Chereads / Epic of Guemwyn -The Bronze Age Warrior / Chapter 5 - BAB 4 – Gilda wira (4)

Chapter 5 - BAB 4 – Gilda wira (4)

Guemwyn

Guemwyn dan yang lain langsung bergerak mendengar teriakan perintah Jora, ia segera bergabung dibaris kedua sedangkan mereka yang membentuk barisan terdepan sedang merapatkan diri dan memantapkan kedua tangan untuk menyokong perisai yang mereka pakai.

"Guem kamu maju sedikit, gadamu terlalu pendek nanti bisa menyerang kalau kau terlalu dibelakang." Akilla berkata.

"I-iya aku tahu!" sungut Guemwyn yang kini berusaha mengingat formasi barisan yang baru mereka pelajari pagi tadi, ia kurang fokus karena matanya malah menatap sang makhluk buas yang akan menjadi buruan pertamanya.

'Yang di gilda wira buana tidak dihitung, yang ini bari ghuast sungguhan,' pikir sang wira muda yang antusiasme bercampur takut memenuhi matanya saat ia berlaga pandang dengan iris sang ghuast yang memiliki pupil emas.

Makhluk itu menyerupai kucing besar, bulu keemasan menutupi seluruh tubuhnya kecuali beberapa bagian tubuh seperti tengkuk, dada, ujung ekor dan sikutnya yang terltutupi bulu kehitaman yang mencuat.

"Baru kali ini aku melihat harimau tanpa bela-ANG" Tiamasa berkata tepat saat ghuast menerjang, ia langsung berusaha menusukkan tombaknya kedepan.

"Menurutku dia lebih mirip singa," Akila menjawab sambil tangannya menghujam-hujamkan belati logamnya yang kini diikat dengan tombak baru yang dipinjam dari Jora, "Lihatlah ia memiliki bulu tengkuk tebal yang sangaaat tebal juga menyebalkan ini...!"

"Kenapa juga kalian permasalahkan hewan apa dia UGHK!" sebal Guemwyn ketika pukulan gadanya berhasil dielakkan, "lagipula kucing yang punya bulu merak saja sudah termasuk absurd!"

Guemwyn dapat melihat raut kesal temannya, Akilla berusaha menusuk bagian tenggorokan ghuast namun bulu tengkuk tersebut terus menghalangi tusukan dari tombak itu.

"Kalian lawan dengan benar dong! Masa dari tadi tak ada tusukan yang kena!" keluh Guemwyn, ia penasaran dan ingin menghajar sang ghuast dengan gadanya, namun dari tadi ia hanya mampu bersembunyi dibalik perisai menyaksikan sang makhluk mencakar dan berusaha merobek pertahanan mereka.

Di depannya pengguna perisai berusaha menghentikan kaki mereka yang bergetar dan berdiri mantap. Segala jennis perisai entah itu terbuat dari kayu atau kulit yang dikeraskan dengan disamak, beberapa memiliki corak hewan aslinya berwarna cokelat dari kulit lembu

"Akh...tanganku!" Teriakan tersebut mengehntikan pertengkaran tiga aah mereka, seluruh pandangan melihat kepada seorang yang tangannya bermandikan darah dan perisai yang telah koyak dibawah kakinya. Raungan sang ghuast seolah seperti tawaan mengejek saat ia segera menggigit kepala sang pria malang dan menyeretnya keluar dari barisan depan yang segera dirapatkan kembali.

"AARRRGGGHH!!" Suara sang pria masih tetap bergema didalam rahang ghuast, tubuhnya yang masih dibawa kini berguncang saat pembururnya melompat mundur kebelakang dan seketika teriakan tersebut berhenti setelah suara tulang patah terdengar.

"Jangan hanya diam saja! ayo rapatkan lagi barisan lalu maju kedepan!" Sang pemimpin mereka maju menutup barisan yang kosong tersebut, Jora memakai sebuah perisai kayu yang terdapat beberapa piringan perunggu di atasnya.

Mereka yang ada di depan segera merapatkan barisan walaupun mereka kesulitan dengan kaki yang terus bergetar insting berkata untuk kabur namun perintah sang wira terbaik tak boleh diabaikan, karena mereka sadar jika mereka kalah berarti mati.

Menguap lebar sang makhluk memandang mereka seolah kucing yang bosan, mangsa pertamanya ia letakkan begitu saja dan dengan sebuah raungan yang membuat seluruh hutan menurun suhunya ia kembali melontarkan tubuh besar berbulunya kedepan.

Matanya teropantul di piringan perunggu di perisai, saat melompat diudara iapun terjun dengan mencakar mereka. Namun barisan perisai menahan serangannya dengan cara mengangkat tinggi kearah atas. Darah kembali tertumpah saat perisai kayu itu terbelah oleh cakar ghuast, hanya lapisan perunggu yang mampu menahan namun tak sepenuhnya lolos dari goresan cakar besarnya.

"Tombak keatas!" Akilla berteriak, gerakan yang ia lakukan langsung diikuti oleh wira lainnya.

Belasan mata tombak baik yang terbuat dari gading, obsidian, maupun perunggu tak mampu menembus kulit keemasan itu.

"GROAAHH!!!"

Nafas mereka kini berat seolah hutan yang sejuk ini berubah menjadi ruangan pengap mencekik saat menyadari fakta kalau kini Ghuast ada disisi belakang mereka.

"Pembawa perisai! Balik ke belakang!" Jora terdengar sedikit panik, "Barisan belakang, segera hunuskan tomba kearah ghuast!" mereka menangkap perintah tersebut dengan agak lambat karena rasa kaget yang ada dihati.

Namun sang makhluk buas tak menunggu saat ia segera menghalau tombak yang diarahkan padanya, maju selangkah dan seketika menggigit tangan salah satu penombak.

"Tidak ada gunanya menyerang leher, tengkuknya terlalu tebal!" Tiamasa berteriak disela kepanikan yang terjadi saat ghuast menggoyangkan kepalanya kesana kemari berusaha menghantamkan orang dimulutnya.

"ARRGGH, MATI KAU KUCING KUTUAN!" kutuk sang korban yang kini melakukan perlawanan terakhir dengan menusukkan belati yang ia simpan langsung kesela rahang ghuast.

Monster itupun segera menghantamkan sang korban ketanah dengan kesal, ia gunakan cakar besarnya untuk menyungkil belati yang masih tertancap digusi lalu menatap mereka dengan liur bercampur darah dimulutnya.

"Fueh- incar bagian dalam mulutnya," kata Guemwyn yang mengusap wajahnya yang terkena cucuran darah korban, "Hei-kenapa menarikku?" ia berteriak saat merasa kerahnya ditarik.

"Kau harusnya jangan maju terlalu jauh, tetap dekat dan serang dari tempat aman"

"Ketua! Padahal aku tadi bisa saja menyerangnya" ia berkata kesal pada pelaku yang menyeretnya balik ke belakang dinding perisai.

"Tidak perlu mencari ketenaran sendiri," Jora berkata sambil melepaskan kerah baju Guemwyn, "Kerja sama itu lebih penting" Jora pun segera mengambil kapak cangkul?

'Tunggu, itu bukan cangkul' Guemwyn perhatikan senjata yang bosnya bawa adalah Kapak namun dengan panjang dua hasta memang lebih tebih seperti cangkul jika dilihat dari jauh.

Para Wira kembali meneyrang, mengerahkan seluruh senjata mereka kedepan. "Killa! berhenti mengincar tenggorokan, coba serang dari dalam rahangnya!" Jora berteriak.

Jora mengangkat tinggi kapak itu dan ia hujamkan kebawah tepat kekepala ghuast. Bahkan beberapa bulu merak di temgkuk mulai berhamburan saking kuatnya serangan itu, kembali dia serang dari celah perisai yang bersampingan.

Guemwyn melihat gelagat yang lain, mereka melihat ke belakang seolah mencari celah kabur dari neraka ini. Namun Akilla Tiamasa menggelengkan kepala, sadar bahwa mereka hanya bisa menang jika bekerjasama dan iapun kembali menoleh ke depan makhluk itu yang masih berusaha mengitari mereka mencari ancang-ancang menyerang.

Kembali ghuast itu berusaha menyerang dengan cakar nya, goresan yang tertinggal di perisai bukan hanya mengoyaknya perlahan namun juga mengoyak tekad hati mereka untuk melawan.

Mulutnya yang berliur dan pandangan berisi amarah sekolah berkata 'kenapa makhluk ini tidak menjadi segera menjadi makananku?'. Ia meraung dan muncratlah liur bercampur darah kewajah para wira.

"Ketua, kita tak bisa begini terus, kita tak bisa melukai dia sama sekali sedangkan dia tetap tak terluka dan seolah tak pernah lelah" Kembali makhluk hidup mengaung karena berhasil menumpahkan darah seorang wira.

Ia cabik-cabik dengan cakarnya bagian perut yang tak berzirah dan meninggalkan tulang-belulangnya ia bahkan tidak menyentuh dagingnya seolah Ia melakukan hal itu karena marah, bukan nafsu makan yang mendorongnya namun nafsu untuk membalas dendam bagi orang yang berani melawannya.

Lalu tanpa ampun ia lemparkan mayat serupa daging cincang itu kearah para wira.

Kepanikan menyebar dan lalu bubarlah mereka kesegala penjuru hutan.

Akilla bergerak cepat sejak barisan perisai bubar langsung bersembunyi di balik pohon bersama kedua kawannya, melihat keadaan juga menunggu seperti mencari celah untuk menyerang.

Dan datanglah kesempatan itu.

"Akilla, gunakan tombakku!" Tiamasa menlemparkan tombak yang ditangkap degan mudah oleh kawannya, sedangkan tombak patahnya diserahkan ke Tiamasa.

Ia persiapkan kembali tombak yang ia kutip berusaha berlari ke depan sang ghuat dengan niat mencolok tenggorokan sang monster

Seolah terdorong naluri kalau Akilla dapat mengakhiri hidupnya, ghuast langsung bersembunyi dibalik pohon

Dan Akilla sendiri akhirnya berhenti di tengah jalan karena pohon dan dahan menghalangi laju serangannya.

"Cih, monster yang menyebalkan"

Jora kalap dan langsung ia berdiri berhadapan di depan makhluk itu dengan kapaknya yang panjang, kembali menyerang ghuast namun sang kucing besar itu menghentikan ayunan senjata dengan menggigit batangnya.

Sangat erat ia gigit sekuat tenaga, sampai wajah Jora merah menggunakan seluruh kekuatannya.

"Dorong terus boss!" Guemwyn berteriak menyemangati.

Tangan sang monster terus mencabik-cabik ke depan, walaupun Jora tak terluka akibat zirah yang ia kenakan namun hijrah itu pun mulai terkoyak-koyak dan menampakan lapisan perunggu dibawah lapisan kulit keras yang berhasil dicapai oleh sang monster

"Ayo kita bantu!" Guemwyn berteriak dan membuat yang lain mengikuti.

Tak tinggal diam para wira yang baru sejak tadi berusaha memanjat ke atas pohon rimbun memanfaatkan dahan juga benalu untuk pegangan dan dari atas mereka serang ghuast dengan batu maupun anak panah serta tombak yang mereka miliki.

Tiamasa yang tak memiliki tombak lagi kini tak kehabisan akal melepas kain yang ada dipinggang dan menaruh batu diatasnya.

Menggunakannya untuk melontarkan batu kearah makhluk dibawah mereka.

"Hah! Akhirnya kalian berbuat hal berguna!" Canda Jora disela adu kekuatan yang ia lakukan. Namun setiap serangnya dibalas dengan sengit, cakaran dan taring monster mulai menggores zirahnya.

Ghuast itu mendorong Jora dengan sekuat tenaga saat ia semakin kesal dengan serangan yang memantul dikulitnya. Sang wira paling jago tersebut berguling di tanah sampai menghantam pohon tombang, rambut hijau yang terkena lumpur namun sepertinya ia tak terluka parah.

Kini sang makhluk itu mulai mencakar-cakar pohon di mana mereka berpijak dengan amarah di raut wajah berbulunya. Seperti kucing ia panjat pohon itu dengan tangkas, kaki depannya menyambar kearah Guemwyn

Dan mau tak mau harus ia melompat turun menghindari serangan itu.

"Akh- SIAL"

Guemwyn yang melompat mundur, mencoba berdiri namun tungkai lelahnya tak lagi menyimpan tenaga. Berkali-kali ia berusaha keluar dari lumpur namun seolah-olah makin bergerak maka makin menelannya.

"Kamu ini memang bikin repot saja ya", Tiamasa berusaha meraih tangannya dan menarik dari lumpur, namun malah kakinya ikut terjerembap masuk.

Wira lain masih ada di atas pohon berusaha untuk mengalihkan perhatian sang ghuast, mereka semua melemparkan apa yang mereka punya sampai ghuast sendiri mulai mengincar wira yang ada di pohon lain.

Lalu seutas tali tambang dengan segera menjerat kaki kiri makhluk itu dan diikatkan setelah ditarik oleh beberapa orang. Namun hanya dengan sekali cakar ia bebas dari belenggu itu serta langsung mengejar sang pelempar tali.

Akilla dan Jora bahkan sengaja menjauhkan monster itu dari kolam lumpur tempatnya tenggelam sedangkan Tiamasa terus berusaha menariknya.

Guemwyn masih merasakan tangan kirinya menggengam gadanya, ia masih menolak melepasnya dan menggengam tangan sobatnya hanya dengan tangan kanan.

'Apa ini akhir dari perjalananku?' Guemwyn membatin 'Padahal baru sehari baru sekali ini aku memberburu ghuast'

Lalu ia tenggelam dan mendengar kata-kata dari kepalanya

'Apa aku ditakdirkan yntuk mati disisni, kenapa kok aku begitu lemah! aku yang kuat!'

Ia hampir tenggelam sekarang, bahkan lidahnya mulai merasakan pahitnya lumpur.

'Wahai para dewa yang mendiami hutan terkutuk ini kumojon berilah aku kekuatan!

Kini ia menutup mata agar lumpur tak membutakan pandangannya.

'haduh baru juga sehari namun sudah menjelang mati'

Guemwyn mendengar suara dikepalanya begitu ia menahan nafas.

'Baiklah akan kubantu kau kali ini, lain kali kau harus berusaha sendiri ya, dasar putriku yang merepotkan.'

Dan iapun kini sadar kembali.

Sebuah suara bedebum terdengar bersaaam dengan bergejolaknya kolam lumpur, Guemwyn terpental bersama dengan Tiamasa yang masih menggenggam erat tangannya .

Parah wira disekitar juga menatap heran dari balik pohon tempat mereka bersembunyi ke arah orang yang tadi hampir masuk kebumi kini kembali terlontar seolah dimuntahkan kembali.

"Apa yang barusan terjadi?" Tanya beberapa orang disana.

Lantas pandangan mereka menuju gada batunya yang ia angkat tinggi dengan kedua tangan, sela-sela batu itu kini bersinar kemerahan seperti bara api pula menyebarkan panas kesegala penjuru.

Lalu menetas lah batu itu seolah telur telur, dari dalamnya keluar makhluk serupa kadal berwarna merah.

"Apa kau familiar ku?"

Sang makhluk kini meniru ular dan meliukkan tubuhnya ke sekitar batang tongkat, dengan kepala bertanduknya sebagai ujung senjata dan mulai mengeluarkan api tanpa henti yang langsung diarahkan Guemwyn ke sang musush.

"Terima ini!"

Sang ghuast melompat mundur kaget merasakan hawa panas di wajahnya. Ia mundur perlahan namun Guemwyn mengarahkan tongkatnya yang terus menyemburkan api kearah wajah berbulu sang monster sampai kumisnya terlalap bara api.

Tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini Jora-pun langsung menyuruh yang lain berkumpul untuk menyerang bersamaan, Jora melempar perisai yang tadi ditangan kirinya dan menggunakan kapak dikedua tangan.

Kembalinya perintahkan mereka sebuah untuk mengambil posisi dengan Guemwyn di depan sebagai penyerang utama, sedangkan mereka melindunginya dari samping.

"Tadi rencana utama adalah untuk menyerang ghuast dari dalam, seperti melemparkan tombak kedalam mulutnya namun Guemwyn ternyata bisa membakar seluruh bulu sekebal zirah itu" Jora puas melihat bulu yang terus menghitam danterbakar habis sampai daging makhluk itu terlihat seperti baru dimasak diatas panggangan daging.

"Ia berusaha kabur! Kembali jerat dia!"

Ghuast itu tetap berusaha menghindar dari semburan api namun kembali sebuah jeratan tali menjerat kaki depannya dan ditarik lah sampai dai tersungkur jatuh. Usaha kaburnya gagal dan Guemwyn dengan mudah melakukan proses pembakaran bulunya sekali lagi.

Guemwyn mendengar teriakan lagi dari sang bos, "Bakar dia, terus arahkan kesana", perintah itu diikuti oleh teriakan wira lainnya yang mengutarakan hal serupa.

"Dimengerti! Aku Guemwyn akan akan membakarnya sampai menjadi debu!" Ia berkata sombong meskipun kini tangannya mulai melepuh menahan senjatanya sendiri, hawa panas yang konstan ia rasakan membuat peluhnya merembes pegangannya menjadi licin.

Bisa saja ia lepaskan senjatanya namun rasa diandalkan oleh orang lain membuat ia mengeratkan gigi mengabaikan segala rasa sakit itu dan terus mengarahkan api ke sang ghuast yang terus bergerak mengelak darinya.

Saat hampir terjatuh tiba-tiba dari samping seseorang membantu menahan tongkat api itu, tongkat tersebut bergetar hebat kesana kemari saat sang naga mungil dipuncak tongkat terus menyemburkan api tanpa henti.

"Kalau butuh bantuan bilang saja!" Tiamasa berkata sebelum berbagi penderitaan menahan panasnya senjata.

"Benarkan kuda-kudamu, itu akan membuatnya lebih baik" Akilla ikut membantu mengarahkan senjata itu sekaligus memperagakan kuda-kuda yang dimaksud.

Guemwyn kini lebih mudah mengendalikan apinya, api tersebut terus membakar sang ghuast yang kini kesulitan menghindar, karena saat ia berdiri para wira lebih cepat lagi beraksi dalam menahan kaki ghuast tersebut

Sebelum melompat menerang kedepan, ghuast tersebut jatuh dijegal oleh para wira yang lebih cepat mengikat kakinya. Saat melirik kebelakang ia sadar kaki belakangnya diikat oleh jeratan temali dan ditarik kebelakang sekuat tenaga.

"GROOAHH" Wajah sang raja hutan hangus oleh api membara diwajahnya, lalu terus melawan berusaha menarik tali yang membelenggu kaki.

Ia mengirim tatapan amarah kedepan, berhadapan dengan wajahnya adalah Guemwyn dan kawan-kawannya yang terus membakarnya tanpa ampun.

"Dan inilah akhir hidupmu" Jora bekata sebelum menghujamkan kapaknya ke bagian tubuh yang tak berbulu. Kali ini tanpa ada bulu yang mengganggu ia dapat meninggalkan luka bacok yang segera mengeluarkan banayk darah.

Namun ghuast itupun meronta dan mengaum dengan isi perut terbuai, kembali berusaha lepas dari belenggu dan mengoyak mangsa didepannnya.

"Guem, Tia tolong pegang dengan erat" Akilla tiba-tiba berkata, "Aku akan mengamankan kontribusi kita dalam perburuan ini" Lalu iapun maju kedepan dengan tetap menenteng tombak perunggunya.

Akilla seolah memiliki pengetahuan tentang titik fatal makhluk hidup segera menusuk jantung ghuast yang terekspos akibat luka bacok yang ditimbulkan Jora sebelumnya.

Kemudian sinar kehidupan dimata sang monster sirna perlahan, nafasnya berheni dan iapun jatuh tak berdaya ketanah.

Akilla tersenyum saat menatap Guemwyn dan Tiamasa, yang membuat gestur 'kerja bagus kawan'

Sekarang Guemwyn hana harus mencari cara agar tongkat apinya berhenti menyemburkan api, namun tiba-tiba pikiran itu terlintas di kepala, maka api tersebut langsung berhenti seketika dan Tiamasa langsung berbaring lelah ditanah sedang Guemwyn menatap naga di ujung tongktannya.

Sang naga memuntahkan hawa panas dari mulut mungilnya, lalu batuk asap keluar dari lubang hidung. Menguap kecil ia bergulung seperti ular dan membentuk lingkaran diujung tongkat bergulung-gulung dan sisik tersebut mengeras membuat kembali lapisan kerak telur dan kembali seolah menjadi batu.

Guemwyn sejak tadi masih mengangkat tinggi tongkatnya membuat semua orang menyaksikan peristiwa aneh itu dengan kagum, namun Guemwyn entah mengapa merasa hangat dihati ketika menyaksikan itu.

Juga entah mengapa ia merasakan hangat diperutnya, terdiam sebentarclalu melihat ke sisi kiri perutnya dimana ada darah disana.

"Oh..." Itu adalah kata terakhir yang keluar dari bibirnya sebelum ia tak sadarkan diri dengan tongkat disamping tubuhnya.

Dan di akhir perburuan pertamanya Guemwyn menutup mata setelah dia memastikan tongkt itu aman, lelah bercampur lega setelah kematian monster durjana.