante Sarah, Minggu ini anaknya dulu yang menikah," jelas Arya.

Jovanca menganggukkan kepalanya. "Iya ayah, gapapa. Vanca ikut aja, lagipula kan Vanca gak berhak larang ayah buat menikah lagi," ucapnya patuh.

Sarah menatap Jovanca dari atas sampai bawah, seulas senyuman terbit di wajah cantiknya. Sarah bahagia, akhirnya dia bisa mempunyai dua orang anak gadis. Sarah harap, sifat Jovanca tidak seperti sifat Veronika. Selalu membangkang kepada dirinya dan seringkali main keluyuran pada malam hari.

"Kamu cantik sayang, mulai sekarang kamu boleh panggil tante pakai sebutan bunda. Jangan sungkan juga untuk sering datang ke rumah tante, ya sayang. Nanti tante kasih alamatnya," nasihat Sarah dengan suara lembut khas keibuannya.

"Iya tante, eh bunda maksudnya hehe," jawab Jovanca diakhiri cengiran khasnya.

Tawa mengembang di wajah Arya, Jovanca, Sarah, juga Veronika. Mereka sudah terlihat seperti keluarga kecil yang bahagia. Jika seperti ini, Jovanca harap sikap baik Arya kepadanya akan kembali seperti dahulu lagi. Jovanca juga selalu berdoa, agar keluarga kecilnya dapat selalu bertahan.

Inilah yang sangat ingin Jovanca rasakan lagi, tapi tunggu dulu. Bagaimana dengan Caesa? Ah, jika mengingat Bunda kandungnya itu, Jovanca jadi merasa sesak. Bisa jadi Caesa hidup sebatang kara, atau bisa jadi suami barunya bersikap kasar kepadanya.

Jovanca menggelengkan kepalanya, menepis segala pikiran negatif yang menyerang kepalanya. Dalam hati Jovanca meyakinkan dirinya, bahwa Caesa pasti bahagia bersama suami barunya.

"Bunda, makasih ya udah mau terima aku. Seneng banget deh, hehe. Kak Vero juga makasih ya, kita udah mau jadi adik kakak nih." Jovanca menatap Sarah dan Veronika bergantian.

Veronika tersenyum, lalu memeluk Jovanca. "Sama-sama Vanca! Kamu harus janji ya sama aku, akan selalu ada buat aku! Kita juga harus sama-sama kompak, baik suka ataupun duka," ucapnya dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.