Chereads / The Chapter / Chapter 12 - Ryu ( part 5 )

Chapter 12 - Ryu ( part 5 )

"tiit…tiit" suara klakson Louis memanggil ku untuk keluar.

Aku memang meminta Louis untuk menjemput ku pagi ini. Rasanya tubuh ku begitu lelah jika harus berkendara setelah hampir 3 hari aku terus menerus menghabiskan malam di studio untuk melukis, karena aku harus menyelesaikan lukisan yang telah di pesan.

Terkadang aku menjual lukisan ku. Aku tidak pernah berencana untuk menjual lukisan ku. Awalnya aku melakukannya karena aku bosan, namun entah mengapa setiap kali aku melukis tubuh ku seperti di tarik kedalam lukisan. Sensasi itulah yang membuat ku semakin ingin melukis apapun yang ada didalam pikiran ku. Lalu entah sejak kapan studio ku mulai dipenuhi oleh lukisan bahkan untuk bergerak saja rasanya begitu susah. Melihat hal itu pak Yuma menyaranku untuk menjual lukisan ku. Pada saat itu aku menolak keras saran yang di berikan pak Yuma, karena setiap lukisan memiliki arti yang begitu dalam bagi ku. Terlebih sensi yang diberikan setiap lukisan berbeda-beda rasanya akan sangat menyesal apabila aku harus menjual lukisan itu kepada orang lain.

Tapi aku juga tidak punya cara untuk membereskan semua lukisan yang sudah menumpuk. Seiring berjalannya akhirnya aku hanyut dalam bujukan pak Yuma. Aku pun mulai memposting setiap lukisan yang akan ku jual ke dalam salah satu website dan tentu saja aku menggunakan nama samaran, karena akan sangat memalukan jika ada yang tahu bahwa aku adalah seorang pelukis.

Dan 'BOOMM' setiap lukisan yang ku posting kedalam website itu semuanya laku terjual kurang dari 1 hari. Aku sempat berpikir bahwa website ini bermasalah namun setelah aku mengecek ulang ternyata memang benar semua lukisan ku terjual habis.

Masih teringat jelas dalam ingatan ku saat itu aku di bantu pak Yuma dan bi Minah membungkus semua lukisan yang terjual. Hari itu adalah hari tersibuk yang pernah aku alami aku tak tahu bahwa seorang pelukis akan sesibuk itu saat membungkus lukisannya untuk diberikan kepada orang lain. Awalnya ku pikir akan sangat berat untuk melepaskan lukisan yang telah ku buat bahkan aku berharap lukisan ku tidak ada yang laku terjual, namun ternyata ada rasa yang tak bisa ku jelaskan. Senang, sedih, bingung, takut, semua perasaan itu menyelimuti hati ku dalam satu waktu. Moment itu begitu berharga bagi ku.

***

"kau begadang lagi Ryu?" tanya Louis dengan seksama setelah sesaat aku memasuki mobilnya dengan wajah lesu dan mata yang di penuhi lingkaran hitam.

"ya begitulah" jawab ku santai.

Aku menyodorkan bekal yang di buat bi Minah khusus untuk Louis yang sudah setia menjemput dan mengantar ku bekerja selama 3 hari ini.

Wajah Louis terlihat begitu gembira bahkan sekarang aku bisa melihat bunga-bunga mengitari kepalanya.

"makanlah diruangan mu aku tak ingin mobil ini dipenuhi bau mayonnaise" ucapku sambil menyenderkan kepala ku.

Aku tahu Louis akan berusaha untuk langsung memakan sandwich buatan bi Minah karena itu adalah makan favoritnya.

Louis hanya bisa menatap ku pasrah, kali ini dia tidak secerewet biasanya. Bisa dibilang Louis adalah tipikal lelaki yang cukup pengertian, aku rasanya hanya itulah sisi baiknya.

***

Sesampainya diruang aku langsung berbaring di atas sofa. Aku sangat berterimakasih karena hari ini aku sama sekali tidak ada jadwal mengajar. Aku bisa tidur sebentar, karena jujur saja tubuh ku sudah tidak bisa bekerja sedikit saja aku memaksakan diri tubuh ini akan tumbang.

"baiklah hanya sebentar" ucap ku pelan sambil memejamkan mata.

***

"Ryu…Ryu…Ryu" aku mendengar sayup-sayup suara yang memanggil nama ku.

Aku juga merasa badan ku seperti bergoyang-goyang.

"ahh sepertinya ada yang berusaha membangunkan ku" gumam ku setengah sadar.

"PLAK!" sebuah pukulan keras mengarah tepat di atas pipi ku.

Dengan reflek aku langsung terbangun. Aku yang masih setengah sadar melihat sekeliling untuk mencari siapa pelaku yang telah memukul wajah ku. Dan tepat seperti dugaan ku pelakunya adalah Louis yang tepat berdiri di samping dengan senyum menyeringai. Dia sepertinya puas sekali setelah memukul wajah ku.

Aku menatap Louis tajam. Dengan cepat dia melontarkan alasan.

"aku sudah memanggil nama mu berkali-kali tapi kau tetap saja tidak bangun dan dengan terpaksa aku harus memukul wajah mu" Louis bersikap sok polos.

Aku hanya bisa menghela napas panjang, karena aku tidak bisa marah dengan tubuh setengah sadar seperti ini. Aku menyenderkan kepala dan berusaha untuk memulihkan kesadaran ku.

"pak Rudy menitipkan pesan untuk mu" Louis sambil menyodorkan buku absen.

"haa?!" aku mengerutkan dahi.

"dia ingin kau menggantikan dia untuk masuk ke kelasnya karena hari ini dia tidak bisa hadir".

Aku masih menatap Louis lekat-lekat.

"haa… kau tidak perlu mengajar Ryu kau hanya di minta untuk mengabsen dan memberikan tugas kepada mereka. Pak Rudy tak ingin orang lain yang menggantikan dia" timpal Louis.

Aku tidak menjawab apa-apa, karena tidak ada pilihan untuk menolak dan hanya bisa melakukan apa yang di minta pak Rudy. Aku segera beranjak dari sofa dan merapikan baju ku yang terlihat sangat tidak karuan. Lalu tiba-tiba saja Louis berbicara dan membuat ku sangat terkejut.

"Sunny ada di kelas itu" suara Louis memecah keheningan ku.

Seketika aku menoleh kearah Louis dengan muka terkejut. Jantung ku rasanya seketika berhenti ketika mendengar nama itu.

Sudah seminggu sejak aku bertemu anak itu di restoran dan itu juga merupakan pertemuan terakhir kami. Aku tak pernah lagi melihat Sunny bahkan dia tidak pernah masuk ke kelas ku lagi. Awalnya ku pikir bahwa anak punya kesibukan lain sehingga dia tidak masuk ke kelas, namun dugaan ku salah karena dia memang dengan sengaja menghindari kelas ku bahkan diri ku.

Aku berusaha untuk bertingkah seperti biasanya dan kembali merapikan baju ku. Berharap Louis tidak curiga dengan ekspresi ku barusan.

"baiklah aku harus pergi sekarang" Louis beranjak keluar ruangan ku.

"haa.. apa yang harus ku lakukan?" aku sambil menyisir rambut ku kebelakang.

***

Aku berjalan menuju kelas. Tak bisa ku bohongi bahwa saat ini perasaan ku jadi tak menentu. Tapi aku harus tetap professional.

Untuk pertama kalinya aku melihat sosok Sunny yang penuh keseriusan saat membaca buku yang ada di atas mejanya. Bagai tengah mengelus kain sutera jari-jarinya dengan lembut membuka setiap lembar halaman. Untuk beberapa waktu aku terkesima. Tapi mengingat betapa dengan sengajanya anak menyebalkan itu berusaha untuk menghindari ku bahkan sampai tidak mengikuti kelas ku membuat perasaan terkesima ku berubah menjadi kekesalan.

Aku pun masuk ke kelas seperti biasanya. Beberapa dari mereka terlihat terkejut terutama Sunny. Matanya membelalak keluar. Aku tahu dia pasti akan sangat kesal melihat diri ku sekarang yang dengan tiba-tiba muncul dihadapannya.

"baiklah saya akan mengabsen kalian" ucap ku santai.

Aku mulai mengabsen mereka satu persatu dan berusaha untuk mengabaikan keberadaan Sunny. Tapi tetap saja tidak bisa anak itu selalu saja berhasil membuat kepala ku penuh dengan dirinya.

"aku harus bicara dengan anak itu" gumam ku dalam hati.

Setelah selesai memberi arahan kepada mereka aku mengajak Sunny untuk ikut dengan ku. Tapi tentu tidak akan semudah itu dia pasti akan langsung menolak mentah-mentah ajakan ku.

"ayo Sunny" ajak ku.

Dia masih diam saja tak mengatakan sepatah kata pun. Aku menunggu-nunggu dengan gelisah karena aku tak ingin kami berkelahi untuk ke-2 kalinya.

Namun betapa terkejutnya aku ketika dia menuruti perkataan ku tanpa komplain sedikit pun. Sekilas aku berpikir bahwa anak ini bukan Sunny yang ku kenal. Tapi kemudian aku sadar saat ini semua mata tertuju padanya itulah mengapa dia tidak banyak bicara dan hanya mengikuti ku.

***

"ahh canggung sekali" gumam ku dalam hati.

Anak menyebalkan itu masih berjalan mengikuti ku dari belakang. Dia seperti menjaga jarak dari ku. Tentu saja dia akan melakukannya mengingat betapa kerasnya dia berusaha menghindari ku.

Aku mempersilahkan akan itu untuk duduk. Dan sekarang aku tak tahu apa yang harus ku katakan. Lalu entah darimana mulut ku tiba-tiba saja berbicara dengan sendirinya.

Hal yang paling ku hindari pun akhirnya terjadi lagi. Aku dan Sunny kembali beradu mulut. Kali ini semuanya bertambah parah dan aku mengatakan sesuatu yang seharusnya tak ku katakan.

"akhirnya saya mengerti sekarang kenapa kamu tidak memiliki teman, kamu egois!" ucap ku kesal.

"oh saya juga jadi tahu sekarang kenapa saya sangat membenci bapak, tak hanya karena nama bapak tetapi karena bapak juga munafik. Berlagak bak pangeran di kampus ini dan memikat semua hati mahasiswa, saya merasa kasian pada mereka semua karena sudah tertipu oleh topeng bapak" suara Sunny terdengar semakin meninggi.

"karna nama saya? Apa hubungannya dengan nama saya?" tanya ku.

Belum sempat aku mendapat jawaban Sunny langsung pergi meninggalkan ku.

"ahh!!" aku memukul meja.

Dada ku rasanya panas, seperti ada api yang sedang membara di dalamnya. Aku menghempaskan tubuh ku diatas kursi. Aku masih di selimuti amarah dan tidak bisa mencerna dengan baik apa yang barusan terjadi. Namun kemudian aku tersadar aku telah menyakiti hati Sunny.

"kamu egois" tiba-tiba saja perkataan itu terlintas di pikiran ku.

"ahh apa yang kau lakukan Ryu" ucap ku kesal pada diri ku sendiri.

Aku bergegas mencari Sunny. Aku mencari ke seluruh kelas dan setiap sudut ruangan. Namun sosok Sunny tak nampak sama sekali. Aku berlari bak orang gila. Pikiran ku di penuhi dengan Sunny. Bagaimana keadaannya? Apakah dia sedang menangis? Dia ada dimana?. Semua pertanyaan itu memenuhi pikiran ku.

Sekarang hanya tersisa satu tempat. Taman kampus. Aku berharap Sunny akan ada di sana. Aku berlari dengan sekuat tenaga tanpa henti. Orang yang melihat ku sekarang pasti akan sangat kebingungan. Tapi persetan dengan itu semua saat ini hanya Sunny yang ada didalam kepala ku.

Napas ku masih tidak teratur namun betapa leganya ketika aku melihat mu duduk di bawah pohon besar. Aku perlahan berjalan menuju Sunny. Aku tak ingin dia mengetahui keberadaan ku, namun aku juga tak ingin meninggalkannya sendirian.

Aku duduk tepat di belakangnya. Pohon sebesar ini pasti bisa menyembunyikan keberadaan ku. Aku bisa mendengar suara tangisannya dengan jelas. Suara tangis itu begitu menyayat hati ku begitu perih dan menyesakan. Namun entah kekuatan dari mana Sunny masih bisa memaki diri ku.

Aku hanya bisa tersenyum, entah mengapa saat mendengarnya memaki diri ku dan meluapkan semua kekesalannya membuat ku sangat lega dan juga senang.

Aku masih duduk disitu sambil terus mendengarkan semua ocehannya. Lalu tak lama ocehan itu berhenti.

"apakah dia sudah pergi?" tanya ku dalam hati.

Aku pun menoleh kebelakang untuk memastikan apakah Sunny sudah pergi. Dan masih ku dapati Sunny yang tengah duduk di bawah pohon besar. Aku mencoba untuk mendekat. Anak menyebalkan ini selalu saja bisa memberi ku kejutan, siapa sangka dia akan tertidur pulas setelah menangis tersedu-sedu.

Aku hanya bisa tersenyum melihatnya tertidur. Aku membetulkan posisi tidurnya dan menyandarkan kepalanya pada batang pohon besar ini.

"sshuuussshhh"

Suara angin berhembus menyapu rambut Sunny dengan begitu lembut. Membuat anak-anak rambutnya menutupi wajah Sunny. Aku berusaha untuk menyingkirkan anak rambut yang berada diatas wajahnya. Jari ku perlahan menyentuh wajahnya. Terasa begitu lembut dan hangat. Kehangatan itu mengalir keseluruh tubuh ku membuat jantung ku berdegup kencang.

Tubuh ku seperti di tarik masuk kedalam kilauan yang di ciptakan Sunny. Dan tanpa sadar wajah ku kini hanya berjarak satu helai bunga matahari dari Sunny. Mata ku masih tidak bisa teralihkan dari wajahnya yang terlihat seperti gadis kecil.

Hembusan angin seperti membisiki ku sesuatu. Memberi arah bagi perasaan yang bimbang. Menuntun hingga akhirnya aku sampai kepada mu.

"aku menyukai mu Sunny" gumam ku dalam hati.

Pipi ku terasa begitu hangat. Jantung ku berdegup semakin kencang. Namun entah mengapa bibir ku mengukir sebuah senyuman.

"sepertinya aku sudah hilang akal" aku hanya bisa menertawai diri ku sendiri.

Aku melemparkan tubuh ku tepat di samping mu. Menyandarkan kepala mu tepat diatas bahu ku. Berharap waktu berhenti dan membiarkan ku menghabiskan waktu sebentar saja dengan mu.

Tapi tentu saja hal itu tidak akan terjadi. Sunny akan memarahi ku habis-habisan jika tahu aku mengambil kesempatan ketika dia sedang tertidur. Sebelum hal itu terjadi aku harus segera pergi, walau pun aku harus berat hati meninggalkan mu.

"sebentar saja… hanya kali ini biarkanlah keegoisan ku mengambil kesempatan ketika dirimu sedang tertidur" gumam ku sambil memejamkan mata.

.

.

.

"jika tubuh ku tak bisa menemani mu dan bila dekapan ku tak bisa memeluk mu, maka ijinkanlah bagian dari diri ku memeluk sekaligus menemani mu"

Ryu.