Tristan takkan bisa bertahan sejauh ini jika dia secara naif mempercayai kata-kata semua orang di sepanjang hidupnya yang suram. Kebohongan dan tipu daya adalah sifat manusia, terutama ketika nyawa mereka dipertaruhkan.
Meskipun mungkin hati dan niat seseorang itu benar, kebanyakan orang sanggup memuntahkan kata-kata kosong tak terhitung jumlahnya yang, bahkan jika mereka mau tidak mudah mereka sadari.
Seperti yang baru saja dikatakan Desmond kepadanya: 'Percayalah padaku'. Bagaimana Tristan bisa mempercayainya dengan mudah ketika dia tidak benar-benar mengenal pria itu sama sekali. Mereka baru saja bertemu beberapa saat yang lalu.
Desmond saat ini berada dalam situasi di mana dia dikelilingi oleh monster yang bisa membunuhnya kapan saja. Bukan hanya terluka, dia juga tidak punya cara untuk melarikan diri dari kekacauan ini. Dalam keadaan ini, siapa pun akan mengatakan apa pun untuk menyelamatkan nyawanya.
Bahkan jika Tristan bisa memutuskan untuk memercayai hidupnya, masih ada adiknya yang perlu dia khawatirkan.
Satu-satunya alasan Desmond ingin Tristan percaya padanya adalah bahwa mereka berdua adalah bagian dari ras yang sama, mereka berdua manusia. Ini adalah sesuatu yang tidak bisa dia terima begitu saja. Tristan jelas tahu bahwa, meskipun manusia mungkin terlihat lebih dapat dipercaya daripada monster-monster ini, hati manusia bisa lebih buruk daripada iblis itu sendiri.
Saat ini, Tristan dihadapkan pada dua pilihan, dengan kedua belah pihak tidak bisa dipercaya. Menghitung peluangnya, Tristan memutuskan untuk mengabaikan tatapan memohon yang dia terima dari Desmond, saat dia meletakkan pedangnya dan kemudian berlutut, berkata dengan hormat, "Tolong, kau bisa melakukan apapun yang kau inginkan padaku. Tapi, tolong, lepaskan adikku."
Melihat keputusan Tristan, si goblin tertawa terbahak-bahak. "Kekekekeke! Aku tahu kau lebih pintar dari pria di sana itu." Si goblin kemudian segera meneriakkan kata-kata ke arah para Orc menggunakan bahasa aneh itu lagi.
Hanya dengan satu kata, para Orc dengan cepat berlari ke arah Desmond. Tristan hanya bisa terkesiap melihat manusia kuat itu dicabik-cabik oleh para monster hijau besar di hadapannya. Dia bisa mendengar Desmond berteriak kesakitan karena semua anggota tubuhnya terpisah dari tubuhnya.
Menyaksikan Desmond dibantai karena keinginan egoisnya, hal itu tidak terlalu mengganggu Tristan. Pengalaman hidupnya telah membawanya ke keputusan ini. Menjadi remaja berusia 17 tahun di penjara dengan keamanan tinggi yang penuh dengan narapidana yang kejam seperti menjadi ikan mas yang berenang di tangki hiu. Penjara tidak pernah bersikap baik padanya.
Penjaga penjara menetapkan satu set aturan untukmu, mengharapkanmu untuk mematuhinya kata demi kata. Secara bersamaan, 'kawan sel'mu memberi aturan yang sama sekali berbeda.
Kau kemudian tahu bahwa jika kau melanggar aturan penjaga, kau akan kehilangan semua hak istimewa sebagai napi, sementara jika kau melanggar aturan antar narapidana, kau bisa kehilangan nyawamu. Benar-benar simalakama.
Itulah sebabnya langkah pertama yang harus diambil seseorang untuk bertahan hidup di penjara adalah selalu belajar untuk memilih pihak yang benar, menemukan kelompok mana yang cocok untuknya dan cocok di dalam masyarakat penjara. Ketika kau disuruh melakukan sesuatu, meski untuk menusuk dan membunuh seseorang, kau hanya harus melakukannya. Kau bahkan tidak perlu bertanya alasannya.
Sekarang, jika kau bertanya pada Tristan apakah dia bisa mempercayai janji si goblin, dia pasti akan menjawab bahwa dia tidak harus mempercayainya. Karena seperti semua hal yang terjadi dalam hidup, kau selalu berada di bawah belas kasihan yang kuat. Karena itu, pilihanmu selalu terbatas, kecuali jika kau memiliki kekuatan yang cukup untuk memperjuangkan pilihanmu.
Dalam situasi ini, jelas tidak banyak yang bisa dilakukan Desmond untuknya atau adiknya. Jadi, pilihannya cukup sederhana. Dia harus tunduk, untuk menyelamatkan hidupnya, dan yang lebih penting, keselamatan adiknya.
Pemimpin goblin itu berbalik dan menatap Tristan yang berlutut.
"Tolong, bagaimana dengan adikku?"
"Manusia.. kekeke.. Apakah kau pikir aku peduli soal adikmu?"
Kalimat ini mungkin mengejutkan banyak orang lain dalam situasi yang sama, tetapi tidak dengan Tristan. Dia bagaimanapun caranya menguasai emosinya setelah dikhianati dan disakiti sebelumnya. Dia tahu cara bersikap dalam menghadapi yang kuat.
Goblin menyadari hal ini dan tertawa keras lagi "Kekekeke aku sangat suka orang ini.. Sekarang dengar, bukan berarti kau tidak punya kesempatan sama sekali.."
Saat dia mendengar itu, Tristan mengangkat kepalanya dan menatap si goblin dengan sedikit harapan.
"Memang benar bahwa kau memiliki salah satu kompatibilitas tertinggi di antara ratusan pendauhlumu.. Soalnya.. yang kubutuhkan hanyalah satu subjek yang berhasil. Jika kau dapat mencapai kesuksesan dalam eksperimen ini, itu berarti aku tidak perlu menyakiti adikmu atau tahanan yang lainnya, kan? Apakah kau mengerti sekarang? Satu-satunya cara untuk menyelamatkan adikmu adalah dengan selamat dari percobaan ini. Kekekekeke."
Tristan mengerti bahwa itulah satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya dan adiknya. Karena itu, dia menerima nasibnya. Berjalan menuju tempat yang ditunjuk goblin, Tristan membaringkan dirinya di atas meja batu.
"Waktumu telah tiba."
Hal terakhir yang diingat Tristan adalah dikelilingi di setiap sisi oleh peralatan mekanik si goblin. Dia kemudian jatuh pingsan dan hanya bisa melihat kegelapan.
…
"Bisakah.. kamu...men... dengarr.. kk...ku?"
Itu adalah kata-kata pertama yang Tristan dengar setelah menghabiskan waktunya di kegelapan.
"Tahap pertama sukses! Kekeke"
Tidak yakin berapa lama dia pingsan, Tristan merasakan sensasi berikutnya seolah-olah dia berada di dalam genangan air. Namun, Tristan merasakan keanehan tak terungkapkan pada seluruh tubuhnya. Dia bisa merasakan arus listrik yang tak terhitung jumlahnya perlahan mengalir melalui pembuluh nadinya, menyetrumnya.
Awalnya kesemutan seperti digigit semut. Namun, rasa sakit itu berangsur-angsur tumbuh hingga menjadi terlalu menyakitkan untuk ditanggung Tristan.
Rasa sakit yang terus menerus dan membakar yang menjalari tubuhnya menghabiskan kesadaran Tristan. Satu-satunya alasan dia berhasil bertahan adalah harapan agar adiknya tidak mengalami nasib yang sama.
Setelah waktu yang tidak bisa dihitung lamanya, Tristan bisa merasakan gelombang kekuatan mengalir di seluruh tubuhnya. Dia mulai mendengar banyak hal. Di dalam kegelapan, dia bisa mendengar suara aneh.
"Ini sukses!! Sukses!!"
[Sistem berfungsi...]
[Sinkronisasi wadah]
[97%.. 98%..]
Setelah itu, Tristan mendengar suara goblin lagi.
"Oke. Saatnya untuk langkah terakhir. Pemurnian jiwa."
'Pemurnian jiwa?' pikir Tristan.
Namun, sirene yang keras menginterupsi si goblin, segera setelahnya, dengan suara panik, goblin itu berteriak. "Grrrr.. Kita diserang!"
"Sial!! Siapa itu?"
"Sensor mendeteksi sebuah kapal. Itu adalah para Space Knight."
"Tembak jatuh. Jangan biarkan mereka mendarat."
"Delapan Space Knight.. mereka membobol fasilitas!"
"Biarkan mereka melawan para uruk!.. Sial, kenapa mereka datang di saat yang genting seperti ini!"
"Bersiap untuk melepaskan subjek."