Chereads / The Chapter / Chapter 25 - CHANCE

Chapter 25 - CHANCE

Sudah hampir sebulan tidak ada yang berubah antara aku dan Sunny. Bahkan tampaknya dia semakin menjaga jarak dengan ku. Semakin jauh aku melangkah semakin aku tidak menemukan titik terang sedikit pun.

Aku sudah mencoba semua cara yang bahkan tidak mungkin di lakukan oleh diri ku jika itu bukan untuk Sunny. Setiap minggu aku mengirimkan buket bunga ke apartement Sunny, tak hanya itu setiap jumat aku akan memesankan cake strawberry untuknya. Aku bahkan dengan khusus menuliskan setiap greeting card untuknya. Tapi tetap saja semuanya sia-sia tak ada yang berubah sedikit pun.

Aku bahkan tak tahu apakah bunga yang ku kirim setiap minggu di simpan olehnya, atau cake strawberry yang ku kirim setiap jumat dimakan oleh Sunny dan apakah dia pernah membaca setiap greeting card yang ku tulis untuknya. Aku merasa sudah melakukan semua hal yang bisa ku lakukan.

Aku tak bisa menjauh atau mendekatinya. Setiap kali aku ingin mendekatinya dengan mengajaknya bicara dia seperti membangun dinding besar di hadapannya, namun aku juga tidak bisa menjauhinya. Perasaan ini tidak mengijinkan ku untuk menjauhi mu walau hanya 0,1 senti. Walau aku sudah berusaha tetap saja pada akhirnya sosok mu akan kembali menarik ku. Bahkan jauh lebih dekat dari sebelumnya.

Apakah hubungan ini akan terus seperti ini tanpa ada kejelasan. Walau mulut mu sudah berkata akan memulai semuanya dari awal dengan ku, namun sepertinya hati mu tidak begitu. Apakah saat itu kau memaksakan dirimu untuk berkata seperti itu agar menyenangkan hati ku. Apakah semuanya terpaksa?. Lalu tawa renyah mu kala itu apakah itu juga terpaksa?. Terlalu banyak hal yang tak ku ketahui tentang mu Sunny. Terlalu banyak hingga aku tak berani untuk memikirkannya, karena setiap kali aku mencoba untuk menganalisis semua kemungkinan itu aku selalu tertampar kenyataan bahwa jarak kita terlalu jauh amat jauh. Bahkan terasa begitu jauh walau kaki ku dan kaki mu menginjak tanah yang sama.

Apakah hubungan ini akan berakhir sebelum kita sempat memulai apapun?.

Apakah tidak ada kesempatan untuk ku?. Atau haruskah aku membuat kesempatan itu sendiri?. Beri aku jawaban Sunny.

***

"Ryu apa kau sudah siap?." Suara Hana terdengar begitu semangat.

Aku mengangguk pelan dan segera masuk kedalam mobil.

Aku memang sudah berjanji kepada Hana untuk pergi makan dengannya untuk menebus kesalahan ku terakhir kali.

Hana memang tidak mengatakan apa-apa setelah kejadian malam itu. Tapi aku tahu dia pasti sangat kecewa karena meninggalkannya begitu saja. Dan kali ini aku berniat untuk menebus kesalahan ku.

"Kita akan makan dimana Ryu?." Ekpresi Hana terlihat sangat girang sekilas aku berpikir bahwa dia bukan Hana yang ku kenal saat SMA.

"Aku sudah memesan sebuah restoran dan katanya restoran itu crème bruleè nya sangat enak jadi kita akan kesana malam ini." Aku menjawab dengan mata tetap fokus mengarah kejalan.

Sepanjang perjalanan Hana terus mengoceh tanpa henti dan tentu saja yang menjadi topik kali ini adalah kenangan masa lalu yang masih saja terekam dengan baik dalam ingatan Hana. Aku tak tahu sampai berapa lama aku bisa menahan diri dari topik ini. Cepat atau lambat aku harus memberitahu Hana.

***

"Ada lagi yang ingin kau pesan Hana?." Tanya ku sambil menutup buku menu.

"Aku ingin crème bruleè." Ungkap Hana.

"Mbak crème bruleè-nya satu." Aku menoleh kearah pelayan restoran sambil mengembalikan buku menu.

Aku melihat kearah Hana dan dia nampak begitu senang. Hana memang sejak dulu sangat menyukai crème bruleè terlebih jika crème bruleè itu buatan Bi Minah. Dia bisa menghabiskan 5 crème bruleè sekaligus. Aku masih ingat betul ekspresi Hana ketika memakan crème bruleè, sangat lucu bahkan terlihat seperti anak-anak. Tanpa sadar ingatan itu muncul dan membuat ku mengeluarkan tawa kecil.

"Apa yang kau tertawakan Ryu?." Hana bertanya dengan ekspresi kebingungan.

"Ahh … itu aku tiba-tiba saja teringat ekspresi mu ketika memakan crème bruleè buatan Bi Minah." ucap ku sambil menahan tawa.

"Kau meledek ku Ryu?." Suara Hana terdengar sedikit kesal.

Namun berbanding terbalik dengan wajahnya yang memerah bak kepiting rebus.

"Sudahlah Ryu itukan masa lalu." Hana kembali menggerutu.

"Baiklah … baik." Ucap ku pelan sambil berusaha untuk menahan tawa.

Setelah itu kami berdua hening sejenak dan tak lama setelah itu makanan pun datang.

Suasana pun hening kembali saat aku dan Hana menyantap makanan. Tak banyak hal yang aku dan Hana bicarakan hanya sesekali Hana menanyakan tentang pekerjaan ku. Dan setelah aku menjawab suasanan meja kembali hening seperti semula.

Tapi aku juga merasa tidak enak hati dengan Hana karena aku yang mengajaknya kemari, aku yang memintanya untuk ikut dengan ku. Setidaknya aku harus menunjukan sedikit basa-basi ku.

"Kapan kau kembali Hana?."

Hana nampaknya sedikit terkejut saat mendengar pertanyaan ku. Namun dengan cepat dia merubah air mukanya dan kembali seperti biasa.

"Aku tidak akan kembali Ryu. Aku sudah memutuskan untuk menetap disini dan mencari pekerjaan disini." Hana tampak tidak tertarik menjawab pertanyaan ku.

"Apa kau sudah menemukannya?."

"Belum, karena aku juga masih ingin menikmati saat bermalas-malasan seperti ini."

"Apakah kau ada pekerjaan bagus untuk ku." Celetuk Hana dengan semangat.

"Kampus tempat ku mengajar sedang mencari dosen baru. Aku rasa itu pekerjaan yang cocok untuk mu. Apabila kau tertarik, kau bisa ikut dengan ku besok ke kampus."

Aku sama sekali tidak menyangka Hana akan menerima tawaran itu dengan begitu cepat, bahkan nampak dia sama sekali tidak berpikir ulang.

***

Seperti ucapan ku kemarin malam. Aku menjemput Hana di depan rumahnya dan berangkat menuju kampus ku. Hana bahkan terlihat lebih semangat, 2 kali lipat lebih semangat.

"Aku akan mengantar mu keruang administrasi. Setelah itu kau bisa menunggu ku didalam ruangan ku, karena setelah ini aku akan langsung masuk ke kelas." Aku menjelaskan setiap detailnya kepada Hana sambil berjalan menuju ruang administrasi.

"Baiklah." Hana mengiyakan sambil tersenyum.

Setelah selesai mengantar Hana aku buru-buru menuju ke kelas, tapi Louis sepertinya tidak mengizinkan hal itu. Dia dan tubuh kurus keringnya itu menghadang ku di tengah jalan.

"Sepertinya kau mulai bermain curang Ryu?." Louis mengernyitkan alisnya dengan kedua lengan berpangku diatas dadanya.

"Apa maksud mu?." Aku bertanya kesal, karena aku sedang terburu-buru.

"Siapa gadis yang turun dari dalam mobil mu pagi ini?." Louis kembali memasang ekspresi menyebalkannya. Membuat ku semakin naik darah.

Aku tidak menjawab pertanyaannya dan melanjutkan langkah ku menuju ke kelas, aku akan sangat terlambat jika meladeni laki-laki menyebalkan satu ini.

"Hey! … kau mau kemana?." Louis berbalik karena aku sudah memunggunginya.

Tak sampai di situ dia bahkan berani menarik tangan ku hanya demi menanyakan seorang perempuan yang turun dari mobil ku pagi ini.

Aku menoleh tajam kearahnya. Kali ini nampak Louis sama sekali tidak takut dengan tatapan ku. Dia masih dengan erat memegang lengan ku.

Aku menghela napas panjang, sepertinya akan semakin rumit jika aku tidak menjawab pertanyaan laki-laki ini.

"Hana. Dia teman ku waktu SMA. Aku menawarkannya untuk menjadi dosen di kampus ini dan dia mengiyakan jadi pagi tadi aku berangkat bersamanya. Karena dia baru pulang dari Jepang jadi aku menjemputnya."

Setelah begitu panjang penjelasan ku Louis tetap masih tidak melepaskan lengan ku. Sekarang dia malah memasang ekspresi menyebalkan lainnya.

"Hanya teman!. Setelah selesai mengajar aku akan memperkenalkan mu dengan Hana."

Sesaat setelah aku berkata seperti itu Louis dengan secepat kilat melepaskan cengkramannya dari lengan ku.

"Baiklah kau harus segera menuju ke kelas. Kau akan terlambat jika terus berada di sini. Dan jangan lupa ucapan mu barusan." Louis tersenyum lebar sambil melambaikan tangan kearah ku.

Entah mengapa saat melihat senyumnya membuat ku semakin kesal. Aku segera melanjutkan langkah ku menuju ke kelas.

***

"Hana maaf membuat mu menunggu aku tak tahu mengajar …." Aku membuka pintu ruangan ku mendapati Hana tidak ada didalamnya.

"Kemana perginya?." Gumam ku dalam hati.

Tanpa pikir panjang aku mengelilingi kampus untuk mencari Hana. Kampus ini cukup besar dan ini pertama kalinya Hana datang ke sini. Jika dia tersesat akan sangat merepotkan.

Setelah 10 menit berlari kesana kemari mencari Hana. Aku akhirnya menemukan dia di taman kampus sedang mengobrol dengan Sunny.

"Apa yang mereka obrolkan?." Jujur aku sangat penasaran.

Apa yang ada didalam pikiran Sunny saat melihat Hana datang menghampirinya dengan begitu tiba-tiba. Dia pasti sudah mengira Hana datang bersama ku. Saat mengetahui itu apa yang ada didalam pikirannya.

Aku menpis jauh angan-angan ku dan segala imajinasi yang ku ciptakan. Tak mungkin Sunny akan cemburu. Kemungkinan itu sangat tidak masuk akal dan aku terlalu percaya diri.

Tapi kenapa aku berharap seperti itu.

"Hana?." Aku memanggil Hana.

Sunny ikut menoleh saat aku memanggil Hana. Pandangan kami kembali bertemu, namun tentu saja hal itu tidak mengubah kenyataan bahwa dia tetap tidak peduli dengan keberadaan ku.

"Apa yang kau obrolkan dengan Sunny?." Mulut ini selalu saja bertindak semaunya.

"Apa kau penasaran Ryu?." Hana tersenyum namun sorot matanya seolah-olah mengatakan dia tidak tertarik menjawab pertanyaan ku.

"Lupakan." Jawab ku singkat.

"Tidak ada hal yang penting hanya obrolan sesama perempuan." Hana kembali tersenyum namun senyumnya sangat hambar.

Apa yang ada dipikiran Hana?. Mengapa setiap hal yang menyangkut Sunny dia nampak tidak terlalu senang. Apa dia tidak menyukai Sunny?.

"Baiklah … aku akan mengantar mu pulang."

Hana tidak menjawab apa-apa kali ini. Saat didalam mobil pun dia tidak banyak berbicara. Hanya sesekali menjawab pertanyaan basa-basi dari ku.

***

Aku berniat untuk pulang setelah selesai mengajar, tapi entah mengapa aku berakhir di depan pintu apartemen Sunny. Entah apa yang telah merasuki ku tapi ke gilaan ini tak mungkin aku tamping terus. Jika Sunny tak memberikan ku kesempatan untuk mendekatinya, maka aku akan membuat kesempatan itu sendiri. Walaupun aku tahu resiko dari kegilaan ini akan membuat hubungan ku dengan Sunny semakin parah. Tapi aku tak akan tahu jika aku tidak mencoba.

Satpam apartemen ini bahkan sudah hafal dengan wajah ku. Saat di parkiran dia mengatakan bahwa Sunny sudah keluar dari pagi dan belum kembali sampai sekarang. Satpam itu meminta ku untuk menunggu di lobby, tapi aku menolak dan memilih untuk menunggu Sunny di depan pintunya. Tak tahu akan seberapa lama aku menunggu. Tapi selama apapun itu aku akan terus menunggu.

3 jam kemudian aku mendengar suara langkah kaki. Meski kemungkinan langkah kaki itu milik Sunny sangatlah kecil tapi perasaan ku dengan sangat yakin mengatakan langkah kaki itu milik Sunny. Dan benar saja tepat seperti dugaan ku sosok Sunny muncul dari balik dinding.

Dengan langkah pasti dia berjalan kearah ku. Dia terus menatap ku tanpa berkedip sedikit pun. Aku tak tahu apakah harus senang atau takut, karena aku tak bisa mengarti tatapan itu. Terlebih aku dengan tiba-tiba berdiri di depan pintu apartemennya, Sunny pasti sangat terkejut.

Sampai akhirnya dia berhenti tepat didepan ku. Dan tatapannya semakin dalam, entah mengapa tatapan itu terasa begitu lembut. Lalu terukir dengan indah sebuah senyuman dari bibirnya. Untuk pertama kalinya dia tersenyum seperti itu kepada ku. Seluruh tubuh ku terasa begitu hangat, jantung ku berdegup dengan sangat cepat, mata ku terus menerus menatap senyuman itu. Mengukir baik-baik senyum indah itu, bahkan jika ini senyum terakhir yang Sunny berikan kepada ku. Aku tak akan menyesal karena aku sudah mengukir dengan jelas setiap goresan senyum yang terpancar indah bagai bunga matahari.

"Apa kau sudah lama menunggu Ryu?." Suara sunny terdengar sangat manis dan lembut.

Aku sempat tidak menyakini bahwa pertanyaan itu tertuju pada ku. Tapi tak ada orang lain disini dan untuk pertama kalinya dia memanggi nama ku.

"Ti … dak." Suara ku bergetar karena aku sangat gugup.

"Baiklah mari masuk. Aku akan buatkan minuman lezat untuk mu." Kali ini senyum Sunny kembali merekah.

"Apakah aku suah berhasil?." Gumam ku dalam hati.

"Aku sudah mengambil langkah pertama ku Ryu. Apakah ini akan berhasil aku pun tak tahu. Tapi aku tak ingin membuat mu menunggu lebih lama dalam ketidak pastian. Tapi aku juga tidak bisa menjanjikan bahwa ini akan berhasil. Saat kebimbangan kembali membuat ku berhenti aku harap kau tidak akan kecewa dengan ku."

"Sunny"