Seperti apa yang dikatakan tadi, kini Tije, Dokter Edward, Vito dan juga Satya berada di luar markas. Mereka masih memikirkan bagaimana cara agar Skay bisa ke sini dan tugas selesai. Namun sedari tadi tak ada satupun dari mereka yang mempunyai ide cemerlang.
Otak mereka sama-sama buntu di saat seperti ini, apalagi Kenzo sudah memperingati agar mereka cepat membawa Skay ke sini. Jika peringatan itu kembali muncul dan mereka belum membawa Skay, maka ucapkan selamat datang kepada hukuman yang Kenzo berikan nanti.
"Ada 2 cara, 1 dengan cara halus satu lagi dengan cara kasar," ujar Vito.
"Kita tidak boleh kasar dengan perempuan," timpal Tije.
"Kita gunakan cara kasar," ujar Satya dan langsung di tatap oleh Tije. Baru saja Tije berbicara, eh Satya malah berbicara seperti itu. Tak ada akhlak memang.
"Cepat berpikirnya bodoh! Kita harus bertindak segera sebelum Kenzo marah!" ujar Dokter Edward.
"Kita ke sana terlebih dahulu," ajak Vito.
Mereka semua mengangguk dan mulai berjalan menjauh dari sini, mereka mengandalkan maps yang ada di jam tangan milik Vito. Ternyata tempat Dexstar berkumpul di bawah sana, mereka melihat tenda-tenda berjejeran dari atas. Mereka terpaksa berhenti karena bingung sampai di sana nanti aku melakukan apa.
Pasti akan di usir oleh anggota Dexstar mengingat mereka inti dari Dark Wolfe, mereka bersembunyi di balik pohon saat melihat Skay keluar dari bawah sana. Mereka saling pandang dan tersenyum penuh arti, ini kesempatan mereka. Dengan segera mereka berbalik badan putar arah supaya bisa mencegat Skay dari depan.
"Cepat larinya bodoh!" ujar Dokter Edward yang saat ini naik ke atas bukit mini.
"Ini sudah cepat Dokter Goblok!" maki Vito dari belakang dengan nafas ngos-ngosan.
Mereka turun dan tepat sekali, Skay berhenti berjalan dan terkejut. Vito menepuk dadanya bangga karena bisa tepat waktu sampai di sini.
"Kalian babunya Kenzo?" tanya Skay dengan mata memincing.
"Inti Dark Wolfe," koreksi Satya.
"Kenapa kalian lewat atas?" tanya Skay sembari melihat tebing di samping jalan ini.
"Kita akan menculikmu!" ujar Tije dengan nada sok dibuat marah.
Skay tertawa terpingkal-pingkal, lucu sekali mereka. Dengan wajah cengo mereka menatap dirinya yang tengah tertawa, samapai akhirnya ia berhenti tertawa dan menatap mereka tajam. Ia berjalan sembari menatap mereka satu persatu, mereka tak seperti Kenzo yang dingin, tegas, berwibawa.
Mereka sepertinya banyak omong friendly, tapi mereka tetap saja jahat sebab merampas hak-hak orang kecil demi kepentingan mereka sendiri. Intinya ia sama sekali tak respect kepada mereka yang melakukan tindakan kejahatan? Ya, ia menyebut tindak mereka sebagai sebuah tindak kejahatan.
"Ini lagi! Udah tua mau culik saya?!" tanya Skay sembari berdiri di hadapan Dokter Edward.
"Dia Dokter Edward, emang tua sih," ujar Tije dengan 3 kata terakhir ia sengaja menekankan suaranya.
"Jangan menghalangi jalan saya! Kita musuh di sini!" ucap Skay sengit.
"Enggak, kau harus ikut kita menemui Kenzo," ujar Vito menghalangi jalan Skay.
"Emang kenapa lagi sih?! Saya enggak mau sama laki-laki pengecut kayak dia!" ungkap Skay menohok.
"Baiklah nona, kita harus memakai cara kasar," ujar Satya.
"Apa maksud kalian?!" tanya Skay yang mulai was-was dengan ini semua.
"Kita sudah mencoba memakai cara halus," ujar Dokter Edward.
Skay terbatuk saat Dokter Edward menaburkan debu ke udara, hingga menimbulkan asap seperti kabut. Skay semakin kesulitan bernafas, dan lama kelamaan pandangannya menjadi buram dan ia pingsan. Vito yang melihat Skay ingin pingsan segera menahan tubuh itu, ia dan yang lain memakai masker sehingga bau dari asap itu tak akan masuk ke dalam hidung mereka.
Mereka tersenyum karena sudah berhasil membuat Skay pingsan, tenang saja ini tak berbahaya. Beberapa jam ke depan Skay akan terbangun, sebelum ketahuan anggota Skay yang lain mereka segera membawa Skay menuju markas lewat tebing sana. Jika lewat jalanan ini pasti melewati tempat Dexstar berkumpul dan berakhir ketahuan jika mereka telah menculik Skay.
***
Sementara Kenzo berada di kamarnya, ia bersender di ujung kasur. Tangannya bergetar hebat sebab ia mengalami serangan panik yang berlebihan, ia mencoba untuk mengatur nafasnya dan tetap fokus dengan situasi sekitar. Ia melihat tangannya yang masih saja bergetar hebat, setelah di rasa sudah mendingan ia keluar dari kamar.
"Cepat bawa ke dalam."
"Sabar bodoh!"
Kenzo mendengar suara itu, dengan segera ia mencari sumber suara. Ternyata Dokter Edward dan yang lain baru saja masuk, namun pandangannya terkunci kepada seseorang yang berada di gendongan Satya. Dia Skay? Bagaimana bisa dia pingsan? Dengan segera ia mendekat ke arah mereka.
"Kenapa dia?" tanya Kenzo.
"Katanya suruh bawa ke sini, yaudah kita bawa," ujar Satya dengan nada santai.
"Berikan kepada saya." Kenzo mengambil alih Skay, ia menggendong Skay dan masuk ke dalam kamar. Tentu saja kegiatannya itu di tatap bingung oleh Tije dan yang lainnya.
"Kenzo gendong perempuan," ujar Dokter Edward dengan mulut terbuka lebar.
"Bekas bibir di baju Kenzo waktu itu pasti milik Skay," ujar Satya.
"Dari mana kau tau?" tanya Vito.
"Bibir Skay kecil, dan jejak bibir di baju Kenzo juga kecil. Satu lagi, waktu itu saya sempat mencium baju itu dan baunya sama seperti lipstik yang Skay gunakan," jelas Satya panjang lebar.
Mereka semua saling pandang satu sama lain, ada yang aneh tapi apa? Sebentar, otak mereka nge-lag sekarang. Tunggu, tadi Satya bilang lipstik Skay baunya sama dengan jejak bibir di baju Kenzo? Lantas dari mana Satya tau bau lipstik milik Skay. Ini benar-benar aneh dan di luar nalar.
"Bagaimana kau tau bau lipstik milik Skay?" tanya mereka bersamaan.
"Tadi saat saya menggendong dia, kebetulan bibirnya berada dekat di bawah hidung saya," sahut Satya santai lalu pergi meninggalkan mereka semua yang tercengang di tempat.
Sementara Kenzo membaringkan tubuh Skay ke atas kasurnya, dengan sangat hati-hati dan pelan. Entah bagaimana reaksi dia setelah tau Vito dan yang lain menculiknya. Entahlah, ia terpaku dengan wajah damai perempuan itu. Jika sedang tidur Skay menjadi perempuan polos, bukan perempuan menyebalkan lagi.
Semakin lama menatap Skay, Kenzo memutuskan untuk melepaskan pandangannya. Ia menghela nafas dan menyelimuti Skay sebatas dada, ia menyalakan AC dan keluar dari sini. Ia menutup pintu dengan hati-hati, saat keluar terdapat Dokter Edward yang berdiri dengan senyum mengembang.
"Dia cantik," ujar Dokter Edward.
"Terus?" tanya Kenzo yang mulai merasakan firasat aneh.
"Cocok sama kau," jawab Dokter Edward.
"Tidak!" tekan Kenzo lalu pergi dari hadapan Dokter Edward, enak saja di bilang cocok-cocok. Ia mana mau dengan Skay, si manusia yang suka menggagalkan rencananya.