"bi hari ini aku akan makan di luar" aku bergegas menuruni tangga.
Bi Minah tidak menjawab apa-apa dan hanya mengangguk tersenyum.
***
Setelah siang tadi aku bertengkar dengan anak menyebalkan itu, perasaan ku menjadi tidak karuan. Bahkan setelah Louis mengajak ku makan di luar perasaan ku masih saja tidak berubah. Aku pun akhirnya memutuskan pulang lebih awal.
Setelah pulang pun aku hanya berbaring diatas kasur. Ku pikir dengan melukis aku bisa menghilangkan perasaan tidak tenang ini tapi hasilnya malah lebih buruk. Jangankan untuk melukis aku bahkan tidak bisa memikirkan apa yang ingin ku lukis. Aku akhirnya menyerah dan kembali kekamar.
Aku memperhatikan seluruh sudut dikamar ku. Tanpa sengaja mata ku menangkap cahaya matahari dengan lembut masuk kedalam kamar ku. Aku bangkit dari tempat tidur dan membuka jendela. Wajah ku langsung di sambut dengan hangatnya cahaya kejinggaan yang kini menyinari hampir semua sudut di kamar ku.
Aku berdiri cukup lama menyaksikan awan-awan yang dengan riang mengiringi matahari kembali karena tugasnya hari ini sudah selesai. Lalu entah mengapa tiba-tiba aku teringat sebuah tempat makan yang tak jauh dari kampus tempat ku mengajar.
"sepertinya sudah lama aku tidak kesana" gumam ku sambil memangku wajah ku diatas tangan.
Tanpa pikir panjang aku langsung bergegas untuk mandi dan bersiap-siap. Kali ini aku hanya menggunakan kaos putih yang ku balut dengan luaran berwarna crème dan high waist berwana senada dengan luaran ku.
Setelah melihat iring-iringan awan jingga tadi membuat perasaan ku jauh lebih baik dan tidak ada salahnya aku kembali ketempat itu untuk bernostalgia, karena tempat itu adalah tempat yang sering ku kunjungi saat aku masih SMA bahkan setelah bekerja pun aku masih sering ke tempat itu. Tak hanya itu banyak sekali kenangan yang terukir didalamnya.
Setelah 15 menit aku akhirnya sampai di tempat itu. Tak banyak yang berubah dari tempat ini. Aku melangkah masuk kedalam dan ku dapati sosok gadis yang duduk di pojok ruangan sambil menikmati makanan yang ada diatas mejanya. Sempat terbesit di pikiran bahwa gadis itu adalah Sunny. Namun ku buang jauh-jauh pikiran itu karena dengan tubuhnya yang sekecil itu tidak mungkin dia bisa memakanan makanan sebanyak itu.
Aku berjalan menunju kasir untuk memesan makanan.
"holly sh**t" aku menangkap suara itu dengan jelas dan sepertinya aku pernah mendengar suara itu sebelumnya.
Aku pun menoleh kearah suara itu datang. Mata ku mengarah pada Sunny yang mulutnya masih terisi penuh dengan makanan. Tanpa ku sadari aku melangkah menuju tempat duduknya. Aku tak tahu apa yang tengah merasuki ku dengan sendirinya aku mendekatkan wajah ku pada Sunny untuk memastikan apakah gadis yang ku lihat di pojokan tadi memang benar Sunny yang ada di hadapan ku sekarang. Ku tatap lekat-lekat wajah anak menyebalkan ini dan ku dapati ternyata gadis ini memiliki mata yang begitu indah.
Setelah cukup yakin aku pun duduk di hadapannya.
***
Perasaan kesal terhadap anak menyebalkan ini tiba-tiba saja hilang begitu saja bahkan aku sudah tidak ingat bahwa kami berdua baru saja bertengkar.
Sunny sepertinya mengabaikan ku bahkan dia sepertinya tidak menganggap ku ada. Dia masih asik menghabiskan makanannya. Tapi itu bukan masalah besar bagi ku karena aku sangat menikmati pemandangan saat dia makan.
"lucunya" gumam ku dalam hati sambil tersenyum.
Aku tak tahu ternyata anak menyebalkan ini akan terlihat seperti gadis biasa saat ia sedang makan bahkan lebih terlihat seperti anak kecil.
Aku yakin anak ini pasti sangat risih karena aku terus memandangnya saat makan. Dan benar saja tak lama kemudian dia pergi begitu saja setelah makanannya habis. Aku tak tahu apakah dia sadar atau tidak bahwa diluar sedang hujan dan sepertinya dia pun tidak membawa payung.
Sejenak padangan ku teralihkan keluar jendela. Rasanya begitu menenangkan saat hujan. Setiap butiran air yang menabrak jendela seperti menghapus semua kenangan buruk tetapi tetap saja butiran air itu akan membekas dijendela saat terkena sinar matahari.
Aku terlalu asik memandangi hujan yang sedang turun sampai-sampai aku tidak sadar pelayan restoran itu sudah memanggil ku untuk yang ke-2 kalinya.
"tuan?" ucapnya agak keras.
Aku langsung menoleh.
"apakah tuan jadi memesan makanan?" tanyanya pada ku.
"oh tidak" aku sambil tersenyum.
"baiklah tuan" pelayan itu langsung pergi untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.
Entah mengapa tujuan ku menjadi berubah setelah bertemu anak menyebalkan itu. Rasanya perut ku sudah terisi penuh saat melihatnya makan. Aku tersenyum geli karena aku merasa seperti anak muda yang sedang jatuh cinta.
"jatuh cinta?"
"ahh mungkinlah" aku hanya tersenyum.
***
Tak lama aku beranjak menuju keluar. Dan benar saja tebakan ku anak menyebalkan itu masih menunggu diluar karena tidak membawa payung.
Aku berjalan mendekatinya dan langkah ku berhenti tepat di sampingnya. Kali ini pun aku tak tahu apa yang terjadi padaku bukankah aku bisa saja langsung pergi meninggalkan anak menyebalkan itu tapi tubuh dan pikiran ku sepertinya sedang tidak sejalan.
Kami berdua sama-sama menantikan hujan ini berhenti. Lalu tiba-tiba suara petir menyambar dengan begitu kuatnya. Mata ku kembali tertuju pada gadis itu, dia sepertinya ketakutan saat mendengar suara petir barusan. Entah mengapa dirinya yang sedang ketakutan sambil menutup kedua telinganya terlihat begitu lucu dan menggemaskan.
"ternyata kamu tidak sesuram itu. Kamu terlihat imut saat makan dan juga tadi saat kamu menutup telinga. Saya kira kamu akan selalu terlihat suram" mulut ku tiba-tiba saja memainkan peran yang seharusnya tidak di lakukan.
"ahh apa yang ku lakukan" seketika aku sadar bahwa ucapan ku barusan bukan sesuatu yang ku kehendaki.
Pasti sekarang anak itu akan berpikir bahwa aku adalah pria yang senang menggoda anak di bawah umur sepertinya. Tapi dia pun sepertinya tidak peduli atau bahkan dia tidak mendengar karena suara hujan yang cukup keras.
15 menit sudah aku menunggu hujan ini berhenti bersama anak menyebalkan ini, tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda hujan ini akan berhenti semudah itu.
Sunny terlihat begitu gelisah. Walaupun dia tidak menunjukkannya tapi terlihat jelas dari raut wajahnya.
"apa aku ajak saja dia pulang bersama ku?" gumam ku dalam hati.
Tapi pasti anak ini akan menolak ajakan ku. Sangat tidak mungkin dia akan mengiyakan ajakan ku. Terlebih setelah kejadian siang tadi dia pasti berpikir aku memiliki rencana lain dengan mengajaknya pulang bersama.
Dan benar saja dugaan ku. Dia menolak mentah-mentah tawaran ku. Bahkan dia tidak perlu berpikir untuk menjawab ajakan ku.
"memang anak yang menyebalkan" gumam ku sedikit kesal padanya.
Aku meninggalkan anak menyebalkan itu begitu saja. Setelah aku masuk mobil, anak menyebalkan itu dengan berani menerobos derasnya hujan.
"gadis yang tangguh" aku sambil menghela napas.
***
"sudah pulang?" bi Minah menangkap basah diri ku yang baru saja masuk kedalam rumah.
Aku hanya tersenyum kikuk dihadapannya.
"makanlah bibi masih menyisakan makanan untuk tuan"
Tanpa di duga-duga perut ku seketika menjadi sangat lapar.
Di tengah perut yang kelaparan aku mulai berpikir bi Minah punya indera ke-6 karena dia selalu saja tahu apa yang terjadi pada ku. Padahal sudah jelas aku mengatakan akan makan diluar tapi tetap saja dia tahu bahwa sebenarnya aku sama sekali tidak makan.
Tanpa perlu disuruh lagi aku langsung menunju ruang makan dan segera makan.
"pelan-pelan makannya" bi Minah menyodorkan segelas air kepada ku.
Aku tersenyum dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.
Setelah memberiku segelas air bi Minah masuk lagi kedalam.
Aku segera menyelesaikan makan ku dan langsung membersihkan diri. Setelah mengganti baju aku duduk di samping jendela yang pemandangannya tepat menghadap taman. Hujan masih belum berhenti dan semakin deras.
"apakah dia sudah sampai?"
Aku tak tahu tiba-tiba saja aku mengkhawatirkan anak itu.
"apakah ini yang di maksud paman?" aku bertanya pada diri ku sendiri.
Aku mencoba mengartikan semuanya sambil menghitung butiran air yang jatuh. Dan tanpa sadar aku terlelap dengan di selimuti suara hujan yang terdengar begitu menenangkan.
"jika memang aku mencintai mu angin pasti akan memberitahu ku"
Ryu