Yosi merasa sangat cemas dan risau saat mengetahui temannya sudah bertemu dengan kapten basketnya. Bagaimana jika terjadi sesuatu? Kenapa bisa Yosi sampai kalah melawan cewek itu agar tidak kabur dari pengawasannya? Jika seperti itu mampu kah Yosi memaksa Lea untuk tidak jadi menantang si Presiden sekolah?
Yosi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sudah dia tegaskan agar tidak berurusan dengan si kapten basket namun Lea masih saja membuang jauh peringatan darinya. Yosi merasa tanggung jawabnya hilang begitu saja jika Lea akan terus melawannya selain membuatnya kian cemas.
"Aduh, Lea. Lo nekad banget, sih. Presiden sekolah kita itu ganas! Lo ga tahu betul sifatnya begimana." Yosi mengerutu kesal dan tidak karuan dengan aksinya temannya nanti.
Yosi sangat mengerti kalau temannya itu begitu menyukai permainan bola basket, namun tidak seharusnya juga menantang sang kuasa di sekolahannya. Yosi harus berbuat apa?
"Giraka, pasti bakal lakuin sesuatu sama, Lea."
Yosi berlari menuju tempat di mana saat ini banyak sekali penghuni sekolah yang berdesakkan di sana. Dia yakin jika di area lapangan sana pasti ada sesuatu yang bersangkutan dengan temannya yang menghilang. Dengan gesit Yosi segera memisahkan para murid yang menghalanginya di sana.
"LEA!" Yosi memekik kuat hingga kedua matanya melotot lebar. Tangan kanannya menepuk dahi melihat pemandangan di depannya saat ini seperti apa.
Yoshi terlambat.
Lea dan Giraka sudah bertanding dengan skor mereka yang saling berselisihan. Yosi mulai panas dingin merasa begitu takut, temannya itu ternyata terlalu nekad atau memang niat di hukum oleh kapten basket? Giraka pasti akan berbuat licik demi kemenangannya, semua orang bahkan mengetahui hal itu.
Yosi sudah dapat menerka jika si presiden sekolahannya itu juga akan melakukan hal yang sama. Lea dalam bahaya, Yosi tentunya harus bisa menghentikan temannya untuk tidak melanjutkan permainan yang sedang berlangsung itu. Tetapi bagaimana caranya dia mengehentikan mereka di sana? Sedangkan pertandingan itu hanya Lea dan si presiden sekolahnya saja tanpa ada anggota tim.
"LEA, BERENTI!!!" Yosi teriak tanpa terdengar ke area karena banyaknya sorak dari para murid yang meneriaki dua orang penggila olahraga itu.
Lea mendrible bola dengan sangat lihai sambil berjaga agar tidak dapat di ambil dari lawan dan membuat skor nya bertambah. Jika satu kali lagi dia yang memasukkannya ke dalam ring basket, maka Lea yang menjadi pemenangnya di sana. Tentu Lea akan memenangkannya demi para murid di sana juga.
Jika Lea menang, maka si kapten harus menerima taruhan sesuai perjanjian.
Yoshi takut sekali Lea akan gagal walau dia tahu kalau cewek itu sudah lihai dalam permainannya. Pasti akan ada kekalahan dan kemenangan, di antara dua itu siapa yang yang akan unggul poinnya? Yoshi tidak heran lagi dengan Giraka yang sudah jelas di kenal sebagai presiden, namun walau mendengar cerita langsung dari temannya bahwa tak kalah jago dengan para ahli basket.
Yoshi sedikit ragu, bukan karena tidak percaya. Tetapi Leea tidak pernah memperlihatkan cara mainnya langsung walau hanya dari video.
"Eleanor!!!"
Sorakan kini terdengar riuh dari seluruh murid yang menyaksikan aksi hebat dua pemain basket di tengah lapangan. Karena tidak pernah ada permainan yang sampai membuat mereka takjub sekaligus tidak menyangka seolah baru pertama kalinya ada pertandingan … lawan jenis?
Empat mata yang kini saling menatap, membiarkan para penonton ricuh di tempatnya. Lea mengembangkan senyuman manis, dia menaikkan satu alis seakan bilang jika dia memang mampu untuk mengalahkan lawan.
"Gimana? Ini udah jadi akhir, lo tepatin janji yang udah di sepakati sebelumnya."
Sudut bibir kirinya terangkat ke atas menampilkan seringaian sambil menjawab, "Justru ini baru awal pemanasan."
>>>>>>>>>>>
Yosi menatap jengah, Lea di sampingnya justru menampilkan sunggingan lebar. Cewek itu sudah membuat jantung Yosi nyaris copot dari tempatnya ketika menonton pertandinga berlangsung tadi.
"Lain kali lo jangan pernah nekad!"
Lea terkekeh pelan. "Buktinya gue menang lawan dia, kan? Ga usah di raguin kalau maen basket mah, gue terobos lawannya." katanya begitu angkuh.
Yosi mendengus. Nyawa Lea nyaris di ujung tanduk kalau saja cewek itu tidak bisa mengalihkan perhatian Giraka saat terlihat akan merebut bola. Lea memang menunjukkan kehebatannya di dalam bidang itu hingga Yosi nyaris ingin pergi saja takut jika Lea yang akan kalah.
"Tunggu!"
Dua cewek itu menghentikan langkah kakinya saat mendengar suara dari arah belakang. Yosi dan Lea memutar tubuhnya melihat cowok yang lebih tinggi dari mereka berdua sedang menatap sambil menyilangkan kedua lengan di depan perut.
"Lo nyuruh kita atau ke orang lain?" tanya Lea begitu santai.
Yosi di sampingnya hanya melirik keduanya takut jika akan ada perselihan lagi. Sepertinya memang Giraka tidak akan pernah terima atas kekalahan yang terjadi di lapangan tadi.
"Lo cuma beruntung aja bisa menang karena gue lagi lengah."
Lea mengulas senyum. "Kenapa lo nyolot? Seusai perjanjian kita sebelum adain maen tadi, kan? Kalau lo ga terima kekalahan berarti lo itu … cupu."
Yosi meringis sambil menepuk dahinya pelan. Lea benar – benar mencari perkara dengan si Presiden sekolahnya.
Giraka melotot lebar. "Lo anak baru di sini berani sama gue?"
"Gue emang ga kenal sama lo. Tapi ngeliat permainan basket lo tadi …" Lea menjeda ucapannya dengan dehaman kecil. "Hebat, gue akui. Tapi lo juga harus tepatin perjanjian yang udah di sepakati sama diri lo sendiri, dong. Gue yang menang artinya lo harus tepatin kecuali emang gue kalah yang lo bilang harus jadi … budak lo. Di sini bahkan di saksiksan sama ratusan murid, jadi udah jelas … clear." lanjut Lea menerangkan.
Kedua lengan Giraka mengepal kuat dengan rahang gigi yang mengeras merasa baru pertama kalinya ada sosok yang menjadi lawannya, cewek yang sudah menjatuhkan harga diri di depan semua banyak orang bahkan seluruh rakyat di sekolahannya. Giraka marah dan tidak akan memaafkan orang yang sudah memalukan dirinya di hadapan semuanya.
"Presiden sekolah. Itu yang gue tahu dari, Yosi."
Mendengar nama yang di sebutkan membuat cewek berkulit sawo matang itu semakin ketakutan. Bisa saja Giraka akan menunjuknya sebagai orang yang sudah mengadu tentang keburukan yang di lakukan oleh cowok itu. Giraka memang saat ini sedang menatap tajam ke arah Yosi hingga membuat cewek itu mundur satu langkah di belakang Lea seolah meminta temannya untuk menolong.
"Lo berdua emang hama. Gue bakal keluarin lo berdua dari … sekolahan ini." katanya penuh ancaman.
Lea masih saja menampilkan senyuman manisnya. "Lo murid bukan kepala sekolah. Walau di sebut sebagai Presiden sekali pun ga menutup kemungkinan kalau lo itu bisa dan dengan mudahnya keluarin kita berdua."
Giraka semakin tersulut hingga urat di kedua lengannya terlihat menonjol.
PLAK !!!
Giraka melayangkan telapak tangan yang sempat mengepal itu pada wajah Lea dengan sebuah tamparan yang terdengar perih.
"Itu pemulaan."