"yo Ryu" Louis menepuk bahu ku.
"yo Louis, apa kau sakit? Kau terlihat sangat tidak bersemangat pagi ini" jawab ku sambil tersenyum riang.
Aku melihat ekspresi Louis yang nampak kebingungan setelah mendengar ucapan ku barusan.
"ada apa Louis? Apa ada yang aneh dengan muka ku?" tanya ku sambil tetap menyunggingkan senyuman.
"ayolah Louis hari ini sangat cerah bahkan burung-burung pun berkata begitu. Kita harus menikmati hari ini dengan penuh kebahagiaan"
"Ryu apa kau salah makan pagi ini?"
"tidak. Kau tau setiap pagi aku disuguhkan makanan yang enak oleh bi Minah"
"bukan maksud ku apa kau tidak tidur semalam?"
"tidur ku cukup dan rasanya semalam adalah tidur terbaik ku sepanjang tahun ini"
Raut wajah Louis terlihat semakin bingung. Aku tak mengerti apa yang terjadi dengannya. Apa jangan-jangan dia yang salah makan.
"Louis apa kau sakit?" tanya ku sambil menyentuh dahi untuk memastikan bahwa tubuhnya tidak sakit.
"Ryu.. yang sakit itu kau bukan aku?"
"haaa… apa maksud mu?" aku memincingkan mata.
"haaa…." Louis menghela napas.
"aku tak tahu apa yang kau alami sebelumnya tapi kau tak pernah seramah dan seceria ini dan satu lagi sekarang langit sedang mendung tidak ada cerah-cerahnya dan juga kau itu tak bisa berbicara dengan burung" Louis menimpal dengan ekspresi khasnya.
"mata mu saja yang salah Louis, kau sedang tidak memiliki aura kehidupan jadi jangan dekat-dekat dengan ku" ucap ku sambil meninggalkan Louis.
"apa aku aneh? Ahh palingan Louis saja yang tidak bisa merasakan bahwa hari ini adalah hari terbaik sepanjang hidup ku" gumam ku dalam hati.
***
Aku duduk sambil memangku dahi ku. Jelas yang ada didalam pikiran ku adalah Sunny. Aku mencoba menterjemahkan setiap hal yang terjadi kepada diriku sejak aku bertemu dengan Sunny. Aku sedang tidak mencari jawaban atas semua hal itu karena aku sendiri sudah tahu jawabannya. Tetapi yang membuat ku terus bertanya-tanya adalah kenapa setiap kali aku bertemu dengan Sunny, kami selalu akan bertengkar tak peduli dimana pun itu. Apakah yang salah adalah waktunya? Suasananya? Diri ku? atau Sunny?. Semua pertanyaan itu selalu datang di saat terakhir, selalu menjadi pembahasan yang terselip ditengah-tengah riuh isi kepala ku tentang Sunny. Sampai sekarang aku sama sekali belum menemukan jawabannya.
"aku harus segera menyelesaikan masalah ini dengan anak itu" gumam ku dalam hati.
Jawaban pertanyaan ini hanya bisa didapatkan jika kami berdua bertemu dan berbicara empat mata. Aku tak bisa terus menerus bertanya kepada diri ku sendiri, karena sampai kapan pun aku tak akan menemukan jawabannya.
"hey apakah kau lupa kalau dirimu adalah seorang dosen sekarang?" Louis menerobos masuk dan memecah semua keributan yang ada didalam kepala ku.
Tak ada maksud jahat dari perkataan Louis dia hanya mengingatkan ku untuk segera masuk kedalam kelas, karena hampir saja aku lupa bahwa aku ada jadwal mengajar pagi ini.
Aku membalas Louis dengan senyuman manis. Tapi sepertinya senyuman ku tidak disambut baik oleh Louis bahkan terukir jelas diwajahnya bahwa dia merasa sangat jijik dengan senyuman ku.
"kau tahu Ryu sekarang bahkan aku bisa melihat bunga-bunga memutar diatas kepala mu" ucap Louis sebelum dia keluar dengan memasang ekspresi tak senang dari wajahnya.
"apa yang salah aku hanya tersenyum" ucap ku pelan.
Aku pun mengemas barang-barang ku dan segera menuju kelas.
***
"siang pak Ryu"
"ahh siang bu Akari"
"panggil Akari saja, rasanya terlalu formal jika dipanggil dengan ibu"
"kita sedang di lingkungan kerja, saya mencoba untuk seprofesional mungkin"
"baiklah saya permisi dulu bu Akari"
Aku kembali berjalan menuju ruangan ku.
"Ryu?" Louis memanggil ku dari belakang.
Aku pun menoleh kearahnya.
"apa kau barusan berbicara dengan bu Akari" tanya Louis sambil merangkul bahu.
"dia yang menyapa ku duluan"
"hahahah… sudah ku duga, dia memang masih serius mengejar mu" Louis tertawa renyah sekali.
Aku tak tahu apa yang di maksud oleh Louis, karena aku merasa sama sekali tidak memiliki hubungan dekat dengan bu Akari.
"apa maksud mu Louis?" tanya ku bingung.
"sudah ku duga kau memang tidak peka, bahkan seluruh kampus ini tahu Akari suka padamu sejak pertama kali kau datang kemari. Seluruh dosen di kampus ini sudah tahu bahkan satpam kampus juga sudah tahu. Kaunya saja yang tidak peka sama sekali"
Aku tidak menjawab apa-apa dan Louis sepertinya menangkap bahwa aku sedang kebingungan.
"sudahlah Ryu tak usah kau pikirkan"
"ahh aku lapar" gerutu Louis.
"kita makan di kantin saja" ujar ku memberi saran.
"aku bosan dengan menu dikantin. Kita makan di luar saja Ryu"
Aku hanya bisa menatapnya, karena apa pun jawaban ku dia tetap akan menarik ku bersamanya untuk makan diluar.
***
"haa….aku kenyang sekali" Louis dengan gaya khasnya mengusap-ngusap perutnya.
"aku akan kembali keruangan ku"
"aa..Ryu kita baru saja sampai, aku masih ingin bersantai-santai" Louis merengek.
"apa kau tidak lihat jam? Aku ada kelas siang ini" ucap ku tegas.
"bukankah pagi tadi kau sudah berubah menjadi pria baik hati dan penuh kehangatan, lalu kenapa sekarang kau kembali ke wujud asli mu"
"apa iya aku begitu? Aku merasa diriku sama saja" gumam ku dalam hati.
Aku lalu berjalan meninggalkan Louis di belakang. Tampaknya dia masih merengek memaksa ku untuk ikut bersantai-santai dengannya.
"apakah ada yang masuk kedalam ruangan ku?"
Aku selalu menutup rapat pintu ruangan ku. Aku ingat betul sebelum aku pergi aku sudah menutup rapat pintu ini.
Aku pun segera masuk untuk mengecek keadaan didalam ruangan ku. Dan mata ku langsung tertuju kepada goodie bag besar yang terletak diatas meja. Aku segera mengecek isi goodie bag itu dan betapa terkejutnya aku ketika melihat isi goodie bag itu.
Jas putih dengan corak bunga mawar merah menyelimutinya. Sekilas ku berpikir bahwa jas ini salah kirim atau ada orang yang salah meletakannya didalam ruangan ku, karena sangat tidak mungkin aku akan membeli apalagi memakai jas yang mencolok seperti ini. Namun semua dugaan ku salah, setelah aku menemukan note kecil yang berisi pesan dari pemberinya.
"jas ini saya buat khusus untuk bapak. Semoga bapak senang. Oh iya jas ini saya berikan gratis untuk bapak jadi bapak tidak perlu lagi membayar.
Love Sunny"
Begitulah isi dari note kecil yang ku temukan bersama dengan jas itu.
Semua menjadi masuk akal sekarang. Jas ini tidak salah kirim karena memang dibuat khusus untuk ku. Aku sudah tidak kaget jika ini adalah perbuatan Sunny. Mengingat bagaimana aku memaksanya untuk membuatkan ku jas. Bukan Sunny namanya jika dia menuruti perkataan ku begitu saja tanpa ada maksud lain dibaliknya.
"haaa….." aku menghela napas panjang.
Aku tak mungkin mengembalikan jas ini dan marah-marah kepada Sunny. Apabila aku melakukan itu pasti kami akan bertengkar lagi. Kali ini saja untuk kali ini saja ku biarkan Sunny melakukan hal sesukanya, karena aku juka bersalah kepadanya.
***