Rafael keluar kamar. Mendapati Olivia yang duduk santai sembari menonton TV. Ia berdiri dengan sebelah pundak bersandar di dinding sambil memperhatikan gesture tubuh Olivia saat menonton.
Tak lama sebersit senyum mengulas bibirnya.
Olivia.
Siapa sangka gadis ini yang akhirnya resmi menjadi istrinya.
Memang hanya tuhan yang tau pada akhirnya berlabuh pada siapa tali pernikahan akan terikat. Meski manusia bilang tidak mungkin akan menjadi satu, tapi tidak ada yang bisa melampaui tuhan. Hubungan yang hancur dulu, malah bersatu dalam pernikahan yang sah.
Dehaman kecil Rafael membuat Olivia menatap padanya. Namun hanya sekilas. Begitu melihat kalau itu Rafael, ia kembali fokus pada telivisi.
Rafael berjalan mendekat kebelakang sofa yang Olivia sandari.
"Tidur di mana semalam?" tanya Rafael dari belakang Olivia. Tangannya terlipat di dadanya dengan tatapan yang tak teralih dari Olivia.
"Di mana saja aku suka," balas Olivia dengan nada ketusnya.
Nada yang selalu sama ketika menjawab Rafael. Bahkan bertahun-tahun memakan waktu dan sejarah kelam mereka.
"Istriku, harusnya tidur di sampingku," ujar Rafael masih mendikte Olivia.
"Memang siapa istrimu?" tanya Olivia dengan nada sengitnya.
Bukannya terpancing marah, Rafael malah tertawa jenaka. "Aku harap kamu tidak lupa semalam duduk di sampingku, berhadapan dengan penghulu."
"Itu pernikahan palsu," balas Olivia lagi dengan cepat.
"Tak ada yang palsu," ujar Rafael. "Kamu, di depan penghulu, dan di saksikan seluruh keluarga. Aku nikahi secara sah dengan mahar yang sah pula. Kamu bahkan memakai cincin pernikahan itu."
Olivia mendengus kesal ketika Rafael menjelaskan bahkan dengan sangat detail. Dan ia tak suka itu.
"Aku tak akan memakainya lagi," tantang Olivia tak mau kalah.
"Dan aku akan membuat kamu selalu memakainya," ujar Rafael juga tak mau kalah
****
Sedari tadi siang hingga malam Rafael tidak menunjukkan batang hidungnya. Dan betapa damainya dunia tanpa ada pria itu. Setelah adu mulut mereka tadi pagi, Rafael hanyut di terjang ombak dan tidak kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.
Setidaknya itulah yang Olivia inginkan. Membuat Rafael di tarik ombak dan ia tak akan melihat wajah pria itu lagi.
Terus, kamu jadi janda?
Kalimat menohok itu tiba-tiba menyusup kepikirannya.
"Amit-amit. Ish, serba salah memang menikah dengan play boy cap buaya seperti itu."
"Sudah malam. Tidur."
Suara berat Rafael terdenger dari balik dinding balkon belakang villa. Tempat favorit Olivia saat berada di villa ini
Ia mendecak kesal tanpa berbalik membalas Rafael. "Jangan ganggu aku!"
"Sebagai suami, aku mau istriku tidur sekarang!"
Ck! Kenapa perlu bawa-bawa status?! Lagi pula siapa yang peduli!
"Cepat tidur!" desak Rafael di belakang sana.
Dan sebagai Olivia yang kerasa kepala, ia tak peduli. Toh nanti kalau Rafael capek dia akan pergi dengan sendirinya
Ia terus menikmati hembusan angin yang menerpa kulitnya. Tersenyum tiap kali merasakan kesejukan yang lama tidak ia rasakan.
"Aaaaa..."
Olivia terperanjat begitu tangan kekar membuat dirinya melayang.
"Rafael?!" teriak Olivia saat menyadari kalau Rafael yang menggendongnya paksa.
Pria itu tak peduli bahkan ketika Olivia berontak. Ia mengencangkan cengkraman pada tubuh Olivia dalam gendongannya. Seolah lupa kalau Olivia bisa saja kesakitan.
Ia membawa Olivia masuk ke kamar. Merebahkan Olivia dan menindihnya renggang.
"Diam, dan tidur! Aku tidak mau kau melawan, Olivia!" geram Rafael dengan wajah yang begitu dekat dengan Olivia.
"Apa memang hak kamu memerintah sesuka hati?" tanya Olivia masih membawa sifat membangkangnya.
"Aku suami kamu!" tegas Rafael dengan singkat.
"Tidak, Sayang." Dengan cepat Rafael menghentikan Olivia yang lagi-lagi mau membantahnya. "Kau tidak akan kulepaskan. Tidur dengan tenang di sini, atau kamu lebih memilih aku mengambil hak sebagai suami secara paksa?"
Mata Olive membulat seraya mematung dengan ancaman Rafael.
Pada akhirnya dalam satu ancam itu Olivia tak bergerak lagi. Ia diam di tempat itu, bahkan tidak beranjak saat Rafael menjauh dan mengambil tempat di sampingnya. Lalu pada akhirnya, ini menjadi malam pertama bagi mereka tidur dalam satu ranjang.
****
Rafael terbangun oleh suara telpon yang berdering sejak tadi. Ia mengangkat ponsel itu dengan keadaan masih setengah sadar. Melihat layarnya, lalu menghidupkan mode silent.
Diletakkannya lagi benda pipih persegi panjang itu. Ia melihat Olivia yang meringkuk ke arah berlawanan dengannya. Tampak Olivia tidur dengan nyaman.
Sama sepertinya, Olivia pasti sangat lelah.
Rafael kemudian turun dari tempat tidur. Menyingkap tirai kamar hingga membuat sinar matahari masuk. Ternyata sudah lumayan siang. Jam dinding pun menunjukkan pukul 9 pagi.
Ini pagi pertama Rafael bangun sangat lambat. Ia keluar dari kamar meninggalkan Olivia agar beristirahat lebih lama lagi.
Tak lupa ia membawa ponselnya juga keluar. Sambil berjalan Rafael mengetik pesan pada seseorang. Dengan wajah kesalnya ia mengetik panjang lebar lalu mengirimnya
Namun cukup mengesalkan. Bahkan saat ia mengirimkan pesan sepanjang itu masih di abaikan juga. Lalu ia memilih mengangkat pesan itu dan mendengus kesal begitu mendengar suara lembut serak merdu di sebrang sana.
"Hallo Rafael. Oh, syukurlah kamu akhirnya menjawab telpon aku."
Suara di dalam ponsel itu terdengar lega begitu nada sambung yang ia tunggu akhirnya dijawab Rafael.
"Dengar aku Rafael. Aku tidak selingkuh." Itu Falencia. Sejak hari pernikahan itupun Falencia terus mengatakan kalau dia tidak selingkuh. "Bayi yang ada dalam rahim aku ini, bayi kamu, Rafael. Kamu lupa kita bahkan pernah beberapa kali tidur bersama sebelum kamu melamar aku?"
Rahang Rafael bergemelatuk. Ia sudah cukup kehabisan kesabaran untuk meladeni Falencia. Sudah cukup perempuan tak punya harga diri ini hampir membuat dirinya menyandang malu akan gagalnya pernikahan hari itu. Lalu sekarang setelah ia menjalani pernikahan dengan Olivia, dia malah mencoba mengusik.
"Kau tau Falencia? Aku punya cukup, bahkan lebih barkuasa untuk memfailedkan sebuah perusahaan. Jangan sampai perbuatanmu ini membuat aku mengambil tindakan tegas untuk menghancurkan usaha keluargamu, juga kehidupanmu!"
Cukup untuk sekarang. Rafael mematikan telpon itu dengan wajahnya yang masih tampak marah membayangkan wajah Falencia yang selalu berusaha meyakinkan dirinya.
Tapi sayangnya, Rafael punya banyak data dan orang-orang kepercayaan untuk menyelidiki apa benar atau tidak perbuatan Falencia di belakangnya.
Namun untuk apa menyelidiki lebih lanjut perihal Falencia? Ia punya Olivia sekarang. Gadis seksinya yang selama bertahun-tahun ini terus bersikap ketus dan kadang sangat dingin padanya.
Rasanya masih beberapa hari yang lalu, saat dirinya mendatangi Olivia membahas perihal pernikahan yang pada akhirnya menjadi pernikahan mereka.
Sikap Olivia terkesan benar-benar dingin padanya. Bahkan saat Rafael meminta baik-baik untuk Olivia membantunya sesuatu, Olive justru dengan ketusnya menolak.
Tapi ini benar-benar rahasia tuhan yang tidak pernah ia bayangkan. Siapa sangka pada akhirnya wanita yang berlabuh di pelaminan bersamanya, justru perempuan yang dulu pernah punya hubungan yang sempat kandas di tengah jalan bersamanya.
Bersambung....