Naura turun dari mobil Raihan dan melambaikan tangannya, saat mobil pria tersebut pergi. Gadis itu berjalan masuk ke dalam gang, menuju ke rumahnya. Getaran di ponselnya terasa sejak tadi, namun Naura memilih untuk mengabaikannya.
Karena entah kenapa, ia merasa jika itu Rico. Ternyata dugaannya benar. Setelah ia masuk ke dalam rumah dan duduk di ranjang. Gadis tersebut mengecek ponselnya. Laki-laki tersebut memang menghubunginya sejak tadi. Menanyakan keberadaannya serta apakah ia sudah tidur atau tidak. Saat ia dan Raihan masih makan malam di sebuah lesehan yang menjadi tempat langganan keduanya.
Naura hanya membalas pesannya dan menjelaskan bahwa ia baru saja pulang makan malam bersama Raihan. Maka dari itu tidak bisa menjawab panggilannya dan membalas pesan-pesannya.
Tak lama kemudian, Rico meneleponnya. Naura pun menjawabnya, karena tak mungkin ia akan mengabaikannya lagi.
"Hallo?" sapa Naura pelan. Suaranya pun ia buat sesantai mungkin. Tak mungkin debaran di dadanya yang menunjukkan betapa ia sangat bahagia di hubungi oleh laki-laki tersebut.
"Sudah di rumah? Lagi apa? Aku nggak ganggu kamu, kan?" cerocos Rico yang kini duduk di sofa ruang tamu.
Naura merebahkan tubuhnya, menatap langit-langit kamarnya, seraya menjawab pertanyaan Rico. "Sudah, ini lagi tiduran aja. Kamu sudah pulang? Memang pestanya sudah selesai? Aku kira sampai malam," terka gadis tersebut.
"Enggak, kok. Aku sudah pulang ini. Lagian kan, itu acara untuk para orang tua yang mau kumpul-kumpul saja. Besok masuk kerja jam berapa?" tanya Rico santai.
"Besok aku sif siang, ada apa?" Naura penasaran sebenarnya. Kenapa Rico menanyakan jadwal kerjanya.
"Nggak ada apa-apa kok. Ya, sudah. Tidur sana. Selamat malam, Nana," pamit Rico yang memutuskan panggilannya dengan senyum miringnya. Bahkan tanpa menunggu jawaban dari Naura lebih dulu. Sepertinya ia telah memiliki sebuah rencana untuk gadis tersebut.
"Aku harus bisa mendapatkannya!" ujarnya dengan penuh keyakinan dan bertekad bahwa ia pasti akan berhasil.
Tak lama kemudian. Seseorang membuka pintu ruang tamu. Rico tersenyum menyambut kakaknya yang ia tahu baru saja mengantarkan Naura pulang.
"Rico?" Raihan sangat terkejut melihat adiknya sedang tiduran di sofa ruang tamu rumahnya. Sembari memainkan ponselnya.
"Sudah lama kamu di sini?" tanyanya lagi yang duduk di sofa single, sebelah sofa panjang tempat Rico merebahkan tubuhnya.
"Enggak. Aku juga baru saja sampai. Abang dari mana? Kenapa menghilang tiba-tiba? Mama cariin tuh," sinis Rico yang menoleh ke arah kakaknya yang hanya terkekeh.
"Memangnya kenapa? Toh, itu acara untuk kamu? Untuk apa juga aku ada di sana. Mereka ingin bertemu dengan kamu, bukan aku yang sudah sering di temui. Jadi, kenapa kamu datang ke sini? Tumbenan banget ke sini," cibir Raihan yang hanya mendapatkan jawaban cengiran saja dari laki-laki tersebut.
"Aku mau menginap di sini. Kalau di rumah, sudah pasti ramai tamu-tamu Papa dan Mama. Makanya aku ngungsi ke sini. Cari yang nyaman," jelasnya sembari tertawa kecil.
Raihan menggelengkan kepalanya perlahan. "Dasar! Masih saja nggak berubah. Ya, sudah sana istirahat. Kamar tamunya di sebelah ruang tengah. Masih seperti yang dulu. Nggak lupa, kan?" sindir pria tersebut yang beranjak bangun dari duduknya.
"Bang, menurut Abang nih, kalau aku ketemu sama gadis masa laluku. Apa yang sebaiknya aku lakukan?" tanyanya meminta saran Raihan.
Raihan menghentikan langkahnya yang akan naik ke lantai dua. Menoleh seraya mengerutkan keningnya. Memandang adiknya dengan kedua alis bertaut.
"Apa kamu sudah bertemu dengannya? Ya, lakukan saja apa yang sejak dulu ingin kamu jelaskan padanya. Bukannya itu yang membuat kalian bisa saja salah paham?" Tanggap Raihan yang masih menatap adiknya.
Rico tersenyum dan mengangguk kecil. "Iya. Aku berpikir, mungkin juga dia marah karena merasa di tinggalkan tanpa pamit seperti itu. Untuk hal itu, bukankah aku harus menjelaskannya dengan benar?" tanya laki-laki tersebut seraya tersenyum penuh misterius.
Raihan mengangguk membenarkan ucapan adiknya. "Ya, sudah lakukan saja. Kenapa bertanya? Bukankah kau sudah tahu jawabannya apa? Dasar aneh!" cibir pria tersebut seraya melanjutkan langkahnya kembali. Sembari menggelengkan kepalanya.
Rico terkekeh sendiri dan kembali merebahkan tubuhnya di sofa. "Kau sendiri yang secara tak sadar memberikanku jalan, Bang. Jadi, jangan pernah menyalahkanku nantinya. Kalau dia memilihku!" ucapnya dengan penuh keyakinan.
Rico masuk ke dalam kamar tamu yang dulunya sering ia tempati jika menginap di sini. Merebahkan tubuhnya di ranjang dan tersenyum membayangkan apa yang akan ia perbuat besok. Rasanya tak sabar lagi menanti hari esok.
***
Naura menghela napasnya, melihat panggilannya di putus begitu saja oleh Rico tanpa mau menunggu jawabannya terlebih dahulu.
"Kenapa aku merasa sepertinya besok akan ada hal yang terjadi, yah? Kok aku jadi berdebar begini, sih? Memangnya apa yang akan terjadi?" Monolognya pada dirinya sendiri.
Gadis tersebut menggelengkan kepalanya keras. "Aku hanya berharap bukan hal yang buruk, Ya Tuhan," harap Naura ingin agar semuanya baik-baik saja.
Setelahnya gadis itu mulai mengganti bajunya dan membersihkan make up yang di pakainya. Lalu mengerjakan tugas kuliahnya.
Meski tak tahu apa maksud Rico bertanya, namun Naura hanya berharap hal yang baik untuk mereka.
***
Pagi hari yang cerah. Naura terlihat sangat sibuk membersihkan rumahnya. Karena kemarin ia kebagian sif malam. Di tambah pula dengan tugas kuliah yang juga menumpuk, membuatnya tak sempat beres-beres.
"Ah, akhirnya selesai juga. Sekarang saatnya mandi, lalu mencari sarapan. Hm, dua hari lagi libur, aku harus secepatnya menyelesaikan tugas. Kayaknya nggak bisa pulang juga ke rumah Bapak," keluhnya dengan sendu.
Rindu orang tua dan juga adik-adiknya. Tapi mau bagaimana lagi, kuliah sembari bekerja juga bukan hal yang mudah untuknya. Terlebih ia juga tinggal sendiri di kota ini. Sedangkan orang tuanya berada di desa.
Naura mengecek ponselnya. Karena tadi ia seperti mendengar dering ponselnya. Atau hanya dia yang entah berharap ada seseorang menghubunginya.
Saat asyik memeriksa ponselnya, pintu rumahnya di ketuk pelan oleh seseorang. Naura mengerutkan keningnya.
Namun dengan segera meletakkan ponselnya di atas meja dan bergegas membukakan pintu untuk tamu yang tidak ia tahu siapa.
"Iya, sebentar!" teriaknya yang berjalan lebih cepat untuk membukakan pintu.
Begitu pintu di buka, Naura sungguh sangat terkejut melihat sosok laki-laki tampan yang kini tengah berdiri di depan rumahnya. Dengan senyum manisnya dan penampilannya yang kasual. Siapa pun pasti akan terpesona olehnya.
"Rico?" sapa Naura yang terkejut melihat laki-laki tersebut berada di depan rumahnya pagi-pagi begini.
"Hai, Selamat pagi! Apa aku mengganggu waktumu?" balas Rico seraya tersenyum.
"Tidak. Tapi, bagaimana kamu tahu rumahku?" tanya Naura yang bingung saat ini. Karena seingatnya, ia tidak memberikan alamat rumahnya kepada laki-laki ini.
Rico terkekeh, "Gampang itu kalau cuman rumah kamu. Tapi ngomong-ngomong, apa kita akan mengobrol di depan pintu seperti ini?" tanya laki-laki tersebut seraya menoleh ke kanan dan ke kiri. Melihat lingkungan sekitar rumah gadis ini.
Naura yang seakan tersadar, menepuk dahinya sendiri. Lalu mempersilahkan Rico masuk ke dalam rumahnya. Sementara ia sedikit menyingkir untuk memberikan laki-laki itu jalan.
"Apa ini firasatku semalam?" gumam Naura sangat lirih, sembari menatap punggung tegap Rico yang berjalan masuk ke dalam rumahnya dan mengamati keadaan rumah kontrakannya.