Sudah hampir sebulan sejak aku dipusingkan dengan perasaan ku sendiri. Tapi sekarang aku sudah melupakannya karena jujur saja aku sangat sibuk akhir-akhir ini bahkan aku menganggap perasaan kebingungan itu tidak pernah ada.
Dan sudah 4 kali aku mengajar dikelas Sunny tapi sikapnya tidak pernah berubah bahkan dia semakin mengabaikan ku. Aku sama sekali tidak mengerti maksud dari sikapnya yang seperti itu. Apa dia tidak menyukai ku? pertanyaan itu sempat terbesit di pikiran ku. Tapi tidak ada alasan baginya untuk membenci ku karena kami bahkan tidak saling kenal.
"haa…" aku menghela napas panjang karena hari ini juga aku harus mengajar di kelas Sunny lagi.
***
Seperti biasa kelas sudah terisi penuh dan kali ini pun Sunny tetap duduk di belakang. Kali ini aku tidak mengabsen mereka seperti biasanya, karena aku ingin Sunny yang mengantarkan absen kedepan. Aku mulai menyodorkan absen dan 5 menit kemudian absen itu tepat berhenti di bangku Sunny. Aku terus memperhatikan anak itu dan tepat seperti dugaan ku dia tidak langsung mengantarkan absen itu kedepan.
"apakah sudah selesai?" tanya ku.
Aku juga sudah tahu dia akan menyuruh orang lain untuk mengantarkan absen itu kedepan, tapi kali ini aku tidak akan membiarkannya berbuat seenaknya.
"hey kamu bawakan absennya kedepan"
Air mukannya menunjukkan bahwa ia sangat kesal. Aku hanya bisa tersenyum dalam hati karena akhirnya anak itu takluk pada ku.
Sunny mulai berjalan kedepan dan aku tahu dia akan langsung melemparkan absen itu keatas meja, karena sejak aku memanggilnya aura kekesalannya sudah menyebar keseluruh kelas. Dan lagi tepat seperti dugaan ku dia langsung melemparkan absen itu dan dengan cepat berbalik untuk kembali ke tempat duduknya.
"kamu mau kemana?" aku sudah tahu pertanyaan ini akan memancing emosinya.
"saya mau balik ketempat duduk saya pak" ucapnya seperti sedang menahan amarah.
Untuk pertama kalinya aku mendengar suara anak ini walaupun dia sedang menahan amarah namun entah mengapa tiba-tiba perasaan ku menjadi senang.
Aku berusaha untuk menahan Sunny dan mencegah dia untuk terus duduk di belakang selama mata kuliah ku. Lalu dengan cepat mata ku menangkap ada satu tempat duduk yang kosong di depan.
"bukankah tempat duduk mu disitu" aku menunjuk tempat duduk kosong yang persis berada di sampingnya.
"ahh apa yang kau katakan Ryu" gumam ku dalam hati.
Aku tahu pertanyaan itu terdengar begitu 'cringe' dan aneh namun entah mengapa mulut ku dengan ringannya mengatakan hal tersebut. Rasanya aku ingin lenyap saja dari hadapannya, karena jujur saja mata anak ini sangat menakutkan.
"tidak pak, tempat duduk saya di belakang sana" ucap Sunny dengan nada yang semakin tinggi.
"ambil tas mu dan duduk di situ"
"tapi pak sayakan duduk disana"
"tidak ada tapi-tapi mulai sekarang setiap mata kuliah saya kamu akan duduk disitu tanpa terkecuali"
"saya sering perhatikan kalo kamu tidak pernah mendengarkan mata kuliah saya dan selalu duduk di belakang" timpal ku lagi dan entah mengapa aku meninggikan suara ku.
"cepat ambil tas mu"
Aku tahu sekarang Sunny pasti sangat ingin memukul wajah ku. Tapi aku tidak peduli karena sebagai dosen aku harus professional.
Sunny langsung melemparkan tasnya dan suara itu menggemparkan satu kelas. Dia pun menjadi pusat perhatian mahasiswa yang lain. Aku tak ingin dia berlama-lama menjadi pusat perhatian mereka.
"baiklah kita mulai perjalannya" ucapku berusaha untuk memecahkan ketegangan di kelas.
***
30 menit sudah berlalu. Tapi tak membawa perubahan apapun Sunny tetap saja mengabaikan ku bahkan setelah duduk didepan dia semakin mengabaikan ku. Anak itu terus-menerus menggambar selama pelajaran ku.
"ahhh.." gumam ku kesal.
"baiklah ada yang ingin bertanya?" aku sambil memperhatikan seluruh kelas.
Hampir semua mahasiswa mengangkat tangan mereka untuk bertanya. Mata ku kembali tertuju pada Sunny dan dia masih asik menggambar.
"Sunny?" panggil ku.
"tidak" dia hanya menjawab singkat.
Rasanya ingin ku karungi anak yang satu ini.
Aku pun beralih kepada beberapa mahasiswa lain yang ingin bertanya. Setelah beberapa pertanyaan mereka ku jawab. Sekarang saatnya aku bertanya kepada mereka.
"inilah kesempatan ku" gumam ku dalam hati.
Aku mengajukan dua pertanyaan kepada mereka. Semua mahasiswa terlihat antusias untuk menjawab tetapi Sunny sama sekali tidak peduli. Bahkan sepertinya dia sangat ingin keluar dari kelas ini.
"baiklah pertanyaan terakhir. Apakah yang menjadi tantangan terbesar bagi seorang pebisnis?"
Kali ini tidak ada mahasiswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab, karena jujur saja dua pertanyaan sebelumnya yang ku ajukan memang ku arahkan semuanya kepada Sunny. Tetapi responya tetap sama dia tidak ingin menjawab.
"Sunny?" panggil ku untuk yang ke-3 kalinya.
Gadis itu langsung menoleh kearah ku dan menatap ku dengan tatapan buas seperti seorang singa yang sudah siap membunuh lawannya. Lalu sontak tanpa aba-aba dia langsung berdiri.
"bukankah tidak hanya saya murid dikelas ini? Kenapa dari tadi hanya saya yang dipanggil, saya bahkan tidak ikut mengangkat tangan dan bapak juga liat sendirikan sejak awal pelajaran ini dimulai saya hanya menggambar dan tidak peduli sama sekali. Apa bapak sengaja mempermainkan saya?" nadanya penuh dengan amarah.
"saya tahu kamu sejak tadi tidak memperhatikan kelas saya itulah mengapa saya menyuruh kamu untuk menjawab" jawab ku santai.
Aku tak tahu apa yang akan dilakukannya sekarang setelah mendengar jawaban ku. Belum sempat aku menerka-nerka dia langsung mengemas barangnya dan meninggalkan kelas begitu saja.
Aku cukup terkejut dengan apa yang dia lakukan. Tak hanya aku sendiri yang terkejut bahkan seisi kelas pun terkejut melihat sikapnya yang tak kenal takut itu.
Sekarang semua mata tertuju kepada ku. Aku hanya bisa mengusap dahi.
"baiklah kelas selesai kalian boleh keluar" ucap ku lesu.
***
Aku menghempaskan tubuh ku diatas kursi. Mencoba untuk tenang, karena setelah kejadian tadi entah mengapa emosi ku rasanya naik turun. Di satu sisi aku begitu ingin marah kepada anak menyebalkan itu tetapi di sisi lain aku juga tidak tega untuk marah kepadanya.
"ahhh!!" aku memukul meja.
"dasar anak menyebalkan" gumam ku dalam hati.
Aku masih belum berdamai dengan amarah ku lalu bagaikan petir di siang bolong Louis menerobos masuk kedalam ruangan ku.
"Ryuu..." teriak Louis dengan semangat.
Dia pun berjalan kearah ku sambil merentangkan kedua tangannya. Aku sudah tau dia pasti ingin memeluk ku. Dengan sigap aku menahan tubuhnya. Aku langsung menatapnya dengan tatapan tajam. Tanpa perlu berpikir dua kali Louis menjauhkan tubuhnya dari ku.
"ahh ayolah Ryu" gerutu Louis.
"tidak!" jawab ku tegas
"haa baiklah" Louis menghempaskan tubuhnya diatas sofa.
Louis datang disaat yang tidak tepat. Aku bahkan rasanya ingin menjahit rapat-rapat mulut ku karena aku tak ingin berbicara dengan siapa pun. Aku hanya diam begitu pula dengan Louis yang sepertinya tahu kalau aku sedang tidak ingin bicara.
"kau kenapa?" Louis bertanya memecahkan keheningan kami berdua.
Aku tidak menjawab dan hanya menggelengkan kepala.
"kau yakin?" Louis kembali memastikan.
Lagi, aku juga tidak mengatakan apa pun.
"baiklah aku pergi" ucap Louis sambil beranjak berdiri.
Aku menghela napas panjang. Aku tidak bisa mengelak jurus Louis yang satu ini, karena apabila aku tidak menceritakan apa pun dia tidak akan berbicara kepada ku sampai aku bercerita kepadanya.
"masalah Sunny" ucapku dengan berat.
Tanpa perlu disuruh Louis kembali duduk.
"memangnya kenapa lagi dengan gadis itu" tanyanya.
"aku bertengkar dengan anak menyebalkan itu di dalam kelas"
Louis tidak langsung menjawab dan menatap ku lekat-lekat untuk memastikan apakah aku jujur atau hanya mengarang cerita saja. Aku berbalik menatap Louis. Louis masih tidak menjawab apa pun. Lalu entah mengapa Louis tiba-tiba saja tertawa terbahak-bahak. Aku hanya bisa terdiam melihat Louis yang entah karena apa dia sampai tertawa seperti itu.
"kau bertengkar dengan gadis kecil itu Ryu?" Louis masih sambil tertawa.
"aku sedang tidak bercanda" ucap ku serius.
"baiklah-baiklah ceritakan kronologinya kepada ku" Louis pun berhenti tertawa.
Tapi aku tahu dengan jelas bahwa dia hanya berpura-pura menahan tawanya.
Aku pun mulai menceritakan apa yang barusan terjadi di kelas antara aku dan anak menyebalkan itu. Setiap detail ku ceritakan dengan jelas dan rinci kepada Louis.
"sangat menyebalkan bukan?" ungkap ku pada Louis.
"aku bahkan rasanya ingin memasukan anak itu kedalam karung lalu ku buang jauh-jauh dari tempat ini" timpal ku kesal.
Louis kembali tertawa mendengar ucapan ku.
"aku tak tahu kalo kau bisa menjadi secupu ini di hadapan seorang gadis kecil" tawa Louis semakin menjadi-jadi.
Tak hanya kesal dengan anak menyebalkan itu sekarang aku juga kesal dengan Louis. Dia sepertinya memihak kepada Sunny. Aku menjadi tambah kesal melihat Louis yang terus menerus tertawa.
Tak lama tawa Louis pun terhenti.
"sudah puas?"
"maaf-maaf Ryu aku tidak bermaksud hanya saja aku baru kali ini melihat sifat mu yang seperti itu"
"ahh sudahlah lupakan saja kejadian tadi, kita keluar aja. Aku tahu restoran enak untuk makan siang" lanjut Louis sambil menarik lengan ku.
Aku juga tidak bisa menolak ajakan Louis karena sepertinya menghirup udara segar bisa menjernihkan pikiran ku.
Aku berjalan mengikuti Louis keluar pintu ruangan ku. Namun tiba-tiba aku teringat satu hal.
"Louis berbaliklah" aku sambil tersenyum.
Tak lama setelah dia berbalik aku menjentik dahinya.
"aaa!!!" teriak Louis
"balasan untuk jentikan mu minggu lalu dan karena kau sudah tertawa tadi" ucap ku sambil tersenyum jahil.
"Ryuu..!" Louis meneriaki ku dari belakang sambil menahan sakit.