Setelah tiba di Taman Dewata, Petra tidak turun dan hanya menunggu di dalam mobil. Sekitar setengah jam kemudian, Hyundai putih milik Mia pun tiba.
Petra sedikit mengernyit melihat mobil rusak yang dikendarai Mia, yang harganya hanya sedikit di atas 100 juta itu, rasanya dia ingin menghancurkannya.
Mia melirik Spyker di sebelahnya setelah memarkirkan mobil, dan kemudian mengirim pesan pada Petra.
"Aku naik dulu untuk berganti baju. Tunggu lima menit, oke!"
Melihat pesan itu, bibir tipis Petra melengkung membentuk senyuman tipis.... Senyumnya memang ringan, namun seketika merambat ke matanya.
Wanita ini selalu bisa melihat skandal antara dirinya dan wanita lain dengan santai, lalu berikutnya bermesraan dengannya sepertinya tidak terjadi apa-apa.
Petra menoleh dan sekilas melihat Mia memasuki rumah. Saat itu, matanya tanpa sadar terlihat dalam seperti tak berdasar.
Nenek Petra tinggal di sebuah rumah di pinggiran bagian timur kota. Mia dan Petra sering berkunjung untuk menemani wanita itu makan malam. Pernikahan mereka diadakan di sana. Meskipun tidak banyak yang menghadiri pernikahan itu, keluarga Petra datang.
Yang tidak datang adalah orang tua Petra….
"Momo, kok kamu kelihatan kurus lagi?" Nenek Petra sangat suka dengan menantunya, meskipun tahu bahwa cucunya menikahi gadis ini karena sedang dalam pengasuhan putra keduanya, dan jika begitu, hanya ada 20% saham milik cucunya Grup Kaisar.
Mia tersenyum dan duduk di sebelah Nenek Petra, "Nek, perempuan zaman sekarang dilihat cantik kalau bertubuh kurus."
Nenek Petra berpura-pura merengut saat mendengarnya. "Tidak baik kalau terlalu kurus.... Bagaimana kau bisa melahirkan cicitku kalau begitu?"
"Nek, Petra mengira aku belum lulus. Bukankah sudah lama sejak aku lulus?" Mia berbohong dan merajuk, dan sikapnya itu sama sekali tidak tampak palsu. "Baru-baru ini, aku dan Petra sedang merencanakan program."
Petra tetap diam sepanjang waktu, menonton Mia berakting sendirian.
Ketika Nenek Petra mendengarnya, dia mengernyit. "Lho, bukannya kata Adelia, kamu sudah berisi?"
Mia memikirkan tentang akibat dirinya berakting di rumah Adelia hari itu, dan wajahnya tiba-tiba tampak lelah dan termenung. "Tadinya kukira begitu... tapi akhirnya aku pergi ke rumah sakit, dan dokter bilang aku ada yang salah dengan perutku."
Melihat raut sedih Mia, Nenek Petra bergegas meraih tangannya dan berkata dengan menenangkan, "Sudah, sudah. Kalau kamu benar-benar menginginkannya, Petra akan berusaha lebih keras, dan keinginanmu pasti akan segera terwujud." Dia kemudian memandang Petra dengan penuh isyarat.
Petra tetap bermuka tebal dan tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, tapi wajah Mia tiba-tiba tersipu.
"Yah, Mia dan aku akan berusaha lebih keras…." seolah merasa bahwa Mia belum cukup merasa malu, Petra berkata dengan wajah serius.
Nenek Petra sangat senang melihat pasangan muda itu berhubungan dengan baik. Melihat Petra tidak keberatan memiliki keturunan, dia merasa lega…. Setelah makan, dia mendesak pasangan muda itu kembali bekerja keras.
Sekembalinya mereka ke rumah, Petra langsung pergi ke ruang kerjanya untuk melanjutkan pekerjaan.
Mia mengambil kesempatan ini untuk mengambil minyak safflower-nya ke ruangan lain dan memijat pergelangan kakinya. Karena takut baunya terlalu menyengat, dia tidak berani melakukannya di kamar tidur.
Karena hari belum terlalu malam, Mia mengambil rancangan desain gedung konser dan melanjutkan menggambar, tapi lalu dia sama sekali tidak puas dengan hasil rancangannya, dan memutuskan untuk membiarkan pikirannya yang kacau beristirahat.
Sudah hampir pukul sebelas malam ketika Mia selesai mandi, dan Petra sepertinya masih sibuk.
Sebagai istri yang "baik dan perhatian," Mia merasa bahwa dia harus berinisiatif mendekati pria sibuk itu….
Tidak mungkin. Petra bersikap acuh tak acuh dan angkuh di depan orang lain. Dirinya sendiri dipennuhi sifat licik seperti ayam sabung yang sengit.
Jika ada Petra di rumah, dan Mia pergi tidur lebih dulu…. Akibat yang menunggunya adalah dibangunkan langsung oleh Petra dan tidak tidur sepanjang malam.
Petra sedang mengadakan panggilan video. Ketika mendengar ketukan di pintu, dia meliriknya dan berkata kepada orang di dalam panggilan, "Biarkan Susan yang menindaklanjuti masalah lainnya. Saya ingin melihat rencananya besok," ucapnya. Saat Mia membuka pintu, Petra sudah mematikan panggilan.
Mia baru saja selesai mandi, rambutnya masih setengah kering, dan dia memakai baju tidur katun. Seluruh tubuhnya berbeda dari kesan dewasa ketika dia mengenakan riasan tipis. Kini, di bawah cahaya lampu, Mia tampak seperti kembang sepatu yang keluar dari air.
Tatapan Petra mendalam. Tubuhnya selalu bisa bereaksi terhadap wanita ini sejak dulu….
"Ini sudah larut. Kamu tidak tidur?" Mia berjalan dan duduk di pangkuan Petra. Lengannya lantas melingkari leher Petra dengan santai.
"Kenapa, ya?" Petra dengan lembut menghirup aroma tubuhnya.
Mia tersenyum seindah bunga, mengerjapkan matanya dan menatap Petra, membuat pria itu tidak dapat melihat betapa datarnya dia. "Yah, kamu tampan, sih, jadi semua orang betah denganmu."
Petra tersenyum dan memutar jari-jarinya yang ramping di rambut Mia yang masih setengah kering. Suasana hening, dan detak jantung mereka terasa di keheningan itu.
"Ra, menurutku, aku lebih cantik setelah mandi!" Mia memecah kesunyian. "Setuju, tidak?"
"Tidak…." Petra berkata dengan jahat, terselip sedikit senyuman di suaranya. "Kamu merasa seperti itu, karena setelah mandi, isi pikiranmu hanya ada air."
" ... " Mia kehilangan kata-kata.
Bagaimana dia bisa menggoda Petra? Padahal suasananya sudah tepat….
Petra melihat Mia tampak kaku, lalu mencium telinganya dan berkata dengan suara yang dalam, "Tidak apa-apa, aku bukan menginginkanmu karena isi otakmu. Senang?" Setelah bertanya, dia menatap Mia sambil tersenyum.
Mia menatap mata Petra yang sehitam tinta yang seolah mampu mendorong orang lain ke jurang. Sudut mulutnya berkedut, dan posisi duduknya agak kaku. Dia pun mencoba bergerak, namun tiba-tiba berhenti… karena merasakan sesuatu yang menusuk. Tanpa sadar, wajah Mia memerah.
Bulan yang cerah menggantung di langit Jakarta, namun tiba-tiba gumpalan awan datang dan sedikit menutupinya, membuat suasana di ruangan itu terasa sendu.
Setelah beberapa saat, terjadi pergelutan di ruang kerja itu.
Mia tidak tahu bagaimana dia dan Petra bisa berpindah dari ruang kerja ke kamar tidur. Dia selalu berurusan dengan orang yang tak kenal lelah itu. Dia sendiri pun merasa bingung.
Merasa dimabuk cinta, Mia mengaitkan lengan ke leher Petra dan meminta dengan menggoda, "Ra, bantu aku, ya…."
Masalah tubuh ini juga sudah dilakukan, jadi harusnya Mia juga mendapatkan keuntungan. Bukankah seharusnya begitu?