Sementara Kenzo mengerjapkan matanya perlahan-lahan, ia melihat ke segala arah. Ternyata ia berada di ruangan ini lagi, entah mengapa ia ingin bangun cepat. Seluruh badannya terasa sakit, ia tak bisa mengeluarkan sepatah kata lagi karena tenggorokannya yang sakit. Ia melihat tubuhnya yang di lapisi oleh selimut tebal.
Ia sedikit kesusahan dalam bernafas, kepalanya pun sakit namun ia sama sekali tak berniat untuk memanggil seseorang. Di sini hanya terdengar bunyi suara EKG yang memekikkan telinga, ia sudah biasa bangun dalam keadaan seperti ini. Lantas ia pun menoleh ke samping, ia melihat Dokter Edward dan juga yang lainnya.
"Kamu sudah bangun, gimana keadaan kamu?" tanya Dokter Edward sembari berdiri di samping Kenzo.
"Kenapa kamu lepas masker oksigen kamu? Nafas kamu sesak," ujar Dokter Edward karena tak mendapatkan sahutan dari Kenzo.
Sementara Kenzo hanya bisa menggeleng samar, ia sama sekali tak minat untuk bersuara dan lebih memilih untuk diam tanpa minat sama sekali.
"Yaudah kamu istirahat saja dulu," ucap Dokter Edward.
"Tetap di sini," ujar Kenzo dengan suara pelan.
"Ada apa? Kau butuh sesuatu?" tanya Vito.
"Tolong lepas alat-alat yang ada di tubuh saya, saya ingin pergi," jawab Kenzo dengan nada memohon.
Sampai akhirnya Dokter Edward mengangguk, ia mulai mengecek kembali keadaan Kenzo dan mulai melepaskan alat-alat medis yang ada di tubuh Kenzo. Kenzo sendiri memejamkan mata, setelah semua terlepas ia pun duduk walapun sedikit kesusahan. Ia pun berjalan pergi dari sini dan menyuruh mereka untuk tak lagi mengikuti dirinya.
Sementara Tije dan yang lain hanya bisa menghela nafas, Kenzo baru bangun dan dia tak lagi mau beristirahat. Sementara Kenzo keluar dari markas dengan memakai jaket hitam yang tebal, ia juga memakai masker guna menutupi bibi pucatnya. Ia pun berjalan menjauh, walapun dadanya sesak ia masih saja memaksakan untuk berjalan.
"KENZO!"
Kenzo berhenti melangkah setelah mendengarkan teriakan itu, Kenzo melihat ke samping. Ia melihat Skay yang berdiri, dengan rambut berantakan akibat tertiup angin. Sudah lama sekali ia tak melihat Skay dengan wajah marahnya, Skay berjalan ke arah dirinya dengan nada naik turun.
"Kau harus menghilangkan satu perbuatan jahatmu!" ucap Skay sembari menunjuk wajah Kenzo.
"Pergi dan jangan mengganggu saya!" balas Kenzo penuh penekanan dengan mata tajamnya menatap ke arah Skay.
"Enggak! Tanah yang ada di ujung jalan sudah kau beli bukan? Sekarang saya minta kau kembalikan tanah itu kepada warga yang ada di sini!" jelas Skay.
"Stop ikut campur urusan saya!" ujar Kenzo. Dadanya masih sakit, dan sekarang ia dihadapkan dengan suara Skay yang memekikkan telinga dan itu membuat dirinya semakin pusing.
"URUSAN WARGA DI SINI AKAN MENJADI URUSANKU!" teriak Skay yang sudah marah karena Kenzo menjawab singkat sedari tadi.
"Tanah itu sudah menjadi milik saya, terserah mau saya apakan tanah itu. Karena saya beli tanah itu pakai uang!" balas Kenzo lalu berjalan pergi.
Ia tak mau waktunya terbuang sia-sia hanya untuk menghadapi Skay yang menurutnya tak berguna. Ia terus saja berjalan dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku jaket. Sementara di tempatnya Skay mencoba menahan emosi, ia benar-benar tak habis pikir dengan reaksi yang Kenzo berikan.
Lantas ia berlari mengejar Kenzo, ia menarik bagian belakang jaket Kenzo hingga membuat laki-laki itu oleng ke belakang. Akhirnya ia terjatuh dan Kenzo ikut terjatuh, ini tak seperti rencananya. Pantatnya sakit karena berbenturan dengan tanah yang kering ini. Ia melihat Kenzo yang tiduran di sampingnya, kenapa laki-laki itu hanya diam sembari memejamkan matanya.
"Bangun, kau kenapa? Jangan membuat saya takut," ucap Skay yang mulai was-was dengan keadaan Kenzo.
Sementara Kenzo memejamkan matanya, dia baru saja bangun dari sakitnya. Sekarang Skay membuat ia jatuh, sungguh punggungnya sakit. Tiba-tiba saja Skay menarik maskernya ke bawah, ia tak bisa menahan apa yang Skay lakukan karena tangannya berada di bawah kaki Skay.
"Apa kau akan mati? Wajahmu pucat sekali," ucap Skay saat melihat bibir Kenzo yang pucat.
"Menyingkir dari hadapan saya," ucap Kenzo sembari mendorong tubuh Skay dengan satu tangannya. Skay jatuh ke samping, dan kesempatan itu dibuat Kenzo untuk berdiri.
"Oke kalau begitu!" Skay berdiri. "Berikan tanda penerimaan tanah itu kepadaku!" ujar Skay sembari berdiri di depan Kenzo guna menghalangi jalan lelaki itu.
"Tidak akan dan itu tak akan terjadi!" sahut Kenzo sembari membenarkan letak maskernya.
"Kalau tidak...." Dengan sengaja Skay menjeda ucapannya.
"Kalau tidak apa?" tanya Kenzo menantang. Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Kenzo kembali berjalan ke markasnya.
Skay mencoba berpikir keras, ia harus mendapatkan bukti penerimaan tanah itu segera agar bisa membebaskan masyarakat di sini. Jika tak ada surat penerimaan tanah itu, ia tak akan bisa merebut kembali hak mereka. Hanya surat itu yang bisa membantu dirinya sekarang.
"JIKA KAU MEMBERIKAN SURAT ITU AKU AKAN MELAKUKAN APAPUN YANG KAU MAU! KESEJAHTERAAN MEREKA ADA DI TANGANKU, KENZO! JANGAN JADI MANUSIA EGOIS! UNTUK KALI INI TOLONG BANTU AKU KENZO!" teriak Skay dengan mengerahkan seluruh tenaganya.
Kenzo yang mendengarkan teriakan Skay terdiam selama beberapa saat, ia memejamkan mata mencoba untuk memahami apa yang Skay katakan. Satu ide terbesit di otaknya, ia tersenyum miring. Ia berbalik badan dan menarik tangan Skay, sementara Skay yang di tarik merasa terkejut.
Tak urung Skay mmengikuti langkah Kenzo dari belakang, Kenzo terus saja berjalan menuju ke dalam markas. Ia mempunyai rencana yang amat sangat menarik, ia dan Skay masuk ke dalam markas. Skay melihat pintu itu sudah tertutup rapat, detik itu juga Kenzo melepaskan cekalan yang ada di tangannya.
"Kau mau surat tanah itu bukan?" tanya Kenzo dan mendapatkan anggukan dari Skay.
"Lakukan apa yang saya suruh, dengan begitu suratnhya akan saya berikan kepadamu!" imbuh Kenzo.
"Ya! Aku akan melakukan apapun asalkan surat itu berada di tanganku!" balas Skay.
"Kau yang sudah masuk ke sini, jangan harap bisa keluar Skay!" bisik Kezo tepat di samping telinga Skay.
"Ya, saya tak akan mengingkari janji itu. Karena saya bukan pecundang," ucap Skay menohok.
Entahlah, hanya ini yang bisa Skay lakukan. Biarlah ia menjadi babu Kenzo, asalkan surat tanah itu berada di tangannya, jika ia tak bertindak dengan cepat maka masyarakat di sini yang akan menjadi korbannya dan ia tak mau itu terjadi.
Ia sendiri sedikit was-was karena sikap Kenzo yang mencurigakan. Apalagi di sini tak ada seorangpun selain ia dan Kenzo, semoga tak terjadi apa-apa kepada dirinya nanti. Sebenarnya ia masih takut karena wajah Kenzo yang pucat, bagaimana jika dia mati dan ia menjadi saksi? Sungguh ia takut hal itu terjadi.