Tuan Angga menghela nafas panjang setelah ia menyampaikan kegundahan hatinya pada Rahel. Tentang impiannya yang tidak tersampaikan dan semua sesak yang selama ini ia tahan sendiri. Sekian lama ia merindukan sosok anak kecil di dalam hidupnya. Namun mungkin seumur hidupnya, ia tidak akan pernah bisa mendapatkan hal itu.
"Coba dulu kamu mau menikah dengan Bima. Pasti saat ini ayah sudah sangat bahagia sekali bisa bermain dengan cucu-cucu ayah." Tuan Angga menjeda ucapannya. Mengalihkan tatapannya ke arah lain. Netranya dipenuhi embun yang tertahan.
Rahel yang merasa sedih melangkahkan kakinya mendekati Tuan Angga yang berdiri di samping jendela ruangan. Satu tangan Rahel menyentuh lembut pada tangan Tuan Angga yang bergetar.
"Ayah, maafkan aku!" lirih Rahel, menjatuhkan tatapan lekat kepada Tuan Angga. "Maaf jika kebahagiaanku hanya membuat ayah susah," ucap Rahel.