"Apakah tidak ada dari satu pun kalian yang mencari tahu tentangku?" Kata Rey.
"Tidak. Bagi kami kehadiranmu pun sudah merupakan suatu mukjizat yang bisa mengubah nasib kami dan para rakyat agar kami terbebas dari jerat siksaan Raja Salem. Tidak hanya kami, rakyat pun berpikiran demikian." Jawab Leon.
Damian kemudian duduk bersandar pada kursinya dan menyilangkan kedua tangannya.
"Lagi pula..." Lanjut Leon menjeda perkataannya. Leon melirik setiap selir yang hadir di Taman Bunga milik Anna.
"Kamu tidak pernah memberitahukan apa pun pada kami. Asal-usulmu, siapa kamu sebenarnya. Bahkan, kamu tidak pernah memberitahu kami apa yang ada di pikiranmu seperti saat tadi kamu tiba-tiba tersenyum kemudian menjadi murung." Kata Leon.
'Benarkah? Tapi tidak mungkin juga aku yang berpura-pura sebagai pemilik tubuh ini tiba-tiba memberitahu kepada mereka siapa aku sebenarnya. Tidak mungkin kan aku tiba-tiba berkata 'Aku hanya memikirkan kenanganku bersama keluargaku di duniaku yang lain'. Akan menjadi sangat aneh jika aku berkata seperti ini. Bisa dikira gila aku ini. Meskipun dunia ini ada sihir seperti kata mereka, tapi jika aku ngomong kalau aku berasal dari dunia lain dan aku sudah mati di bunuh Lily dan merasuk ke pemilik tubuh ini. Tunggu, lalu ke mana perginya pemilik tubuh ini?'
"Lihat kan? Aku tahu kalau kamu sedang memikirkan sesuatu Rey. Dan aku yakin kalau kamu tidak akan memberitahu kami apa yang sedang kamu pikirkan saat ini juga. Betul kan, Rey?" Dengus Leon.
Rey terkejut dengan pernyataan Leon. Tentu saja dia tidak akan memberitahu mereka. Diliriknya para selir, wajah mereka menyiratkan rasa penasaran dengan isi pikiran Rey dan juga persetujuan atas pernyataan Leon.
Rey pun menghela napas tidak bisa menyanggah pernyataan Leon. Dia tidak bisa berbuat atau pun berkata sesuatu untuk menyanggah pernyataan itu. Karena pada kenyataannya, pernyataan Leon tidak lah salah. Dia tidak akan mungkin menceritakan isi pikirannya saat ini. Dia tidak mungkin menceritakan hal yang bisa membongkar identitas aslinya yang ternyata bukan pemilik asli tubuh ini.
"Tidak usah memaksa Rey, Leon. Aku yakin, suatu saat nanti Rey akan menceritakan siapa sebenarnya Rey. Dari mana asalnya, bahkan apa isi pikirannya suatu saat nanti jika menurut Rey itu adalah saat yang tepat. Benarkan, Sayang?" Ucap Alicia membela Rey.
"Memang benar sih. Tapi ini sudah lewat dari tiga tahun semenjak Rey mengangkat kita semua sebagai selirnya. Apa tidak ada satu pun dari kalian yang penasaran pada Rey? Siapa dia atau dari mana asal-usulnya. Tidak. Itu sudah kita putuskan kalau hal itu bukanlah hal penting saat ini. Yang paling penting adalah apa yang ada di pikiranmu Rey? Tidak bisakah kamu sedikit saja berbagi kepada kami apa isi pikiranmu?" Cerocos Leon tanpa berhenti. Dia tidak bisa menerima kalau hanya dirinya yang penasaran dengan apa yang dipikirkan Rey selama ini. Mengapa harus mereka yang dijadikan selir? Mengapa harus dua belas orang yang diangkatnya? Begitu banyak pertanyaan berputar-putar di kepala Leon. Tidak hanya Leon, pemikiran ini terkadang juga sering terlintas di kepala mereka sekali-kali.
Bagi Rey, perkataan Leon semakin membingungkannya. Bagaimana tidak, dirinya yang bukanlah pemilik asli tubuh ini pasti akan terheran-heran dengan perkataan Leon. Benarkah pemilik tubuh ini begitu dinginnya bahkan kepada selir-selirnya sendiri. Apa yang sebenarnya disembunyikan oleh pemilik tubuh ini sehingga tidak ada satu pun orang yang mengetahui asal-usulnya?
Raut wajah Rey yang terlihat datar namun menyiratkan kebingungan membuat Leon menghela napas. Dia tersadar kalau Rey yang sekarang adalah Rey yang tidak mengingat apa pun bahkan kepada dirinya sendiri.
"Sudahlah. Lupakan saja perkataanku, Rey. Maaf jika aku menjadi emosional seperti tadi. Mungkin karena terlalu banyak tekanan yang aku hadapi akhir-akhir ini. Maaf jika aku melampiaskannya padamu, Rey." Ucap Leon dengan raut wajah sendu.
"Tidak apa-apa." Jawab Rey dengan santai.
"Aku akan coba mencoba berubah lebih terbuka kepada kalian," Lanjut Rey. Perkataan Rey ini mengagetkan para selir yang sedari tadi hanya menyimak. Rey yang sekarang rela berubah hanya karena sedikit curahan hati dari selirnya, Leon, yang ingin mengetahui diri Rey.
"Jika ingatanku sudah kembali, tentu saja aku akan mulai berubah." Kata Rey melanjutkan kalimatnya yang tertunda karena Rey yang melihat wajah terkejut dan penuh harap dari mereka semua.
Mendengar kalimat terakhir yang terlontar dari mulut Rey, para selir merasakan sedikit kekecewaan pada hati mereka. Tapi tentu saja, masih ada harapan mereka bisa mengenal Rey jika ingatannya sudah kembali. Mereka pun saling menatap dengan tatapan penuh pengharapan karena mulai bisa dekat dengan Rey. Tidak hanya sebagai 'alat pemberi energi' dengan bersetubuh dan menamakan mereka sebagai selir, tapi benar-benar sebagai orang yang memilih mereka dengan suatu tujuan lainnya.
"Baiklah. Itu saja sudah cukup bagiku, dan aku yakin kalau yang lainnya sependapat denganku." Kata Leon dengan membusungkan dadanya dan memberikan wajah puas karena keputusan Rey yang sangat tepat baginya.
Selir lainnya hanya bisa tersenyum menahan geli melihat tingkah laku Leon yang seperti anak kecil seolah-olah dia akan diajak jalan-jalan oleh orang tuanya ke tempat hiburan setelah merengek seharian. Kebahagiaan mereka yang singkat, diinterupsi oleh kehadiran Felix yang melangkah masuk dari pintu utama taman bunga milik Anna. Seketika, satu ruangan menjadi hening menanti kata-kata yang akan keluar dari mulut Felix.
"Maafkan saya sudah mengganggu waktu Yang Mulia." Kata Felix sembari membungkukkan badannya hingga 90 derajat. Suaranya penuh dengan permohonan maaf karena telah mengganggu waktu berharga mereka.
"Ugh. Tak bisakah kau membiarkan kami bersantai sejenak Felix? Jarang-jarang kami semua bisa berkumpul seperti ini tahu!" Kata Yuki bersedekap dan menggembungkan pipinya tanda mengambek pada Felix.
"Maafkan saya Tuan Muda Yuki. Saya pun dengan menyesal karena telah mengganggu waktu Yang Mulia dengan para selirnya yang sangat jarang terjadi ini. Jika bukan karena masalah yang mendesak, saya tidak akan mengganggu seperti ini." Ucap Felix dengan nada berat karena perasaan menyesal yang dirasanya.
Rey yang hanya terfokus pada penampilan Yuki yang begitu imut, terlihat begitu menggemaskan di mata Rey. Baginya, meskipun Yuki adalah seorang laki-laki, perawakannya mirip dengan gadis muda yang masih memiliki emosi yang labil. Ingin rasanya dia mencubit kedua pipinya yang chubby itu sampai pipinya berwarna merah.
Kemudian, perasaan pusing yang amat sangat menyakitkan menyerang kepala Rey. Kilasan gambar-gambar yang tidak pernah dia lihat sebelumnya, bermunculan di kepalanya dengan sangat cepat hingga membuat Rey merasa mual. Rey yang dengan cepat memegang kepalanya menahan rasa sakit, diketahui oleh Damian.