Pukul 01.00 dini hari. Lunar terbangun dengan keringat dingin. Tubuhnya terasa kaku, kepalanya pusing melihat cahaya lampu kamar Lunar yang masih menyala.
"Loh? Apa aku lupa mematikan lampu saat tidur?" Gumam Lunar. Lunar beranjak dari ranjangnya, pandangannya berkunang-kunang, tubuhnya gemetaran dan hampir terjatuh. Ia menopang tubuhnya dengan satu tangan menahan tembok dan satu tangannya memijit kepala, berusaha mengingat sosok pria bermata merah yang muncul di mimpinya.
"Lagi-lagi aku tidak bisa mengingat mimpi itu. Apa memang hanya bunga tidur belaka? Tapi sungguh menakutkan." Lunar mengacak-acak rambutnya, mematikan lampu kamarnya, berjalan ke luar kamar dan menuruni tangga menuju ruang tengah. Dengan sedikit remang-remang ia melihat ibunya duduk di sofa dengan lampu meja di sisinya. Ditemani televisi yang menyala, ibunya masih menyelesaikan sketsa desain pakaian. Semua kertas berhamburan di meja dan lantai.
"Ibu." Panggil Lunar. Ibunya menoleh dan tersenyum, dengan cahaya remang-remang wajah wanita itu terlihat lelah.
"Lunar. Kenapa di jam segini sudah terbangun?" Tanya Ibu. Wanita cantik dengan rambut pendeknya mendekati Lunar dan membelai rambut Lunar dengan lembut.
"Lunar hanya bermimpi buruk. Tapi sekarang tidak apa-apa." Lunar memperhatikan televisi. Menampilkan sebuah berita.
"Ibu, melihat berita apa?" Lunar sedikit memiringkan kepalanya. Wanita itu membalikkan badannya dan merapikan sketsa yang berserakan dimana-mana.
"Berita ini baru saja menginformasikan tentang beberapa orang yang menghilang lagi." Ucap wanita itu dan mematikan televisinya.
"Lagi?" Ucap Lunar, ia tidak pernah melihat berita sebelumnya.
"Benar. Sudah cukup lama itu terjadi, karena itu putriku." Wanita itu berdiri dan mendekati Lunar.
"Jangan pernah lepas dari pengawasanku. Kalau kamu ingin pergi ke suatu tempat katakan pada ibu." Membelai rambut panjang Lunar dan tersenyum.
"Ibu khawatir padamu. Ibu sudah katakan bukan? Semua yang ayah dan ibu lakukan demi kebaikanmu." Jelas ibunya.
"Iya ibu. Aku mengerti." Lunar mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Baguslah kalau kamu mengerti. Ngomong-ngomong, beberapa bulan lagi ulang tahunmu yang ke-16, bukan? Apa ada yang kamu inginkan?" Tanya ibunya.
"Entahlah. Jika aku ingin pergi berlibur selama 2 hari 1 malam, apakah boleh?" Lunar bertanya dengan hati-hati agar tidak salah bicara. Wanita itu masih merenung sebentar.
''Hhmm... Karena nilai ujianmu selalu bagus, walau hanya menjadi peringkat kedua saat pengumuman sebelum UTS. Mungkin aku bisa berdiskusi dengan ayahmu soal itu. Dan juga karena ulang tahunmu setelah UTS, seharusnya tidak ada masalah jika izin 2 hari." Ucap ibunya.
"Ah... Atau saat itu hari sabtu ya? Nanti akan ibu lihat lagi. Yang pasti ibu akan diskusikan permintaanmu itu pada ayahmu." Wanita itu kembali tersenyum, dan mengelus kepala Lunar.
"Akhir Tahun aku ulang tahun, ibu."
"Ah benar, aku lupa. Karena putri ibu tidak pernah mengecewakan ibu. Sekarang kembalilah ke kamarmu dan tidur. Sekarang hari sabtu. Kamu bisa istirahat lebih banyak dari biasanya." Pintah ibu. Lunar hanya mengangguk dan kembali ke kamarnya, tapi ia tidak bisa tidur lagi. Tidak ingin kembali bertemu sosok pria bermata merah itu lagi.
Lunar berbaring di ranjangnya dan menatap lampu tidur berbentuk kupu-kupu yang masih menyala terpasang di dinding kamarnya. Terlihat seperti bintang yang bersinar di kamar.
_Aku tidak bisa tidur. Aku tidak ingin tidur_ Batin Lunar. Sosok pria bermata merah terlihat menyeramkan sekaligus terlihat lembut saat tersenyum. Wajah yang terasa familiar bagi Lunar sekaligus asing.
_Sebenarnya siapa dia?_
Lunar memperhatikan rak buku yang ada di kamarnya, dan beranjak mendekati rak tersebut. Mengecek satu persatu buku-buku yang ada di rak. Dan mengambil sebuah buku dongen dengan judul 'Butterfly Lady' dan duduk di sofa yang ada di kamarnya, dan menyalakan lampu meja di dekatnya. Ia memperhatikan rak buku kembali dan tersenyum masam.
_Padahal ini kamar gadis berusia 15 tahun. Tapi di sini lebih terlihat seperti kamar ilmuwan gila penelitian_ Batin Lunar.
Kamar luas yang dipenuhi dengan lima rak buku besar, serta satu sofa panjang, meja kayu, dan satu set meja belajar. Walau sebagian besar di rak tersebut adalah buku materi tentang berbagai macam hal, tapi masih ada sebagian buku hiburan, seperti novel, dan buku dongeng.
"Bikin sesak saja." Lunar menghela napas panjang. Dan kembali fokus pada buku dongeng yang ia ambil.
Dongeng yang menceritakan tentang seorang gadis yang dikucilkan dan hanya mengembang biakkan kupu-kupu di rumah kaca miliknya yang penuh dengan bunga-bunga. Kemudian muncul peri kecil di antara kupu-kupu yang gadis itu rawat. Dan memberi kemampuan pada gadis itu untuk bisa berbicara dengan kupu-kupu yang ia rawat supaya tidak kesepian dan kupu-kupu itu juga selalu menuruti perintah gadis itu.
* * *
Perlahan Lunar merasa kantuknya datang lagi, matanya sudah tidak kuat untuk membaca lagi dan ia tertidur dengan posisi masih duduk. Dengan lampu meja yang masih menyala. Buku dongeng yang Lunar pegang terjatuh ke lantai.
Jendela kamar Lunar terbuka perlahan dan angin pun berhembus. Bayangan hitam mendekati Lunar. Sosok pria berpakaian serba hitam dengan mata merah mendekati Lunar, menatap dalam diam sesaat. Pria itu memperhatikan buku yang terjatuh di bawa kaki Lunar dan mengambilnya lalu tersenyum.
"Butterfly Lady." Gumam pria itu. Ia menatap Lunar dan mematikan lampu meja. Meletakkan buku itu di atas meja. Menggendong Lunar dan memindahkannya di ranjang miliknya.
Raut wajah Lunar mulai berubah saat ia di letakkan di ranjangnya, dan bergerak dengan tidak nyaman. Mimpi buruk kembali menghantuinya.
Pria itu terdiam sesaat dan melepas sarung tangan hitam. Satu tangannya menyentuh lehernya dan muncul kupu-kupu hitam legap seperti bayangan. Dengan tangannya ia mengarahkan kupu-kupu itu mendekati Lunar dan hinggap di leher bagian belakang Lunar. Kupu-kupu itu menghilang dan menjadi tato bentuk kupu-kupu kecil di leher Lunar.
"Tidak lama lagi, kau akan terbiasa dengan kehadiranku. Entah dalam mimpi atau saat kita bertemu." Ucap pria tersebut.
"Meskipun kau tidak akan terbiasa denganku. Aku akan membuatmu terbiasa. Kau akan menjadi milikku." Lanjutnya. Pria itu berbalik dan keluar melalui jendela seperti saat ia masuk. Pria itu terdiam sejenak, melihat mobil hitam baru saja masuk ke halaman. "Mainan saudara, persembahan dewa. Aku harus mencarinya." Pria itu melompat dan jendela kamar tertutup pelan dengan sendirinya.
* * *
Pukul 07.00, alarm di ponsel berbunyi. Lunar kembali terbangun dengan keringat dingin, jantungnya berdebar dengan kencang. Matanya silau terkena cahaya matahari yang masuk dari jendela kamar.
Perlahan pintu kamarnya terbuka. Sosok wanita muncul dari balik pintu.
"Nona saatnya bangun." Ucap wanita separuh baya. Ia terkejut melihat wajah Lunar yang ketakutan, tubuhnya penuh dengan keringat. Wanita itu langsung berlari menghampiri Lunar.
"Ya Tuhan!!!? Apa yang terjadi pada nona??!" Ucap wanita itu dengan nada sedikit keras. Sejenak Lunar merasa bingung. Bagaimana ia bisa berada di ranjang? Padahal Lunar sangat yakin, bahwa ia merasa kantuk saat sedang membaca buku di sofa. Lampu mejanya masih menyala.
_Apa ibu yang memindahkan aku? Tapi tidak mungkin_ Batin Lunar.
"Nona!!!" Panggil bibi dengan suara yang lebih keras.
"Ah!! Saya baik-baik saja, bibi. Tidak ada yang perlu di khawatirkan." Ucap Lunar sambil melambaikan tangannya, agar bibinya tidak khawatir. "Hanya bermimpi buruk saja." Kali ini Lunar mengingat sedikit dari mimpinya. Yang Lunar ingat adalah ia berjalan di rumah kaca yang penuh dengan bunga dan kupu-kupu. Setiap langkahnya kupu-kupu selalu mengikutinya, sepertinya efek dari dongeng yang ia baca. Setelah berkeliling di rumah kaca tersebut Lunar berjongkok di depan bunga aneh yang tidak ia kenali dan mendapati bercak darah di antara bunga-bunga tersebut. Mengikuti bercak darah dan melihat tumpukan mayat-mayat yang membusuk, entah berapa banyak dan sudah berapa lama mayat-mayat itu di sini. Lalu kupu-kupu yang mengikuti Lunar berkeliling menyerbu mayat-mayat itu, menggerogoti sampai hanya tersisa tulang belulang. Lunar ingin berteriak namun suaranya tidak bisa keluar, kakinya lemas dan terduduk di tanah.
Entah bagaimana setelah menghabisi mayat-mayat tersebut kupu-kupu itu mendatangi Lunar dan mengitari tubuhnya. Pandangannya kabur, rasa sakit di tubuhnya menjalar, lehernya rasanya seperti tergores benda tajam dan ia terjatuh. Sekilas ia melihat darah, dan menyadari bahwa ternyata kepalanya terpisah dari tubuhnya. Saat itulah Lunar langsung terbangun. Sejenak Lunar berpikir 'Kenapa mimpi itu bisa muncul? Jika memang mimpi itu dari dongeng, bagaimana bisa dongeng indah menjadi buruk?'
"Nona. Anda tidak apa-apa?" Wanita separuh baya itu menyadarkan Lunar dari lamunannya.
"Oh. Tidak apa-apa bibi," Lunar melihat sekeliling kamarnya, dan sedikit memiringkan kepalanya. "Apa bibi yang memindahkan aku di ranjang?" Lunar merasa bingung. Ia yakin bahwa ia tertidur di sofa panjang.
"Tidak. Mungkin nyonya besar yang memindahkan nona," Jelas wanita itu. "Lebih baik nona segera bersiap, sebentar lagi waktunya sarapan," Wanita itu mengambil baju putih dari lemari baju Lunar. "Ah, nona akan sarapan dengan tuan dan nyonya besar. Sekitar jam 3 pagi, tuan besar sampai di rumanh." Jelas wanita itu.
Seketika Lunar melompat dari ranjangnya dan berlari ke kamar mandi. "Kenapa tidak katakan dari tadi!!" Lunar terburu-buru memasuki kamar mandi.
_Kenapa ayah tidak bilang akan pulang_ Pikir Lunar.