Malam yang gelap segelap pikiran Prisya menjadi temannya sekarang, dia tengah duduk di Balkon kamarnya, menatap langit malam yang sama sekali tidak ada bintang.
Mungkin ada, tapi hanya beberapa dan hal itu tidak bisa dijadikan sebagai titik fokus pandangan Prisya. Awan-awan yang terlihat bergerak-gerak malah menjadi fokus pandangan Prisya.
Malam itu menjadi malam yang ingin gue ulangi, karena gue sama sekali tidak menginginkan kejadian tersebut.
Prisya tidak bisa membayangkan kalau orang itu sampai tahu apa yang sudah dia lakukan sekarang, karena dari sekian banyak orang yang dia kenal, hanya ada satu orang yang dia takuti.
Bukan kemarahannya yang dia takuti, melainkan kekecewaannya yang begitu tidak dia inginkan. Kecewanya seseorang lebih sulit untuk disembuhkan, dibandingkan dengan marahnya seseorang.
Marah hanya dalam satu waktu dan saat hal yang memicu amarahnya sudah tidak ada atau orang yang membuat dia marah sudah minta maaf, maka kemungkinan besar amarahnya juga memudar.