Chereads / Women Killer and Doctor / Chapter 14 - Bab 14

Chapter 14 - Bab 14

"DYANRA!"

"Dyanra, hei bangun sayang, ini mas," ucap Raihan, memangku kepala Dyanra.

"Dok, lebih baik kita bawa ke rumah sakit sekarang, ini bukan waktunya menangis, Dyanra sekarat dok!" teriak Dewa kesal, karena melihat Raihan menangis memangku Dyanra.

Raihan yang mendengar teriakan Dewa segera membopong gadis itu, keluar dari perpustakaan di ikuti Dewa di belakangnya.

"Suster! Suster! Bawa brangkar sekarang, istri saya harus segera di selamatkan!" teriak Raihan memanggil suster, saat pria itu sampai di rumah sakit.

Tak lama seorang suster datang membawa brangkar dan membantu Raihan, mendorongnya masuk ke ruang ICU, sedangkan Dewa yang mengikuti dari belakang, hanya terperangah kaget.

"Aku tidak salah dengarkan, dokter Raihan bilang istri, jadi mereka suami istri," batin Dewa masih belum percaya. Pria itu pun, mengikuti Raihan sampai di depan ruang ICU.

Raihan pun segera, membawa Dyanra ke dalam ruang ICU, meninggalkan Dewa yang berdiri termenung di ruangan itu, dia Shock dengan kejadian yang menimpa Dyanra Dan di tambah pria itu juga kaget dengan apa yang baru di dengarnya tadi, pria itu masih belum percaya, jika gadis cantik yang selama ini di sukainya, ternyata sudah menikah.

Dua jam kemudian doketr Raihan, suster dan juga Dyanra yang masih berada di atas brankar keluar dari ruang ICU. "Mau di bawa ke mana, teman saya?" tanya Dewa, saat melihat Dokter Raihan mendorong brankar, Dyanra keluar dari ruang ICU.

"Kita akan mindahkannya ke ruang rawat, kondisinya sudah membaik,"Jawab Raihan, setelah itu kembali mendorong brankar Dyanra, untuk masuk ke ruang rawat.

Dewa yang melihat itu, segera mengikutinya dari belakang. Di dalam ruang rawat, tak henti-hentinya Raihan menggenggam tangan Dyanra dan menggumamkan kata maaf, karena sudah lalai dalam menjaga gadis itu.

"Maaf minta maaf ya sayang, gara-gara mas yang gak bisa jaga kamu, kamu jadi kayak begini," ucap Raihan masih menggenggam tangan Dynra.

Sedangkan Dewa yang melihat itu sudah yakin, bahwa yang di dengarnya tadi adalah sebuah kebenaran, pupus sudah harapannya untuk memiliki Dyanra.

.............

"Sell lo yakin, Dyanra nggak akan selamat, jika kita hanya meninggalkannya di situ, bukannya seharusnya kita langsung bunuh saja tadi?" tanya Leon, yang saat ini sedang bersama Selly di sebuah bar.

"Gue yakin banget, pasti sekarang di sekarat, karena nggak mungkin ada yang bisa nemuin di perpustakaan itu, di saat sudah tidak ada orang di dalam sekolah itu," ucap Selly, tersenyum miring.

"Tapi Sell, masih ada Dewa dan Dokter Raihan tadi di sekolah itu, dan mereka mencari Dyanra," ucap Leon menunduk dalam, karena dia tau pasti sekarang Selly akan memarahinya.

Pria itu sebenarnya tidak tega, memperlakukan Dyanra seperti itu, tapi dia juga butuh uang, mamanya sedang sakit, dan butuh pengobatan dan juga biaya yang mahal, jadi terpaksa di menyetujui, mengikuti semua rencana papanya Selly.

"Apa lo bilang! Mereka masih ada di sana? bukannya gue nyuruh lo,buat alihin perhatian mereka!" teriak Selly di depan muka Leon.

"Iya maaf Sell," ucap Leon masih menunduk.

"Enghhhh....!" gumam Dyanra yang baru saja terbangun.

Raihan yang berada di sampingnya pun, segera mendongakkan wajahnya, melihat Dyanra yang sudah bangun. Wajah gadis itu masih terlihat pucat. Dalam hati pria itu merutuki dirinya sendiri saat melihat keaadaan Dyanra.

"Jangan banyak bergerak sayang, kepala kamu baru saja di perban," ucap Raihan.

"Tapi aku mau bersadar mas, bisa bantu aku," ucap Dyanra, meminta Raihan untuk membantunya.

Raihan membantu tubuh gadis itu bersandar pada bantal yang telah di susun, dan menarik selimut untuk menutupi tubuh sebatas pinggang Dyanra.

"Dewa!" panggil Dyanra saat melihat pria itu, duduk sendiri di sofa ruang rawat, dan tampak termenung memikirkan sesuatu.

Dewa yang medengar panggilan gadis itu, mengalihkan padangannya melihat Dyanra, yang sudah terbangun. Karena asik dengan pemikirannya, dia sampai tidak sadar jika Dyanra telah terbangun.

Pria itu pun segera menghampiri Dyanra yang sedang bersandar di atas brankar, Dewa pun melirik Raihan yang sedang duduk di sampingnya, sembari memperhatikan Dyanra dengan penuh kasih sayang. Dewa yang melihat itu merasa kalah telak. Kasih sayang yang di berikan oleh dokter Raihan tidak sebanding dengannya, dan mulai sekarang dia akan mundur pelan-pelan untuk mendekati Dyanra.

"Kamu sudah sadar, masih ada yang sakit tidak?" tanya Dewa, melihat wajah gadis itu yang masih tampak pucat.

"Aku sudah tidak apa-apa, terima kasih ya sudah menolongku," ucap Dyanra menatap Dewa.

"Tidak seharusnya kamu berterima kasih denganku, yang harus kamu beri terima kasih adalah suamimu, dia yang menolong," ucap Dewa menatap Raihan.

Tring...Tring......

"Halo! Ada apa?" tanya Raihan pada orang yang menghubunginya. "Ok aku ke sana sekarang."

"Dewa saya bisa minta tolong, saya ingin mencari orang yang menyebabkan Dyanra celaka, jadi jaga Dyanra di sini ya," ucap Raihan, menatap Dewa dengan penuh permohonan.

"Dokter tidak perlu khawatir, saya akan menjaga Dyanra sampai dokter datang," ucap Dewa menimpali perkataan Raihan.

Raihan yang mendengar itu tersenyum manis, dan mengalihkan perhatiannya pada Dyanra. "Mas pergi dulu ya sayang, istirahatlah," ucap Raihan berlalu dari sana.

Kini tinggal Dyanra dan Dewa yang berada di rungan itu, yang membuat suasana canggung secara tiba-tiba, banyak hal yang ingin di tanyakan Dewa pada gadis itu namun pria itu tidak berani.

Dyanra yang sedari tadi melihat Dewa diam, mengerti jika ada hal yang ingin di tanyakan oleh pria itu. "Jika ada yang ingin kamu tanyaka. Tanyakan saja, aku tau pasti kamu kaget saat tau kebenaran tadi kan," ucap Dyanra.

Dewa pun mendongakkan wajahnya melihat Dyanra, yang tersenyum manis padanya, meskipun gadis itu masih kelihatan pucat, tapi tidak bisa menghilangkan kecantikan darinya. "Dewa sadar dia sudah memiliki suami," rutuk pria itu dalam hati.

"Iya, aku kaget banget, saat tau jika kamu sudah menikah dengan dokter Raihan, awalnya aku tidak percaya, tapi melihat dokter Raihan, dengan kekhawatirannya yang berlebihan sampai menangis melihat keadaan kamu, membuatku sadar bahwa, kalian tidak sebatas dokter dan juga pasien."

"Jadi kamu mau apa sekarang?" tanya Dyanra, masih menatap Dewa.

"Aku mungkin akan mundur perlahan untuk memilikimu, dulu aku berharap dengan pertemanan kita bisa membuat luluh padaku, tapi untuk sekarang aku pesimis, karena keilhatannya dokter Raihan sangat mencintai kamu," ucap Dewa. "Waktunya kamu istirahat nggak usah bahas itu lagi," ucap Dewa membatu Dynara untuk berbaring.

Dyanra memejamkan matanya, saat Dewa menutup tubuhnya dengan selimut. "Selamat istrirahat wanita yang tidak bisa aku miliki," ucap Dewa, mengecup pelan dahi Dynara, dia takut gadis itu terbangun dan menghajarnya karena ketahuan mengecup Dyanra.

Dokter Raihan tidak apa-apa kan, aku mencium Dyanra hitung-hitung sebagai balas budi, batin Dewa.

..........

"Apa kamu sudah dapat bukti, penyebab kejadian yang menimpa Dyanra?" tanya Raihan, yang saat ini tengah duduk bersama seorang pria berjaket kulit dengan kepala di tutupi topi.

"Semua bukti CCTV di perpustakaan itu sudah di rusak Han, yang aku dapatkan hanya ini," ucap Pria itu menyerahkan sebuah penjepit rambut.

"Dia seorang perempuan?" tanya Raihan.

"Iya sepertinya begitu, dan aku tidak yakin dia menjalankannya seorang diri, pasti ada yang membantunya," ucap orang itu.

"Ini semua pasti rencana tua bangka itu, aku tidak habis pikir, dia tega membunuh semua keluarganya hanya demi sebuah harta yang tidak ada apa-apanya," ucap Raihan menggelkan kepala.

"Ya begitulah Han, jika seseorang sudah di butakan harta, lalu keadaan Dyanra sekarang?" tanya orang itu.

"Gadis itu sudah sadar, dan untuk saja luka di kepalanya tidak terlalu dalam sepertinya orang itu memukul kepala Dyanra dengan benda tumpul, karena jika dia memukulnya dengan benda tajam, luka yang ada di kepala Dyanra akan dalam," ucap Raihan.

"Oh, ok! Kalau begitu aku pamit dulu ya Han, kekasihku sudah menunggu di Apartement."

"Terima kasih ya Yud, tolong selidiki lagi, kejadiaanya, karena hanya kamu yang aku percaya di sekolah itu, aku yakin para staf yang ada di sekolah juga sudah di bukam mulutnya oleh Joni dengan uang," ucap Raihan tersenyum menatap Yuda.

"Nggak apa-apa lah, kitakan bestfriend, kalau gitu aku pergi dulu ya," ucap Yuda meninggalkan Raihan, yang masih mengamati penjepit itu.

"Sepertinya aku pernah melihat penjepit rambut seperti ini, tapi di mana ya," gumam Raihan. "Ah sudahlah, nanti saja aku memikirkan itu, yang penting aku harus kembali ke rumah sakit sekarang, kasihan muridnya itu belum, padahal ini sudah jam sembilan malam," ucap Raihan berlalu dari tempat itu.

Kreek........

Bunyi pintu ruanga yang di buka, menampakkan Raihan dengan wajah kusutnya dan dua kancing kemeja yang sudah terbuka.

Dua orang yang berada dalam ruangan tampak heran, memerhatikan penampilan Raihan, yang sudah jauh dari kata rapi.

"Maaf ya mas lama di luar, kamu nggak apa-apa kan? Tidak ada yang sakit lagi kan?" tanya Raihan, yang sudah berdiri di samping Dyanra.

"Aku sudah tidak apa-apa mas, tapi kenapa penampilan mas jadi seperti ini? perasaan tadi baik-baik saja deh, kenapa pulang jadi seperti orang gila," celetuk Dyanra, yang membuat Dewa tertawa keras.

"HAHAHAHA," tawa Dewa membahana di seluruh ruangan.

Sedangkan Raihan yang mendengar Dewa tertawa menatapnya sinis, bisa-bisanya pria itu menertawakannya, tampilannya begini juga, masih gantengan dia dari pada bocah itu, batin Raihan.

"Kamu berani menertawakan saya?" tanya Raihan dengan suara dinginnya yang membuat Dewa langsung berhenti tertawa. "Kamu sudah boleh pulang sekarang, biar saya yang menjaga Dyanra, orang tuamu pasti sudah mencari, nggak baik anak perawan keluyuran malam-malam," ucap Raihan, yang mendapat dengusan dari Dewa.

"Memang dia kira aku perempun dasar aki-aki tua," batin Dewa, meyumpah serapahi dokter Raihan. "Ya sudah Dy, aku balik dulu ya," ucap Dewa, berlalu dari ruangan itu.

"Sekarang kamu istrirahat lagi ya, besok pagi kamu sudah bisa pulang, tapi harus tetap istiraha, nggak boleh ke sokalah dulu," ucap Raihan yang kini duduk di sampin Dyanra.

"Iya mas, aku tidur dulu ya," ucap Dyanra mulai memejamkan matanya kembali.

"Maafkan mas ya Dy, tidak bisa menjaga kamu dengan baik, andaikan kita tidak bertengkar kemarin, mungkin kamu nggak akan kayak begini, kamu tidak akan marah dengan mas dan memilih menyendiri," ucap Raihan dengan penuh ketulusan setelah itu mengecup kening Dyanra lama. Lalu berjalan menuju sofa untuk mengistirahatkan tubuhnya juga.

"Aku juga minta maaf ya mas, karena membohongi mas," gumam Dyanra, yang masih belum sepenuhnya tidur, dan mendengar semua ucapan Raihan.