Bab 182
Setengah jam kemudian, terlihat taksi berhenti di depan halaman butik. Ketika itu aku sedang di galeri, memeriksa persediaan gamis, syar'i serta hijab. Ternyata yang turun dari dalam taksi itu sohibku,Farah. Ku lihat di tangannya ada bungkusan berwarna hitam.
Klenting ...
Suara lonceng depan pintu berbunyi, ciri khas kalau ada orang yang masuk ke butik.
"Assalamu'alaikum, selamat Pagi!" sapanya.
"Wa'alaikumsalam, eehh, calon manten, silakan masuk!" sahutku.
"Wihh, segar banget masuk ke ruangan ini! Harum aroma therapinya memanjakan hidung," puji Farah sambil mengendus seperti kucing mencari ikan.
"Ahh, biasa aja, lebay deh," ucapku.
"Hay, kamu tambah cantik, Mey!" pujinya lagi.
"Hm, curiga nih! Pagi begini udah keluarkan pujian, pasti ada mau-nya," sindirku.
"Haa ... haa, su'uzon aja deh, kamu udah sarapan, Mey?" tanya Farah.
"Nahh, benar kannn!" tuduhku.
"Idiih ... ini aku bawa sarapan! Mau numpang makan disini loo," protesnya.