"Amanda. Kamu masuk ke kamar aku bisa ketuk pintu dulu ga? Bikin kaget aja," ucap Alvin.
"Ya maaf. Aku mau tanya sama kamu."
"Mau tanya apa?"
"Kamu beneran lagi jatuh cinta kan?"
"Kenapa emangnya? Kamu mau ceramahin aku tentang cinta seperti Mamah gitu?"
"Ih engga. Jangan suka asal nebak deh. Aku justru malah setuju sama kamu. Aku setuju kalo cinta itu ga harus pandang derajat. Karena cinta itu kan datangnya dari hati, bukan dari harta."
"Tumben kamu benar."
"Ih nyebelin banget si. Tapi kamu lagi jatuh cinta sama siapa sih? Kasih tahu aku dong. Siapa tahu aku bisa bantu kamu. Pasti kamu kesulitan kan dekatin dia? Iyalah, kamu itu kan cowok terdingin yang ada di dunia ini."
"Aku ga lagi jatuh cinta. Aku cuma lagi bahagia aja. Emangnya salah ya kalo aku bahagia dan senyum?"
"Ya engga sih. Tapi karena apa coba kamu bahagia kalo bukan karena cewek? Kasih tahu aku dong siapa orangnya."
"Ga ada. Udah kamu keluar aja deh dari kamar aku sana," perintah Alvin sambil menarik Amanda.
"Ih kasih tahu dulu siapa orangnya?"
"Udah keluar sana."
"Ih nyebelin banget sih."
Alvin terus menarik Amanda sampai akhirnya Amanda keluar dari dalam kamarnya. Alvin mengunci pintu kamarnya supaya Amanda tidak masuk ke dalam kamarnya dengan seenaknya lagi.
"Apa iya gua lagi jatuh cinta? Sama siapa? Sama Sabrina? Engga, engga. Sabrina itu biangnya masalah. Dia ga pernah benar kalo kerja, ga jelas. Gua ga boleh jatuh cinta sama dia," pikir Alvin di dalam hatinya.
*******
Hari telah berganti. Pagi ini Sabrina sedang membereskan semua pakaian dan barang-barang yang ada di rumah sakit. Karena siang ini Ibunya sudah boleh pulang ke rumah. Hari ini Sabrina juga akan izin tidak masuk kerja ke Alvin dengan alasan ingin mengantarkan Ibunya pulang dari rumah sakit. Tetapi Sabrina belum izin kepada Alvin. Karena dia masih kesal dengan sikap Alvin kemarin. Namun walaupun begitu Sabrina tetap harus izin dengan Alvin. Karena biar bagaimana pun Alvin adalah pemilik Restaurant tempatnya bekerja.
"Sebenarnya aku males banget minta izin sama Pak Alvin. Soalnya dia nyebelin banget sih orangnya. Tapi kalo aku ga izin, Pak Alvin pasti marah-marah sama aku," pikir Sabrina di dalam hatinya.
"Sebentar ya Bu. Aku mau izin dulu sama Pak Alvin kalo aku ga masuk kerja dulu hari ini."
"Iya sayang."
Sabrina mengambil handphonenya dan pergi keluar ruang rawat Ibunya. Sabrina lebih memilih untuk menelepon Alvin di luar ruangan. Tidak membutuhkan waktu lama, Alvin sudah mengangkat telepon darinya.
"Selamat pagi Pak Alvin. Mohon maaf sebelumnya, saya mau izin tidak masuk hari ini karena saya mau antar Ibu saya pulang ke rumah."
"Jadi Ibu kamu udah boleh pulang ke rumah?"
"Iya Pak. Hari ini Ibu saya sudah boleh pulang ke rumah."
"Yaudah kalo gitu hari ini kamu saya izinkan untuk tidak masuk kerja. Tapi nanti ketika kamu masuk kerja, kamu selesaikan pekerjaan kamu dengan double ya."
Sabrina merasa kesal kembali dengan Alvin sambil berkata di dalam hatinya, "nyebelin banget sih Pak Alvin. Tapi gimana. Dia itu kan Boss aku. Aku ga bisa bentang dia. Mungkin emang ini konsekuensi aku sering ga masuk kerja."
"Hallo. Kenapa kamu diam aja? Kamu ga terima?"
"Iya Pak iya saya terima."
"Bagus kalo gitu. Yaudah, saya masih banyak kerjaan."
Sambungan telepon dimatikan begitu saja oleh Alvin.
"Ih main matiin gitu aja. Dasar ga orang kaya tuh belagu semua," ucap Sabrina sendirian sambil melihat ke arah handphonenya.
Setelah itu Sabrina kembali masuk ke dalam ruang rawat Ibunya untuk melanjutkan membereskan semua pakaian dan barang mereka berdua yang ada di sana.
Setelah beberapa lama Sabrina membereskan semuanya, akhirnya semua pakaian dan barangnya sudah masuk ke dalam tas besar mereka. Sekarang saatnya Sabrina dan Ibunya kembali ke rumah.
"Syukurlah. Aku masih ngerasa bahagia banget karena Ibu udah bisa pulang ke rumah hari ini," ucap Sabrina.
"Iya sayang. Ibu juga senang banget."
"Yaudah kalo gitu aku ambilkan kursi roda dulu ya buat Ibu."
"Ga usah nak. Ibu masih kuat kok untuk jalan."
"Engga. Pokoknya aku ga mau Ibu sampai kecapekan. Sebentar ya Bu."
"Iya sayang."
Tetapi ketika Sabrina hendak mengambil kursi roda untuk Ibunya, tiba-tiba saja Alvin masuk ke dalam ruang rawat Ibunya Sabrina sambil membawakan kursi roda untuk Ibunya.
"Silahkan Tante. Saya bantu ya," ucap Alvin yang dapat membuat Sabrina dan Ibunya terkejut dengan kedatangannya.
"Pak Alvin? Pak Alvin kok bisa ada di sini?" tanya Sabrina.
"Bisa dong. Ini kan tempat umum. Jadi siapa aja boleh datang ke sini."
"Ya iya. Maksud saya kenapa Pak Alvin harus ke sini? Restaurant emangnya lagi sepi?"
"Ada Amanda yang handle semuanya. Ayo Tante, saya bantu."
"Engga. Saya dan Ibu saya ga perlu bantuan Pak Alvin. Saya bisa sendiri. Lebih baik Pak Alvin kembali aja ke restaurant."
Ibunya terkejut dengan sikap Sabrina kepada Alvin seperti itu. Dia sangat dingin dan juga jutek kepada Alvin.
"Masih aja dia marah sama gua. Pasti karena masalah kemarin yang gua udah rusakin sepeda dia," ucap Alvin di dalam hatinya.
"Kamu ini kenapa sih? Saya antar ke rumah. Emangnya kamu udah tahu mau naik apa untuk pulang ke rumah kamu? Udah ada taksi atau kendaraan yang lainnya? Belum ada kan?" tanya Alvin.
Sabrina hanya terdiam. Karena apa yang dikatakan oleh Alvin kepadanya itu benar semua. Sabrina memang belum tahu mau mengantar Ibunya pulang naik apa siang ini. Naik taksi pasti biayanya akan sangat besar karena jarak dari rumah sakit ke rumahnya cukup jauh.
"Udah, biar saya antar. Marih Tante saya bantu."
"Terima kasih banyak ya Pak Alvin."
"Sama-sama Tante."
Akhirnya Alvin membantu Ibunya Sabrina untuk naik ke kursi roda. Kemudian Alvin juga mendorongnya sampai ke depan rumah sakit. Bahkan semua barang milik Sabrina dan Ibunya di bawa juga olehnya. Alvin tidak mau sampai Sabrina kesulitan untuk membawa semuanya.
Di sepanjang perjalanan menuju ke depan rumah sakit banyak orang yang melihat ke arah mereka bertiga. Terutama kaum wanita. Mereka berpikir jika Sabrina sudah sangat beruntung mendapatkan laki-laki seperti Alvin. Sudah tampan, kaya raya, baik lagi. Tetapi sayangnya hubungan antara Sabrina dan Alvin sekarang ini hanyalah sebatas atasan dengan karyawannya.
"Sebentar ya Tante, saya ambil mobilnya dulu."
"Iya Pak Alvin."
Alvin mengambil mobilnya yang dia parkiran di tempat parkir rumah sakit. Sedangkan Sabrina dan Ibunya menunggu di lobby rumah skait. Sabrina merasa sangat tidak enak dengan Alvin yang selalu saja membantunya selama ini. Walaupun dia mempunyai sisi yang menyebalkan juga.
-TBC-