Chereads / SUAMI BUAH DENDAM / Chapter 8 - Berkelahi

Chapter 8 - Berkelahi

Bukh

"Marsell?!"

Prisya merasa begitu kaget saat melihat Fikri yang dengan penuh amarah mendadak memukul Marsell dengan begitu kencang, Prisya masih berdiri mematung memperhatikan Marsell yang tengah memegangi sudut bibirnya yang sudah Fikri pukul.

Bukh

Tidak terima dengan apa yang sudah Fikri lakukan padanya, Marsell akhirnya membalas apa yang sudah Fikri lakukan padanya. Marsell memukul sudut bibir Fikri dengan pukulan yang cukup kencang, Marsell memasukkan handphone milik Prisya ke satu celananya dan akhirnya mereka berkelahi di sana.

Melihat Fikri dan juga Marsell yang berkelahi, banyak siswa dan juga siswi yang berkumpul ke tempat ini untuk menyaksikan perkelahian antara 2 badboy yang sudah mempunyai nama. Bedanya Marsell tidak seburuk Fikri, Marsell hanya melakukan tindakan yang dibilang tidak pantas kalau ada sebabnya. Berbeda dengan Fikri yang mana dirinya yang sering mencari ulah lebih dahulu.

"Stop!" teriak Prisya. Prisya sampai lupa kalau dirinya harus membuat mereka berdua berpisah.

Tidak ada satu pun dari mereka yang mendengarkan apa yang sudah Prisya ucapkan. Tidak menyerah, Prisya masih terus mencoba untuk memisahkan mereka berdua. Banyak orang yang hanya lebih memilih untuk menonton tanpa memilih memisahkan mereka, sebab mereka merasa takut kalau mereka akan terkena pukulan salah satu dari mereka.

Byur

Prisya menatap mereka berdua dengan tatapan yang lurus, tidak tertuju pada salah satu dari mereka. Akhirnya apa yang sudah Prisya lakukan barusan berhasil membuat mereka berhenti berkelahi, barusan Prisya sudah menyiramkan satu cup minuman dingin ke arah mereka.

Tidak tahu minuman milik siapa, yang terpenting mereka bisa berhenti. Semula Prisya hanya mengatakan minta pada pemilik minuman itu sampai akhirnya Prisya menyiramkan satu cup minuman itu ke arah orang yang sekarang tengah berkelahi dan untungnya mereka berhenti.

"Kalian kenapa sih susah banget buat dengerin apa yang sudah gue ucapkan? Sekarang jangan salahkan gue kalau kalian berdua basah kuyup akibat terkena minuman yang sudah gue siramkan barusan, karena itu juga salah dari lo semua yang gak mau mendengarkan apa yang sudah gue ucapkan."

Fikri menatap Prisya dengan tatapan yang penuh kemarahan, sedangkan Marsell menatap Prisya dengan tatapan yang datar, tapi mengandung sebuah kekesalan. Orang yang menjadi titik pusat mereka hanya bisa terdiam datar sambil berpura-pura kalau dirinya biasa saja tanpa merasakan ada sebuah ketakutan yang sedang dia rasakan sekarang.

"Fikri! Marsell! Kalian berkelahi? Kalian buat ulah lagi?" tanya orang yang merupakan Guru BK. Guru tersebut baru saja datang ke sini setelah ada orang yang melaporkan kejadian perkelahian antara Marsell dan juga Fikri.

"Sekarang kalian berdua ikut Ibu!" seru guru itu. Tatapan Guru itu terlihat sangat tidak bersahabat, sepertinya dia sudah merasa bosan harus berhadapan dengan dua murid yang sudah jauh dari kata jarang masuk ke BK.

Mereka masuk ke BK sudah seperti datang ke Kantin, yaitu sering. Seolah beranggapan kalau Ruang BK tidak ada bedanya dengan Ruangan yang lainnya, karena memang bagi mereka masuk ke Ruang BK bukan sebuah hal yang aneh dan menegangkan. Bagi mereka hal ini sudah menjadi sesuatu hal yang umum.

"Saya ikut!" teriak Prisya saat melihat Marsell dan juga Fikri yang sudah melangkah bersama dengan Guru BK yang baru saja datang.

Guru itu mengernyit bingung. "Untuk apa kamu ikut? Kamu juga ikutan berkelahi? Kamu ini anak perempuan, apa pantas kamu ikut berkelahi dengan me—

"Bu, saya mengatakan kalau saya akan ikut bukan sebab saya juga ikut berkelahi dengan mereka." Prisya langsung memotong kalimat Bu Riska yang dia pikir sudah tahu ke mana arah dari kalimat itu melaju.

Bu Riska mengernyitkan alisnya bingung. "Terus, apa alasan yang membuat kamu ingin ikut bersama dengan mereka berdua ke BK?" tanya Bu Riska. Bu Risak tidak akan membiarkan sembarang murid ikut dengannya untuk masuk ke Ruang BK, terlebih kalau murid itu sama sekali tidak memiliki urusan apa pun dengannya.

"Karena kalau saya tidak langsung ikut sekarang, nanti Ibu juga pasti akan mencari saya." Prisya seolah sudah tahu apa yang akan terjadi saat di Ruang BK, sehingga dirinya memilih untuk langsung ikut sekarang bersama dengan mereka berdua, dibandingkan dengan nanti ada orang yang mencarinya dan menyuruh dirinya untuk ke BK.

"Memangnya akan ada apa? Kenapa nanti saya akan mencari kamu?" tanya Bu Riska. Bu Riska benar-benar tidak mengerti dengan alasan yang membuat Prisya dengan begitu yakin ingin ikut bersama dengannya dan kalau dia tidak ikut maka dirinya akan mencari Prisya.

*****

"Ibu sudah heran dengan kalian berdua, kenapa kalian tidak ada bosannya untuk masuk ke BK?" Bu Riska sendiri sudah merasa begitu bosan saat dirinya harus menghadapi dua murid ini, rasanya ia sudah lebih dari bosan saat berhadapan dengan mereka.

Bu Riska memperhatikan Marsell. "Marsell, Ibu heran kenapa selalu ada hal yang membuat kamu berurusan dengaan BK. Apakah kamu tidak bosan keluar masuk BK dan terus-terusan mendapatkan hukuman?" tanya Bu Riska mengingat kalau memang ia sudah tahu kalau Marsell sering mendapatkan hukuman.

"Saya tidak akan melakukan suatu hal kalau tidak ada alasannya," ujar Marsell dengan nada yang cukup datar. Marsell tidak akan berkelahi dengan Fikri kalau sebelumnya Fikri tidak memukulnya lebih dulu atau tidak mencari gara-gara dengannya.

"Tapi apa semuanya harus dilakukan dengan melibatkan kekerasan? Kamu beberapa hari yang lalu sudah berkelahi dengan 2 siswa dan sekarang kejadian itu terulang kembali? Mau jadi apa kamu ke depannya?" Sudah melebihi batas kesabarannya, Bu Riska sampai menggeleng-gelengkan kepalanya saat menghadapi Marsell.

Prisya terdiam sejenak, ia merasa tidak terima dengan hal ini. "Bu, maaf sebelumnya. Apa yang sudah Marsell ucapkan untuk sekarang benar, entah untuk sebelumnya." Prisya berucap dengan penuh pemikiran.

"Maksud kamu untuk sekarang benar?" tanya Bu Riska yang tidak mengerti dengan tujuan dari Prisya yang mengatakan kalau untuk sekarang apa yang sudah Marsell ucapkan benar.

Prisya menatap Fikri dengan tatapan yang penuh dengan kekesalan. "Semula Fikri yang datang ke Kelas saya terus dia mengganggu saya dan mengambil handphone saya begitu aja, terus ada Marsell yang mengambil handphone saya dari Fikri." Prisya menarik napasnya sejenak.

"Fikri tidak terima dengan apa yang sudah Marsell lakukan, karena dia tidak suka ada orang yang iku campur dengaan urusannya. Setelah itu Fikri memukul Marsell dan Marsell membalasnya. Marsell tidak akan berkelahi dengan Fikri kalau Fikri tidak berbuat ulah dan juga tidak memukul Marsell lebih dahulu," jelas Prisya dengan cukup panjang lebar.

Prisya rasa apa yang sudah dia ucapkan cukup mudah untuk dipahami. Marsell melirik ke arah Prisya dan memperhatikannya beberapa saat. Prisya menajamkan tatapannya saat Fikri menatapnya dengan tatapan yang seolah menunjukkan kalau dirinya tidak suka dengan apa yang sudah Prisya ucapkan.

"Kamu kenapa membela Marsell? Kamu pacarnya?" tanya Bu Riska sambil terus memperhatikan Prisya.