Bab 88.
Lima belas menit kemudian, terdengar suara mengaji dari Masjid di ujung komplek. Biasanya tak lama lagi akan masuk waktu berbuka puasa. Semua lauk yang di beli tadi, aku letakkan ke dalam piring saji, komplit dengan sayurnya.
Takjil yang di dalam plastik, sudah lebih dulu di susun Mona ke dalam piring kecil. Puding masih di dalam kulkas. Itu di makan sebagai hidangan penutup selesai makanan inti.
Dugg ... dugg ... dugg ...
Suara beduk terdengar dari siaran televisi, di sertai azan Magrib. Anak-anak dan suamiku langsung berkumpul di ruang makan. Seperti biasa, Rey membaca doa berbuka puasa, lalu kita pun berbuka bersama. Dedek Za yang paling kepo, minum sirup hampir satu gelas penuh, makan takjil paling banyak, padahal puasanya setengah hari.
"Dedek Zaa ... pelan-pelan dong makan dan minumnya, kok seperti lomba agustusan sih!" protes si Papa.
"Haa ... haa, dia takut gak kebagian, Pa!" kata Mona sambil menowel pipi adiknya.
"Ihh-acem puasa aja," celetuk Rey.