Gadis berkaos putih tipis melangkahkan kaki menyebrangi jalanan sepi yang hanya diterangi lampu bundar berkaki satu, tangannya membopong sepatu balet, dengan tertatih ia berjuang menguasai jalanan. hujatan keras dari sang pelatih Ballerina padanya melecut ke seluruh otak. Lantas ia mengamati setiap sudut jalan, hari sudah memasuki pertengahan malam, gelap, jelas pengendara tidak akan melintasi jalan selarut ini.
Pemilik nama Arissa Madya mulai memakai kembali sepasang sepatu baletnya, meletakkan tas sembarangan lalu menarik napas dalam-dalam berusaha menikmati udara tajam yang akan dia terobos dengan gerakan ballet. Tepat di titik tengah jalan, kakinya merenggang. Dengan luwes tangannya melentik ke atas mempraktekkan kembali gerakan balletnya yang dihujat oleh sang pelatih.
" Buta apa matanya, menilai seolah dia yang paling hebat, sial." Tubuhnya bergerak indah, bayangannya menari terpancar indah menguasai sepanjang jalan. Tanpa musik dan instrument apapun, matanya tetap terpejam menjiwai setiap gerakan, sampai tidak ia sadari siluet tubuhnya tergambar sempurna di bawah cahaya lampu.
Dialah Ballerina terpopuler, pecinta es degan yang mendapat julukan A Numb Girl karena sikapnya yang dingin dah tak punya hati.
Hampir setengah jam Arissa menari dari detakan terlambat sampai tercepat. Hingga suatu cahaya putih jauh dari seberang menyentrong kasar ke muka membuatnya menghentikan tarian. Sebuah mobil hitam melaju cepat Ke arahnya. Ballerina cantik itu memejamkan mata, tanpa menghindar sedikitpun dia tetap terdiam menunggu apa yang terjadi selanjutnya.
Dep
Arrisa membuka mata, menatap tajam seorang pria berhoodie abu-abu yang terkapar parah di aspal jalan. Ujung mata pria itu meneteskan darah matang, begitu juga di beberapa anggota tubuhnya.
Arissa menelan ludah, kemudian mengambil tas lantas pergi. Namun langkahnya terhenti saat tangan si pria menggapai kakinya erat-erat.
" Selamatkan aku, kumohon," keluh pria itu meringis meratapi lukanya.
Arissa terdiam, metanya menatap tajam laki-laki yang dibilang celaka karena menolongnya. Andai tidak, Arissa lah yang ada di posisi terluka parah.
"Kumohon," pinta lelaki itu lagi.
Bergegas Arissa menyeret kaki menghempaskan genggaman si lelaki.
"Dia yang menabrakmu, minta tolong saja padanya," ujar Arissa berjalan menjauh dan mencoba menghilangkan diri. Tapi sebagai korban, pria bertubuh tinggi dan merambut hitam yang sekarat Karena tabrakan barusan, tidak akan menghilangkan wajah tajam milik Arissa di otaknya.
π£π£π£