Akilla
"Aduh" Akilla bangun saat kereta yang dia naiki sudah berhenti kereta itu adalah milik pedagang yang tadi mengantarkan barangnya ke naraka zamrud dan daripada kembali dengan isi kosong maka mereka lebih memilih untuk memboyong serta para wira yang terlalu lelah untuk berjalan kembali ke kota dari desa perbatasan.
"Huft, untung kita tak harus pulang berjalan kaki ya" Tiamasa yang duduk bersandar digerobak berkata.
"Iya namun mereka masih sempatnya meminta ongkos kita, cih makin sedikitlah gaji kita" namun tentunya mereka meminta ongkos yang tepat tentunya namun Jora sepertinya tak keberatan dan bahkan berhasil memberi harga yang cocok untuk mereka.
"Yah namanya juga kaum pedagang," Tiamasa mengarahkan kirba kewajah Akilla, "keuntungan adalah nomor satu," Akilla pun bangun dan meminum air pemberiannya.
Akilla melihat kesamping dimana Guemwyn masih tertidur lelap dengan Tiamasa yang menawarkan pahanya sebagai bantalan agar kawan mereka yang tak sadarkan diri itu bisa tidur lebih nyaman, terbukti kalau anak ini tidurnya terlelap bahkan beberapa ganjalan batu membuat gerobak bergetar lagi namun ia pun tetap mendengkur nikmat tanpa bangun sekalipun.
"Kau terlalu memanjakannya,apa karena baru tahu bahwa dia seorang gadis?" Akilla berkata dengan suara serak.
"Ini hari yang melelahkan, lagipula kupikir dia pantas untuk beristirahat setelah menyelamatkan kita tadi." Tiamasa yang setengah sadar menjawab, "Lagipula kalau kau mau kau juga boleh tidur di pahaku kalau kau mau, lanjutnya sambil menepuk paha kirinya yang masih kosong.
"Tidak terimakasih, aku nyaman kok menyandarkan kepalaku ke gerobak kayu keras ini" jawabnya sarkatis.
Ia dan Tiamasa kembali berdiam sama-sama tak tahu harus membicarakan topik apa.Pikiran Akilla sendiri melayang berusaha melogiskan mengenai apa yang sesungguhnya terjadi di Naraka Zamrud.
"Benar juga, tapi sungguh tak kukira bahwa seorang gadis berisik ini adalah seorang 'pawang' ghuast." Tiamasa kembali membuka percakapan.
"Ah iya, sekarang aku ingat istilah itu" Akilla ingat pernah membaca tentang itu diperpustakaan pribadi keluarganya. Tiamasa
"Dari yang kudengar sebagai orang yang tinggal di sekitaran imperium pernah mendengar hal itu di mana orang-orang di wilayah utara terutama yang berambut hijau sebenarnya memiliki darah dari orang kerdil hijau yang dulu disembah di sana" Tiamasa mengoceh panjang lebar.
"Mereka meminta banyak hal dari kesehatan kekayaan hingga kekuatan aneh seperti mengendalikan makhluk buas." Akilla mendengarkan penjelasan temannya dengan seksama kemudian menjawab.
"Orang dengan bakat seperti itu sangat langka di wilayah kekaisaran,"
"Kemungkinan Guemwyn tanpa sengaja menemukan telur ghuast yang ia kira itu sebagai batu di hutan dan mengikatnya sebagai gada karena ia kira bentuknya bagus," Akilla melirik ke gada yang tepat disebelah Guemwyn, "namun telur itu menetas dan kini ghuast itu mendengarkan perintahnya."
"Huh sungguh gadis beruntung" Tiamasa berkata sambil menyapu lumpur kering dirambut Guemwyn.
"Beruntung? Menurutku ini lebih seperti sudah ditakdirkan." Akilla berkata dan tepat saat itu matanya menangkap bayangan dari dinding kota Taraw.
"Sepertinya kita sudah sampai" Tiamasa berkata dan entah mengapa Akilla measakan nada sendu dikalimat yang ia ucapkan.
Gerobak berjalan sampai di depan pelataran Gilda Wira dan merkekapun turun dari gerobak satu persatu dan kondisi makin ramai saat rombongan orang berpakaian sederhana namun terkesan bersih datang.
"Siapa mereka?" Guemwyn berkata sambil mengucek matanya.
"Para klerik dari pihak kuil, termasuk petugas medis mereka." Segera mereka pun menangani para wira yang terluka dimulai dari yang terparah sampai yang luka ringan.
Mereka yang terluka parah sampai tangannya hilang mendapatkan perawatan paling intensif, ia melihat ketika tabib mencoba membaluri luka tersebut dengan abu papyrus juga menghilangkan infeksi dengan sebuah roti berjamur menutupnya erat-erat dengan juga menyeramkan sedikit alkohol pada luka tersebut.
Akilla sebenarnya tidak terluka parah maka sang tabib hanya membakar papirus dan menaburkan abunya ke luka yang ia untuk menghentikan pendarahan.
"Baik, selanjutnya" sang tabib berkata setelah menutup lukanya dengan kain bersih.
Dari jauh Akilla melihat sang kepala gilda wira berbicara dengan Jora, tepat di belakang mereka terdapat mayat sang ghuast.
Ia perhatikan wajah si ketua agak marah sambil tangannya menunjuk-nunjuk bagian ghuast yang gosong, namun setelah mendengarkan perkataan Jora iapun menghela nafas dan tersenyum puas mendapatkan buruannya.
.
-EoG-
.
Setelah memasuki Gilda Wira Buana maka seluruh orang berkumpul di ruangan aula yang terlihat lebih lapang, Akilla mnyadari kalau seluruh ornamen yang sebelumnya disana telah diletakkan dipinggir ruangan dan ditutup oleh kain.
Dibalkon lantai dua kepala Gila Wira serta petinggi kembali berkumpul berpidato mengucapkan terima kasih atas kerja keras para anak baru dan hal membosankan lainnya.
"Sigh... kita akan mendengarkan pidato panjang membosankan lagi kan?" keluh Guemwyn saat mereka semua kembali disuruh berbaris diaula"
Beberapa orang masih agak kaget saat mendengar Guemwyn ternyata seorang wanita dan penasaran apa yang akan dilakukan pihak Gilda Wira akan menerima pengajuan kewarganegaraannya atau tidak.
Sebagian menuding bahwa ia memalsukan catatan biodatanya.
Namun sang wanita yang mencatat biodata pendaftaran Guemwyn berkata bahwa tak ada kolom gender disana. Lalu ia mengedipkan mata pada Guemwyn dari jauh dan disambut dengan jempol keatas olehnya.
"-lagipula apa kalian sadar betapa beruntungnya kita mendapatkan seorang pawang ghuast?" Seorang yang Akilla ketahui seorang Lugal berkata, "Mau lelaki atau perempuan tentunya ini adalah hal yang bagus agar memiliki seorang seperti itu sebagai wira".
Akilla mendengus ia sadar bahwa dukungan orang itu hal yang baik namun ia dapat melihat ketamakan dimata sang tuan tanah, semakin kuat wira maka akan semakin banyak tanah yang diklaim oleh kaisar.
"Secara tak langsung tanah itu ada dibawah pegawasannya" Akilla mengatakan isi kepalanya pada Tiamasa dan Guemwyn.
"Tunggu, bagaimana kau bisa mendengar mereka." Tiamasa menatap heran.
"Mereka ada dilantai dua loh," Guemwyn menimpali.
"Oh, itu... aku Cuma menebak-nebak saja kok ehe-" Akilla menjawab seadanya dan lanjut menguping pembicaraan diatas.
Kepala klerik menyanggah pendapat sang lugal setempat, "Seorang pawang yaitu manusia yang memiliki keterikatan dengan ghuast adalah orang yang sangat langka," mengatakan alasannya, "namun dia akan terlalu berbahaya jika dilepas di masyarakat."
"Oh disitu letak masalahnya?" Kepala gilda angkat suara, "Oi Jor- maksudku pak Jora sang wira nomor satu tolong kemarilah." Akilla dapat melihat urat kesal dikepala saat Jora melewati barisan wira dan menaiki tangga keatas.
Mereka berdua bicara dan para wira baru serta staf dari kuil sama-sama menatap heran ketika sang wira nomor satu berdiskusi dengan kepala gilda wira. Diskusi mereka melibatkan sedikit argumentasi dan saling teriak sebelum Jora mengangguk setuju setelah kepala gilda membisikannya sesuatu.
Akilla merasa kolusi terjadi tepat didepan matanaya. Hanya para staf gilda wira yang berkata untuk harap maklum pada tindakan ketua mereka.
"Uhum-jadi mengesampingkan masalah gender Guemwyn, dia juga akan diterima sebagai salah satu wira, sebagai bagian dari keluarga kita," si gendut yang bergelar kepala gilda berkata, "dan mendapatkan kewarganegaraan yang ia butuhkan tentunya." Iapun turun dari mimbar dan mempersilahkan pendeta gantian berbicara.
"Bawa masuk regalianya." Titahnya dan dari pintu ruang sebelah datang seorang klerik lain yang berjalan tegak lurus membawa kotak yang ditutupi kain mewah berwarna ungu.
Ditaruhnya diatas meja ditengah ruangan tepat diterangi cahaya mentari senja yang lolos melalui jendela. Lalu diangkat kain tersebut yang ternyata adalah sebuah jubah ungu berlambangkan mentari Maghary. Kotak dibawahnya terlihat dan itu adalah kotak terindah yang pernah Akilla lihat.
Diukir dengan elok serta dilapisi emas dan permata, bahkan perhiasan di kediamannya dahulu sulit menyaingi kilauan permata itu. "Didalam kota ini berisi potongan kain suci pemberian kaisar," dan ia menunjuk kearah jubah yang masih terlipat rapi di tangan bawahannya, "dan jubah itu ialah kain yang senantiasa menutupi patung dewi dikuil kita."
"Silahkan satu persatu para wira untuk menyentuh bagian atas kotak ini", sang klerik menunjuk tepat dibagian permata merah sebagai pusat dari ukiran mentari emas yang berkilauan.
Untuk memepersingkat waktu maka sepuluh wira mengelilingi kotak itu dan permata itu kini ditutupi oleh tangan kanan masing-masing. Lantas mereka mengikuti apa yang klerik katakan, bersumpah untuk tinggal dibumi yang diterangi cahaya mentari.
"Aku bersumpah akan senantiasa mematuhi sang kaisar demi tercapainya negeri makmur yang di sinari mentari, tanah ini akan ku lindungi dari segala kejahatan makhluk yang melata diatasnya"
Akilla pun mengikuti seluruh perkataan pendeta ia bersumpah atas nama nya ia akan menaati seluruh perintah sang Kaisar dan terkutuklah jiwanya jika ia gagal melaksanakan hal itu dengan tangan kanan memegang obor cuci dan tangan kiri memegang kotak berisi relief dari sang Kaisar entahlah ia rasa itu adalah potongan rambut Kaisar sesuatu yang sangat berharga dan suci yang dijaga oleh kuil sebagai tanda keagungannya
"Saya Guemwyn bersumpah setia kepada sang Kaisar Maghary! Apapun akan hamba lakukan adalah demi membantu Kaisar memberi kesejahteraan dan keadilan pada hidup rakyatnya,-"
"-jika gagal ataupun melanggar maka terkutuklah aku dengan wabah sampai tubuhku seluruhnya akan dilahap oleh bara api! Aku bersumpah demi sinar matahari yang menerangi bumi! Aku bersumpah demi perunggu dan api!"
Giliran saat Guemwyn selesai mengucapkan sumpah yang berani itu segera bersoraklah para anggota wira lainnya. Nama Guemwyn kini sudah terkenal di kota, diamana gosip tentang seorang gadis yang dapat mengendalikan api terdengar luas.
Ia menatap Guemwyn yang kembali kebarisan dengan melangkah percaya diri, ia akan terlihat gagah kalau saja baju dan rambutnya tak kotor dengan lumpur kering.
Lalu saat nama Tiamasa dipanggil ia maju kedepan namun berhenti ditengah jalan, "Aku masih merasa tidak pantas diriku masih terlalu lemah untuk menjadi wira."
"Ta-tapi kenapa?" Guemwyn bertanya.
"Karena aku tak memiliki bakat bertarung secepat Akilla maupun tongkat ajaib sepertimu Guem, kau lihat sendiri bahwa aku hampir mati siang tadi."
"Lantas apa yang akan kau perbuat?" Akilla menyuarakan isi kepalanya.
"Aku akan berlatih, dalam beberapa tahun aku akan kembali sebagai Tiamasa yang lebih baik lagi."
"Kalau begitu berhati-hatilah, saat kau kembali kau mungkin akan bekerja sebagai bawahanku." Guemwyn berkata sombong.
"Ha ha mungkin kau tak salah, kalian harus menggunakan bakat itu demi berbuat kebaikan ya!" Iapun memeluk kedua temannya itu pelan,'Jarang sekali ada yang memelukku' Akilla merasa aneh dihati apalagi ketika ia merasa bahunya basah saat Guemwyn sedikit meneteskan air mata.
Tiamasa ternyata tak sendiri, saat ia berbalik melewati pintu keluar maka banyak juga orang yang tak kuat hatinya mengikuti ia keluar ruangan.
Di sela-sela pengambilan sumpah setia pada Kaisar, para klerik mendengarkan dan menulis nama-nama wira baru sebagai anggota warga negara dari imperium dan dengan begitu mereka diizinkan untuk tinggal dalam wilayah imperium dan mendapatkan kekebalan dari perbudakan.
Juga keuntungannya seperti hak untuk memiliki tanah dan hak agar anak mereka juga diakui sebagai warga negara Kekaisaran Maghary.
"Baiklah, saatnya pesta!" Teriakan itu disambut gemuruh teriakan serupa.
Llalu pesta dimulai dimulai dengan meriah, beberapa daging ayam bakar disajikan dengan permukaan kecokelatan mengkilat dilapisi kecap nikmat. Bejana tembikar menmpahan isinya ke gelas bambu, dan menguarlah cairan beralkohol
"Hei, wine ini sudah diencerkan air ya?" seseorang protes, entah mengapa Akilla yakin bahwa bos mereka yang buka suara.
minumnya adalah wine yang sudah diencerkan dengan air agar mereka tidak terlalu mabuk dan juga menambah kadarnya dua kali lipat
Kini mereka pun berpesta gue nungguin Akilla melihat jika Guemwyn agak sedih dengan ketidak hadiran tiamasa teman mereka di sana namun walaupun itu ada bayaran yang menurut Akilla agak terlalu rendah untuk petualangan mereka yang terlalu berbahaya namun mereka bersyukur dan memakan roti dengan hikmat.
Namun Akilla terlalu sibuk menjejalkan roti berselai madu dimulutnya. Potongan buah segar diapit oleh roti bertaburkan wijen kini masuk kekerongkongan dengan cepat, sedikit tersedak iapun segera meneguk gelasnya dan merasakan air tersebut manis akibat kismis yang direndam didalamnya.
"Um- Kila Kenafha kita-nyam tidak minum wine-nyam" Guemwyn berkata dengan mulut penuh roti.
Sebelum Akilla sempat menjawab, Guemwyn kembali mencuil sedikit ayam dan menaruhnya diantara potongan roti, mencelupkannya di minyak berbumu dan memasukan kedalam pipinya yang kini agak menggembung.
"Kau tak pernah dengar larangan minum untuk dibawah umur?"
"Eh, kita phunya peraturan itu-gulp." Guemwyn tersedak.
"Sigh... kau sekarang adalah warga negeri ini," Akilla memberikan segelas air pada kawannya, "setidaknya pelajarilah norma dan hukum yang ada." Ia terus bicara sambil memperhatikan Guemwyn yang menegak rakus air itu.
"Hah... terima kasih kawan, tapi aku masih berharap Tiamasa ada disini dan berbagi makanan enak ini bersama kita." Guemwyn berkata sedih dan menatap paha ayam bakar yang ia ambil dari piring Akilla.
"Dia sudah dewasa untuk memilih jalannya sendiri," Akilla menjawab dengan mencuri paha ayam itu dari Guemwyn, "lagian kalau dia disinipun kau pasti mengambil jatahnya seperti yang kau lakukan padaku ini.
"Hei, bagi dong! Kita teman kan?"
"Teman macam apa yang mencuri jatah temannya hah!" Dan merekapun bertengkar.
Mereka terus berpesta sepanjang malam sampai-sampai beberapa orang ada yang tertidur di atas meja tampak jelas karena mabuk parah, namun Akilla yang memiliki resistensi terhadap racun dapat membuatnya tetap sadar dan berdiri tegak.
Akilla melirik kantong uangnya memastikan benda itu masih ditempat semula. Ia lihat gaji yang baru dia dapatkan tadi sore, suara gemericing koin suasa emas didalam kantong uangnya bergabung dengan suara gendang yang dimainkan.
Dirasakannya koin itu dan Akilla yakin kalau kadar tembaga didalamnya lebih banyak dibanding emas. 'Terlihat cuku untuk hidup sehari-hari,' Akilla tersenyum puas, ia bisa saja menginap di hotel namun sadar ia juga harus berjalan menuju kota beberapa jam lamanya kemudian memutuskan berdiri.
"Karena sudah malam kami pulang duluan ya!"
Pamitnya pada wira disana sambil memanggul Guemwyn yang tertidur, sadar bahwa gadis itu agak rawan ditinggalkan dikelilingi kumpulan pria yang terdapat alkohol di pembuluh darah.
'Tunggu, kenapa aku mulai peduli dengan gadis ini?'
Ia menggelengkan kepala berusaha menghilangkan pikiran itu namun begitu ia disambut langit malam diluar gilda wira dia pun berucap.
"Tunggu, memangnya aku mau pulang kemana?"
.
-EoG-
.
"Jadi kalian belum punya tempat menginap begitu?" Jora bertanya dengan bau alkohol menguar dari mulutnya.
"Benar sekali, jadi bisa tolong carikan kami hotel murah?" Akilla berkata.
"Pff-Ha, Hotel dia bilang..." Jora yang setengah mabuk tertawa garing, "Ha ha-h kalian baru pegang uang sedikit langsung pengen hidup enak ya" dia berhenti tertawa dan kemudian menatapnya dengan tetap menggelengkan kepala.
"Uang kami cukup kok kalau cuma untuk menginap semalam!" rajuk Akilla sambil menyodorkan kantung uang yang baru diisi oleh gaji pertamanya sebagai wira.
"Iya benar, 'cuma' cukup untuk menginap beberapa malam" Jora berkata serius, "Namun apa kau yakin kapan kau akan mendapatkan pekerjaan selanjutnya? Tidak kan?"
'Ugh... si kepala lumut ini ada benarnya' Akilla merutuk dalam hati namun mengangguk paham.
"Hoam... bos! Apa kami tidak bisa tidur di sini saja?" Guemwyn yang setengah sadar mulai menyapu permukaan depan gilda wira dengan tangan lantas menghembuskan debu dilantai sebelum meletakkan kepalanya disana.
"Gilda Wira Buana bukan tempat tidur gelandangan kau tahu" Segera Jora tarik ia bangun, Guemwyn hanya bersandar dibahu Jora dan kembali terlelap.
"Oy, sengantuk itukah kau" Jora memprotes bahunya yang terkena liur kemudian ia serahkan Guemwyn untuk dibopong Akilla.
"Baiklah ayo ikut aku," Jora berdiri sambil mengambil kirba berisi wine dari seorang yang tertidur disampingnya, "biar kucarikan rumah sewa yang cocok untuk anak baru seperti kalian".
Jora dengan agak malas berkata bahwa ia tahu tempat kost yang murah dan mereka pun berjalan masih di sekitar pinggiran kota.
Guemwyn berjalan dengan mata setengah tertutup sedangkan Akilla tetap awas siapa tahu ada pencopet yang berani lewat disekitar mereka, makin awas dia saat mereka berjalan ke sekitaran kota yang agak kumuh.
"Dan inilah dia!"
Bangunan itu berdiri dua lantai terlihat agak suram saat hanya sinar rembulan meneranginya. Dinding bata ada dibeberapa sisi namun lebih didominasi kayu. Rumah yang sederhana bahkan Akilla melihat pintu depannya agak keropos terkena air.
"Batangnya bahkan tidak sesuai standar bata imperium Maghary," Ia berkata saat jemarinya mengusap permukaan dinding.
"Bagaimana kau tahu itu!" Teriak Jora.
Merekapun masuk dan saat lilin disudut rumah dinyalakan maka terlihat jendela dan dengan ukiran-ukiran tanaman yang akan memudahkan cahaya masuk disiang hari. Melewati sebuah gorden dari kain mereka memeriksa ruang tidur dan dapur yang memiliki tungku api dalam keadaan baik.
"Kamar mandinya ada diluar rumah, dilengkapi sumur dan kakus," Akilla mendengarkan penjelasan bosnya. 'Cukup bagus untuk tempat tinggal sementara'.
Walaupun Akilla agak ragu bahwa atap dari daun nipah akan kuat menahan derasnya hujan ia tidak punya pilihan lain selain menyewanya, 'lagian ini masih musim kemarau', begitu pikirnya.
"Ok, baiklah aku ambil tempat ini," Ia rogoh kantong uang disekitar pinggang, lantas menyerahkan koin ke tangan Jora, "Guem... mana bagianmu?"
Saat melongok kekamar tidur mereka menemukan Guemwyn yang terlelap di ranjang beralaskan tikar bambu yang hanya ada satu-satunya diruangan.
Akilla hanya mengangguk paham sebelum kembali ia ambil koinnya. "Nanti pagi akan kutagih dia"
"Baiklah, sampai jumpa besok pagi anak baru." Pamit Jora pada mereka.
Akilla hanya melambaikan tangan sedangkan Guemwyn menjawab dengan dengkuran keras.
Tangan Akilla kini membentangkan tikar bambu dilantai setelah mengebas-ngebaskannya berkali-kali, kini iapun menidurinya dan berkata.
"Selamat malam Guemwyn." Sebelum ikut terlelap didalam mimpi.
"Selamat malam Akilla." Jawabnya pelan sampai temannya tak mendengar.